Bab 9

103K 6.5K 137
                                    

Kisselle terdiam dengan ponsel yang masih menempel di telinganya. Tubuhnya kaku bagaikan dibalut oleh sesuatu yang membuat tubuhnya membeku. Mana mungkin Geon secepat itu bisa berada di depan kontrakannya? Dan yang membuat Kisselle terdiam dengan rasa panik dan gugupnya adalah maksud kedatangan Geon yang belum ia ketahui, terlebih lagi mereka baru saja bertengkar atau lebih tepatnya Kisselle yang memarahi Geon. Ditambah perkataan Goen yang berhasil membuat Kisselle tersentuh sekaligus tertampar karena ketulusan dan kegigihannya.

Kisselle bangkit dan menurunkan kakinya dari atas kasur. Matanya menatap ke bawah menelaah kepanikannya yang sama sekali tidak mendasar dan tidak masuk akal. Bisa saja Kisselle membuka pintu menemui Geon dan bersikap seolah di antara mereka sedang terjadi perang besar. Meski pada kenyataannya Kisselle tidak semarah itu, ia hanya kesal atas kelancangan Geon.

Dengan hembusan napas beratnya, Kisselle bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu dan membukanya perlahan. Tatapan Kisselle langsung beradu dengan tatapan Geon yang tajam menusuk matanya. Penampilan Geon selalu terlihat bagus seperti biasa, dengan Kemeja putihnya yang lengannya sudah ia gulung sampai siku, Geon terlihat begitu tampan dan sempurna versi Kisselle.

"Apa?" Ujar Kisselle membuat nada bicaranya sebisa mungkin terdengar seperti malas. "Gue gak suka sama cowok yang kekanakan. Gak perlu bapak ngelakuin itu, norak! Mana bisa gue sama-"

"Pengakuan saya masih belum cukup buat kamu? Saya lakuin itu buat kamu, dan kamu marah? Ok, saya memang kekanakan. Tapi coba kamu lihat dari sisi yang lain, kenapa kamu hanya melihat dari sisi buruknya? Seburuk itukah saya di mata kamu?"

Geon terdengar begitu marah dengan sikap yang Kisselle tunjukan terhadapnya. Jari telunjuknya dengan kemarahan yang meruncing menunjuk wajah Kisselle memperlihatkan bagaimana ia begitu tersinggung akan ucapan Kisselle. Tatapannya tajam menghancurkan keberanian Kisselle. Tentu hal itu membuat Kisselle takut meski selama ini ia pernah melihat Geon kesal namun situasi dan kondisinya berbeda dengan sekarang. Dan Kisselle akui bahwa yang ia lakukan memang keterlaluan. Ia hanya tidak tahu harus melakukan apa, lagipula Kisselle mengira Geon akan bersikap santai seperti biasa.

"Gue gak bermaksud buat ngerendahin lo, Pak. Gue...gue becanda, sumpah deh. Tapi gue jujur kalo gue kesel sama lo." Ujar Kisselle mengklarifikasi atas tindakannya.

"Maaf." Gumam Geon terdengar melembut dan penuh menyesalan.

Kisselle mentapnya dengan napas tertahan lalu menunduk dalam."Jangan lakuin itu lagi." Ucapnya melirih. "Nyogok dan teriak kayak tadi." Lanjutnya lebih pelan dari sebelumnya.

Geon menghela napas. "Gak akan. Maaf." Dengan memanfaatkan kesempatan Geon melangkah mendekat dan menarik Kisselle yang menunduk ke dalam pelukannya.

Apa yang Geon lakukan benar-benar membuat Kisselle terkejut. Ia membeku bagai kehilangan tenaga hanya sekedar untuk bersuara. Ditambah elusan lembut di belakang kepalanya membuat Kisselle tidak dapat membedakan respon terkejut atau terlalu menikmati.

"Maafin saya. Teriak sama kamu itu tidak harus saya lakuin. Maaf." Suara Geon tampak jelas sangat tidak ingin Kisselle semakin membencinya. Dan mendengar bagaimana Kissele memintanya untuk tidak berteriak lagi padanya sungguh meremas hati Geon. Ia melakukan kesalahan.

"Iya." Kisselle mengiyakan sambil mengangguk. Perlahan tangannya terengkat naik seperti ingin meraih tubuh Geon untuk membalas pelukannya.

"Hey! Kalo mau berbuat mesum jangan di sini bisa kagak? Sana nyari hotel, kontrakan gua bukan buat mesum-mesuman!"

Kisselle dan Geon tersentak lalu melepaskan pelukannya. Kisselle sendiri yang baru akan membalas pelukan Geon mengepalkan tangan karena malu. Ia melirik Geon yang tampak sama terkejutnya namun begitu santai, lalu melihat ke arah Bu Hartati pemilik kontrakan. Kisselle tersenyum getir. "Maaf, Bu. khilaf." Ucap Kisselle meminta maaf.

KISSELLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang