Bab 25

87K 5K 427
                                    

Kisselle benar-benar pergi dari kamar. Ia tidur di kamar tamu yang letaknya tidak jauh dari kamar utama, tanpa menghiraukan panggilan Geon di luar kamar seraya mengetuk pintu. Ia sedang kesal saat ini, ditambah kepalanya pening seperti ada yang menghimpitnya hingga terasa berat. Lengkap sudah penderitaannya untuk malam ini. Memang seharusnya Kisselle lebih bisa menahan diri, ia pun percaya bahwa Geon tidak akan sebegitu kejam berkhianat di depannya, tapi Kisselle hanya tidak percaya kepada Vinnie. Wanita itu begitu sempurna. Diumur yang sudah hampir menginjak kepala tiga dia terlihat seumuran dengan Kisselle, bahkan lebih modis. Mana mungkin pria-pria tidak menaruh ketertarikan terhadapnya. Terutama Geon yang notabene sudah pernah hidup bersama dalam ikatan pernikahan. Tapi entahlah, Kisselle tidak mampu berpikir keras. Ini terlalu rumit baginya.

Dan sekarang tubuhnya menggigil, keringat dingin mulai bermunculan dari pori-pori kulitnya. Padahal Kisselle tidak menyalakan AC, dan selimut yang ia pakai cukup tebal untuk menahan hawa dingin di malam hari yang bahkan tidak seberapa. Kenapa tiba-tiba seperti ini? Kisselle berusaha memejamkan mata, setidaknya dengan terlelap ia tidak akan merasakan sakitnya sejenak dan berharap saat membuka mata nanti tubuhnya sudah lebih membaik.

Tapi itu sama sekali tidak berhasil. Ia terjaga semalaman. Dengan tubuh yang benar-benar lemah, kedinginan, dan sakit. Bahkan untuk menggerakkan lengannya saja Kisselle nyaris tidak mampu. Hingga pagi menjelang, Kisselle masih dalam keadaan yang sama. Ia menatap pintu yang ia kunci semalam, berharap Geon menghampirinya dan membujuknya sehingga Kisselle bisa meminta pertolongan tanpa harus merasa malu. Namun ia rasa jika Kisselle menunggu Geon datang, itu akan membuatnya lebih menderita. Sebaiknya Kisselle mengurangi sedikit saja keras kepalanya, ia harus mengalah untuk menang.

"Pak... sakit," gumamnya hampir tidak terdengar. Tenggorokannya kering, Kisselle membutuhkan air.

Sementara itu, Geon yang tertidur di luar kamar tamu yang Kisselle tempati masih terlelap dengan posisi duduk bersandar pada pintu. Semalaman ia menunggu Kisselle, berharap istrinya melunak sedikit saja. Ia pun khawatir karena Geon tahu tubuh Kisselle terasa panas saat ia membujuknya di kamar ketika berdebat.
Hingga sayup-sayup telinganya mendengar suara rintihan, Geon pun perlahan membuka matanya. Mengerjap beberapa saat lalu kembali menajamkan telinganya. Tapi tidak ada suara apapun. Ia menghela napas, bangkit dari duduknya, berbalik dan menatap pintu yang masih tertutup rapat. "Mungkin dia masih tidur," ujarnya kembali berbalik hendak pergi untuk bersiap-siap ke kantor.

"Pak, sakit... Sakit."

Seketika Geon membeku. Itu jelas terdengar meski sangat pelan. Segera Geon mendekati pintu, menempelkan telinganya di sana. "Shit!" umpatnya begitu mendengar suara tangis Kisselle. Ia tidak akan membiarkan istrinya itu menangis, tidak akan pernah. Setidaknya Geon akan berusaha keras meski ia tahu itu akan sangat sulit. Kalaupun Kisselle menangis, Geon pastikan ia adalah orang yang menghapus air matanya.

"Sayang?" panggilnya sangat jelas kekhawatirannya. Sambil mengetuk pintu Geon terus memanggil Kisselle. "Kamu kenapa, Kiss?" tanyanya. Kembali isakan terdengar begitu pilu dan menyakitkan.

"Sakit,"

Seketika itu juga Geon mundur dan menghantamkan kakinya mendorong pintu. Percobaan pertama, kedua dan ketiga tidak berhasil. Percobaan keempat Geon menggunakan tubuhnya. Kendati ia merasa seperti di hantam sebuah mobil balap yang tengah melaju, Geon tidak peduli itu selama ia mampu dan tentu Kisselle alasannya. Pintu terbuka hingga terdengar bunyi nyaring ketika Geon berhasil masuk ke dalam dengan sedikit terhuyung ke depan. Tatapannya nyalang menemukan Kisselle yang tengah meringkuk dengan wajah basah karena air mata dan keringat.

Geon menghampirinya, ia ikut merangkak ke tempat tidur dan menyentuh tubuh Kisselle yang terasa panas. Ia mengusap wajah Kisselle menyingkirkan rambut yang basah dan menempel pada wajahnya. Di tatapnya Kisselle yang juga menatapnya, Geon merasa begitu sakit melihat Kisselle seperti ini. Ia sudah merasa gagal menjadi suami. Entah sejak kapan Kisselle merasakan sakit, seharusnya Geon mendobrak pintu itu semalam. Ada kalanya Geon harus lebih keras kepada Kisselle, karena sekarang ketika ia melembut dan membiarkan Kisselle menenangkan dirinya sendiri, Geon malah mendapati istrinya sedang kesakitan. Tidak akan lagi, ia tidak peduli jika Kisselle benci pria posesif, itu karena Geon menyayanginya.

KISSELLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang