Bab 20

112K 5.3K 106
                                    

Kisselle terpaksa keluar dengan keadaan tanpa memakai pakaian dalam. Dengan handuk yang masih menutupi tubuhnya yang sudah mamakai pakaian, Kisselle berjalan ke arah lemari. Dari sudut matanya Kisselle dapat melihat Geon tengah duduk di pinggiran tempat tidur seraya memegangi lengannya yang terjepit pintu. Ada rasa bersalah yang menghinggapi Kisselle, namun ia tidak menunjukannya. Ia memilih untuk mengambil pakaian dalamnya dan kembali ke kamar mandi lalu memakainya dengan cepat.

Kisselle menghampiri Geon yang tengah berbaring dengan tangannya yang dia simpan di atas perut dan terlihat garis merah dan sedikit bengkak di sana. Duduk di tepian, Kisselle menatap Geon yang juga tengah menatapnya. "Bapak laper gak?" tanya Kisselle. Suaranya mengalun lembut karena merasa bersalah setelah melihat tanda di tangan Geon yang tampak menyakitkan.

"Nggak," jawab Geon menatap Kisselle dengan tatapan yang sulit diartikan. Kisselle pun terdiam, ia tidak menemukan kata yang harus ia rangkai. Ia tidak biasa berada dalam situasi seperti ini.

"Kamu lapar? Ayo saya temani makan," ujar Geon sambil bangkit dan turun dari tempat tidur.

Kisselle tidak bergerak sedikitpun, ia hanya mengikuti Geon dengan pandangannya. Dan saat Geon berhenti berjalan tepat di hadapannya, Kisselle langsung menunduk karena malu. Tidak tahu alasan apa yang membuatnya malu, mungkin karena tubuh bagian atas Geon yang tidak ditutupi apapun, membuat Kisselle merasa bahwa Geon seolah memberikannya dan ia adalah pemiliknya sekarang.

"Jadi makan atau tidak?" tanya Geon seraya mengelus kepala Kisselle dan membungkuk untuk menyamai posisi wajahnya dengan wajah Kisselle.

"Bapak pake baju dulu deh, malu nanti kalo ada yang liat," ujar Kisselle sedikit ragu.

Geon pun menunduk melihat tubuhnya lalu kembali menatap Kisselle dan tersenyum. "Ok," ucapnya masih mempertahankan senyum sambil berlalu ke arah lemari untuk mengambil bajunya.

Mereka pun berjalan beriringan ke dapur. Kisselle sendiri tidak banyak tingkah seperti biasanya, ia berubah pendiam. Terutama karena genggaman tangan Geon yang begitu hangat melingkupi tangannya, membuat Kisselle merasa bahwa ia begitu beruntung.
Sampai di dapur, Kisselle langsung mengambil makanan yang ia mau. Menaruhnya di atas meja makan kemudian ia duduk menghadap pada Geon.

"Beneran gak mau?" tanya Kisselle seraya menyendok makanannya.

Geon menggeleng, lalu menopang dagu memandangi Kisselle. "Kamu saja," gumamnya dengan suara yang sedikit serak.

Selama Kisselle memakan makanannya, Geon hanya memandanginya dalam diam. Geon sudah memikirkan matang-matang apa yang akan ia lakukan ke depannya. Hanya saja, ada satu kendala pada rencana Geon, yaitu masalah keturunan. Geon begitu menginginkannya sesegera mungkin, namun tidak bagi Kisselle. Bisa menikahinya dalam waktu dekat saja sudah membuat Geon jatuh bangun, entah dengan pemikiran perihal keturunan. Geon yakin akan lebih sulit daripada perjuangan ketika melamarnya.

"Besok kita pulang ke Jakarta," ujar Geon saat Kisselle sudah menghabiskan makanannya.

"Secepet itu?" tanya Kisselle menaruh Gelas lalu mengusap bibirnya.

"Ya, karena saya ada urusan," jawabnya begitu tenang.

"Soal kerjaan?"

"Iya. Ada proyek besar," jawab Geon. Nada suaranya terlihat sekali bahwa ia sangat bersemangat mengenai proyek tersebut.

Namun itu mendapat respon yang begitu berbeda dengan Kisselle, dahinya mengerut dan matanya menyipit tajam menatap Geon seolah sedang menyelidiki. "Bapak gak serius, kan?"

"Saya serius, kenapa?"

Kisselle mendengus jengah. "Demi apapun kita baru aja nikah dan bapak lebih mikirin kerja?" Ucap Kisselle dengan suaranya yang lantang. Tidak habis pikir Geon masih saja memikirkan pekerjaan padahal hari ini mereka baru saja menikah. Kisselle tidak mengerti jalan pemikiran Geon. "Jadi setelah nikah bapak kayak gini? Gue gak percaya," lanjutnya seraya memalingkan wajahnya.

KISSELLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang