11. Blood

297 10 6
                                    

Dor...

Suara yang berhasil membangunkan sella

Dor...

Suara kedua yang berselang tiga detik dari suara pertama Sella bangun dengan mata terbelalak karena keterkejutan suara tadi yang bertubi-tubi.

Dor...

Suara berselang sangat cepat dari yang kedua. Mencari asal suara Sella melihat ayah mertuanya dimana suara itu berasal dari pistol yang di pegang ayah mertua sella yang bukan lain adalah tuan agus. Tuan Agus memperlihatkan senyum iblisnya di depan sella. Sella melihat ke arah selurus dengan pistol yang menuju kearah sani. Darah yang terlihat di sana mengalir dengan deras. Tiga peluru berada tepat di tubuh sani. Sela yang terkejut melihat itu menutup kedua mulutnya dengan kedua tangan tak percaya yang di lihat.

"Sani!" teriak sella histeris. Dia mencoba menghentikan darah yang keluar dengan tangannya namun tak berhasil darah tetap mengalir. Sella mengangkat tubuh sani yang basah penuh darah. Sella menangis histeris meminta bantuan ayahnya.

"kau jangan khawatir! Karena kau juga akan segara menyusulnya" Tuan agus mulai menyiapkan pistolnya kembali.

"ayah, aku mohon tolong sani" mohon sella

"kau pikir aku akan menyelamatkan anak sialan itu?! " tolak tuan Agus meremeh

"ayah, ku mohon, setelah sani selamat aku janji aku tidak akan pernah muncul di depan keluarga iskandar." sela masih memohon berharap belas kasih dari ayah.

"kau fikir aku bisa kau bodohi?! Tuan agus semakon geram

Sella menekan tombol darurat dan meraih ponselnya karena tuan agus tidak mau membantunya. Sella menekan nomor di ponselnya berharap bisa mendapatkan bantuan tapi ayah dengan cepat mengambil dan melempar ponsel sampai hancur.

Sella masih berusaha menyelamatkan sani merobek kain dan memperban luka berharap darah dapat menghentikan darah yang keluar. Sella tak mampu menahan sedihnya air mata nya jatuh mencairkan darah yang masih keluar.

"Tolong! Tolong! Aku mohon siapapun tolong aku! Haaaaaaaaaaa! " jerit sella frustrasi

"teriaklah sekencang yang kau bisa, meskipun mereka mendengar mereka tidak akan bisa menolong mu lebih tepatnya takkan mau menolong mu! " ejek tuan iskandar

Sella masih berusaha menolong sani. Dia mengangkat tubuh sani yang terkulai lemas turun dari ranjang. Dia menuju pintu yang tentunya di hadang oleh tuan Agus.

"Berhenti! " suruh tuan Agus. Sella tak peduli tetap berjalan menuju pintu yang semakin dekat dengan tuan agus. Tuan Agus dengan marahnya menarik pelatuk pistolnya.

"Dor! " peluru melesat di kaki kiri sella. Sella masih berjalan dengan tertatih.

"Dor! " peluru yang kedua melesat kaki kanan dan berhasil membuat sella roboh terduduk di lantai .

Sella tak menyerah dia tetap berusaha membawa sella keluar untuk mendapatkan bantuan. Dia mengikat perban sella ketubuhnya dan berjalan dengan tangan (ngesot) . Dalam hati sella menguatkan dirinya agar tetap berjuang demi putrinya.

Sampailah sella di pintu tepat di kaki tuan Agus. Sella memohon kepada Tuan Agus yang tepat saat sedang menarik pelatuk pistol bersiap menembak sella. Tepat di kepala peluru itu tertuju. Sella tak bisa berbuat apapun pasrah sambil menangis karena sudah tidak dapat merasakan detak jantung dan suara nafas sani. Tuan Agus tanpa belas kasihan langsung menembak kepala sella hingga tubunya tersungkur ke lantai.

Kini keramik putih telah berubah warna menjadi merah. Suasana sepi di rumah sakit tersebut tiada orang disana yang ada hanya mayat sella dan putrinya sani. Tuan Agus telah pergi dari sana dengan perasaan tanpa bersalah.

Hey semua
Mohon dukungannya
Jangan lupa vote dan coment juga boleh untuk menjadi catatan bagi saya
Terimakasih

Yang Tergantung: RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang