Ada fase dimana manusia jenuh dengan rutinitasnya, berharap mendapatkan yang lebih baik dari apa yang dicapainya kini memang tidak ada salahnya. Tapi kadang mereka lupa, jika rasa puas tak pernah berujung kalau tidak diringi rasa syukur.
Dan Gena pikir ia sedang mengalami fase itu, berharap mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah diraihnya kini.
"Gimana kantor barunya?"
Gena melirik sekilas pada kakak perempuannya yang tengah menaikan sebelah alisnya, menatap Gena dengan penuh keingintahuan.
"Biasa aja, better dari kantor dulu. Tapi Gena ngerasa nggak nyaman, Kak." Gena mengunyah lamat-lamat roti di mulutnya, ia baru saja mendapatkan pekerjaan baru setelah resign dari kantor lamanya. Sejak dua bulan lalu Gena meraung-raung pada Ayahnya agar dicarikan pekerjaan, mungkin karena Ayah Gena punya banyak koneksi. Tapi sekali lagi usaha Gena pindah kantor atas bantuan ayahnya harus berbuah pil pahit, Ayahnya tidak suka nepotisme. Maka dari itu Ayah Gena menyuruh Gena lebih giat lagi mencari pekerjaan yang lebih baik.
"Mungkin karena belum terbiasa, Gen. Nanti kalau udah dekat sama orang-orangnya kamu bakalan merasa nyaman." Alisa, Kakak Gena hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika Gena mulai mengadu pada ibunya soal lingkungan kantor barunya. Alisa tahu jelas bagaimana perangai Gena, gadis itu sangat tidak suka kecanggungan tapi Gena sendiri tidak mau mengakrabkan diri dengan orang lain jika bukan orang itu yang memulai lebih dulu. Gena paling tidak mau disangka sok kenal.
"Tapi kak, aku ngerasa mereka tuh nggak mau terima aku. Padahal aku udah berusaha nyapa duluan, senyum duluan. Tapi yahh gitu, Gena tetep aja sendiri." Gena meneguk susu coklatnya, menyelesaikan sarapannya dan segera bergabung dengan Ayahnya yang sudah di halaman depan. "Gena duluan, Kak!"
Gena membuang napas kesal melihat ke luar jendela mobil, mobil-mobil di luar sana seperti tengah mengantre. Jalanan Thamrin memang selalu macet di pagi hari, "Yah, nggak ada beneran nih lowongan buat Gena."
"Baru juga kamu satu bulan pindah kantor, udah mau pindah lagi?" Tanya Ayah Gena dengan wajah tidak percaya.
Gena mengerucutkan bibirnya, ia melirik kesal pada jalanan. "Ayah nggak tau sih lingkungannya kayak apa, perempuannya senang sekali bergosip."
"Bukan kah memang semua perempuan senang bergosip?" balas Ayah Gena.
"Mereka saling membicarakan satu sama lain di belakang, lalu mengomentari hal-hal yang tidak perlu. Ada salah satu pegawai pakai heels tinggi, mereka nyinyir. Ada pegawai yang baru pulang liburan dari luar lalu dibicarakan juga, pokoknya mereka saling membicarakan. Lingkungannya nggak sehat banget untuk Gena yang baru berusia 24 tahun ini," keluh Gena mengingat bagaimana lingkungan kerjanya.
Ada satu orang membicarakan orang lain, lalu yang lain membicarakan orang-orang lain lagi. Terus seperti itu sampai Gena heran mengapa mulut perempuan terlalu senang mengurusi hidup orang, bahwa setiap perempuan memiliki berjuta topeng.
Dan Gena lupa bahwa dirinya juga perempuan, mungkin Gena belum terbiasa dengan lingkungannya sekarang karena itu dia merasa menjadi orang yang paling bodoh.
"Itu karena mereka peduli satu sama lain jadi saling membicarakan, masa cuman karena lingkungan seperti itu kamu mau nyerah. Kamu pernah berpikir nggak ada ribuan orang yang mau berada di posisi kamu? dan kamu, hanya karena tidak bisa menyesuaikan diri mau melepaskan kesempatan."
Gena merutuki kebodohannya yang bercerita pada Ayahnya, memang yang paling mengerti dirinya adalah Ibunya seorang.
"Hati-hati," Gena mencium tangan ayahnya untuk berpamitan, tanpa menunggu mobil Ayahnya hilang dari pandangan Gena langsung memasuki tower kantornya.
Gena menarik napas pelan dan membuangnya secara beraturan, menyemangati dirinya sendiri jika ia pasti bisa melewati hari ini. Jam delapan kurang dan kantornya masih sepi, Gena memutuskan untuk ke pantry mengambil segelas susu vanila sepertinya bisa membuat moodnya sedikit baik. Dan artinya akan ada dua gelas susu coklat yang ia minum pagi ini.
Divisi Marketing, yah Gena ada di bagian Marketing. Padahal awalnya ia ingin masuk bagian General Affair bukan Marketing. Tapi apa mau dikata ia hanya bisa berpasrah diri dengan ketidaktahuannya.
*****
"Kak Ranu nyuruh lo kerjain ini," Helen meletakan satu tumpuk surat pre order. "Selesai hari ini sebelum pulang."
Lagi-lagi Gena hanya bisa menelan habis rasa kesalnya, Helen selalu bersikap seenaknya. Sejak awal berkenalan Gena merasa Helen punya dendam padanya, gadis berparas cantik itu selalu bersikap jutek pada Gena. Padahal jika Gena kembali memperhatikan Helen, gadis itu selalu baik-baik pada orang lain. Yah terkecuali anak baru lainnya seperti Gena, jadi bisa dipastikan jika Helen takut kalah saing.
"Lagi?" tanya Asri melihat tumpukan dokumen cukup banyak di atas meja Gena.
"Iya," Gena membuang napas kesal. "Mana kadang ada yang nggak jelas dari surat pre ordernya, alhasil gue kadang harus telpon vendornya lagi karena salah ngasih kode."
"Sabar yah, Gen." Asri tersenyum, kalau dibilang Asri lebih terbuka dibanding Helen dan Siska. Helen baru dua bulan bergabung, lalu bulan berikutnya Siska dan Asri. Terakhir adalah Gena. Mereka berempat adalah recruitment baru tim marketing. "Yah lebih baik di Kantor kan dari pada tugas keluar ikut pengadaan proyek."
Apa yang diucapkan Asri, dari pada ia disurug mobile lebih baik di kantor meski dengan setumpuk dokumen.
"Mangaaats." Asri mengepalkan tanganya memberi semangat pada Gena yang sudah terlihat kusut.
Karena tidak ada pekerjaan yang mudah, semuanya butuh usaha. Gena selalu mengingat ucapan Ibunya, jika ia merasa sulit dengan apa yang dialaminya sekarang. Ingatlah jika di luar sana masih banyak orang yang lebih menderita dari pada dirinya, semua orang mempunyai masalah dalam hidupnya. Hanya saja sikap dan cara menyelesaiakannya lah yang berbeda.
TBC
Ora's Note : Okay, jangan timpuk gue please karena ngeluarin cerita baru sementara yang lain belum kelar. Keep Calm Guys. 😀
Gue unpublish nanti yang akan di On Hold, nah kalau misalnya nggak di On Hold masih ada worknya kemungkinan setiap minggu update.Jadi, wellcome to my random world.
Minggu, 19-11-2017.
Salam Hangat
Ora The Dreamer.
KAMU SEDANG MEMBACA
U P S I D E
ChickLitGena tidak pernah menyangka jika Samudra mematahkan hati kakanya. Gena juga tidak pernah menyangka bahwa Samudra juga berhasil mematahkan hatinya Copyright © 2017, Kammora Cover © Purpleefloo Start From 19-11-2017