Bab 15

93.3K 5.5K 22
                                    

Akhirnya pagi menjelang. Matahari menyinari tanpa malu-malu di tengah dinginnya suhu di musim dingin. Salju turun tidak terlalu lebat, menambah kesempurnaan yang begitu terasa di hari ini. Kisselle sudah siap untuk menghabiskan harinya bersama Geon. Dan sekarang ia sedang menunggu karena Geon menyuruhnya untuk menunggu. Dengan tubuh yang sedikit dibuat kaku karena tidak tahan dengan dinginnya suhu di jepang saat akhir tahun, Kisselle merapatkan mantelnya hingga membuat tubuhnya sedikit menghangat. Perasaannya begitu senang, ia tidak menyangka kalau Geon akan membawanya sampai sejauh ini. Tidak dipungkiri bahwa tindakan Geon yang satu ini berhasil membuat Kisselle semakin memantapkan tekadnya untuk menerima Geon.

Pintu kamarnya terbuka, Kisselle menengadahkan kepalanya dan tersenyum ketika melihat Geon di ambang pintu. Ia berdiri dari duduknya lalu berlari kecil menghampiri Geon. "Kita pergi sekarang?" Tanya Kisselle begitu bersemangat.

"Iya." Jawab Geon singkat. Tangannya meraih tangan Kisselle lalu menariknya pergi.

Rencana yang sudah Geon pikirkan matang-matang tidak akan ia lakukan sekarang. Ia menunggu waktu yang tepat yang sekiranya bisa membuat Kisselle mendapatkan pukulan kecil di hatinya. Segala keraguan yang Geon rasakan ia kubur dalam-dalam. Ia bukan meragukan Kisselle sebagai masa depannya, justru Geon meragukan kesanggupannya untuk memikul sebuah tanggung jawab yang teramat besar. Geon menatap pada masa lalu di mana ia mendapatkan tanggung jawab itu, dan ia tidak mampu memikulnya terlalu lama.

"Kamu belum sarapan, kan?" tanya Geon beralih dari bayang-bayang masa lalu yang terasa seperti mengikatnya semakin erat.

"Belumlah. Gue kan nungguin lo," jawabnya ketus.

Geon terkekeh pelan. Meraih tangan Kisselle dan menggenggamnya erat. Saat ini mereka tengah menyusuri jalanan yang lumayan ramai meski salju turun namun tidak menghambat aktivitas orang-orang. Memang salju turun lebih cepat dari yang biasanya, dan suhu udara pun lebih rendah dari yang seharusnya. Tapi justru keadaan ini sangat menguntungkan untuk Geon, terutama untuk rencananya.

Geon menoleh dan sedikit menunduk untuk memastikan Kisselle baik-baik saja. Dan senyumnya terbit tatkala melihat Kisselle seperti menegang dengan wajah kakunya. Geon mengerti, ia tahu kalau Kisselle terganggu dengan genggaman tangannya. Dengan senyum yang semakin melebar, Geon membawa tangan Kisselle ke dalam saku mantelnya.

Mendapatkan perlakuan yang sangat tidak diduga, Kisselle mendongak menatap Geon. "Saya emang kedinginan, tapi gak usah nyari kesempatan buat pegang-pegang deh, Pak. Tangannya kontrol dong!" Kisselle menggerutu namun ia tidak menarik tangannya dari genggaman Geon. Ia hanya membiarkannya seperti itu, tanpa mau kehilangan kenyamanan yang ia dapatkan.

"Kenapa kamu selalu protes sama apa yang saya lakuin? Anggap saja ini bayaran buat saya nemenin kamu semalaman."

Kisselle dibuat bungkam dengan perkataan Geon. Ia sangat ingat kejadian semalam ketika ia seperti perempuan mabuk tanpa malu meminta untuk di temani tidur. Sangat menggelikan namun tidak dapat dipungkiri kalau Kisselle senang mengingatnya, terutama ketika Geon menyuruhnya untuk tidur saat Kisselle memanggilnya untuk memastikan Geon tidak tidur. Sejak dulu Kisselle tidak terlalu menyukai hal-hal manis yang biasa pria lakukan terhadap wanitanya, namun sekarang berubah tanpa Kisselle tahu sebabnya.

Tanpa banyak protes Kisselle hanya diam mengikuti langkah Geon yang entah akan membawanya kemana. Ia terlalu bersemangat hanya sekedar untuk mendebat Geon. Kisselle merasakan seperti dihangatkan oleh sikap Geon di tengah dinginnya suhu di Jepang. Perlahan-lahan keraguan yang Kisselle alami mulai mengelupas satu persatu. Ia hanya tinggal menunggu di mana puncaknya ia akan lepas dari yang namanya keraguan, karena Kisselle tahu Geon serius dengan apa yang telah ia lakukan selama ini kepada Kisselle.

Hingga mereka pun sampai disebuah tempat makan yang cukup ramai. Geon memilih duduk di sebuah meja yang dekat dengan jendela, dan Kisselle pun duduk di hadapan Geon dengan perasaan campur aduk. Pasalnya Geon terus menatapnya dengan tajam tanpa merasa malu. Justru Kisselle yang malu karena tatapan Geon yang terasa seperti mengulitinya. Kisselle pun berdehem dan memalingkan wajahnya untuk sekedar membuat dirinya merasa sedikit aman dari tatapan itu. Padahal ada meja yang menjadi penghalang di antara mereka. Namun tetap saja itu tidak berpengaruh, pada akhirnya Kisselle menyerah dan balas menatap Geon sama tajamnya.

KISSELLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang