Seumul-yeoseot

290 44 0
                                    

"Oppa" kataku pada kakaku yg sedang menyuapiku.

"Hmmm" iya hanya bergumam saja.

"Ayo ajak aku jalan, aku bosan berbaring terus" kataku memelas.

"Tapi hyo, bagaimana kalau sakitmu kambuh." Katanya menatapku serius.

"Aniyo, tunggu sebentar. Nanti kalau ada perawat tanyakan padanya." Kataku lalu lanjut memakan bubur yg tak berasa yg ia suapkan padaku.

"Baiklah." Katanya tersenyum kearahku.

Tak lama seorang perawat masuk kekamarku, ini jadwal untuk obatku.

"Suster, bisa tidak aku berjalan-jalan.?" Tanyaku pada suster yg sedang menyuntikkan cairan berwarna merah di kantong impusku.

"Nona jihyo, itu tidak mungkin. Kau harus tetap terhubung dengan tabung oksigen ini" katanya masih fokus pada pekerjaanya.

"Ayolah sus, aku bosan disini. Lagipun kan ada tabung oksigen yg bisa dibawa kemana-mana, dulu di london aku bisa jalan-jalan" aku menatapnya memelas.

"Tapi..."

"Kau ingin jalan-jalan princess?" Suara berat mengagetkan kami ber3.

"Samchon! Bolehkah samchon?" Tanyaku penuh harap pada sahabat appaku yg juga dokter yg menanganiku.

"Tentu saja, samchon akan mengatur tabung oksigen kecil dan kursi roda untukmu. Bersabarlah sedikit ya" tanyanya lalu membelai rambutku.

"Ne, gomawoyo" kataku tersenyum lebar.

"Ya sudah paman akan mengurusnya dulu ya, suster ayo ikut saya" setelahnya minho samchon berlalu bersama suster itu.

"Oppa liatkan, ajak aku keliling rumah sakit ini aja oppa" kataku menatap senang oppaku.

"Baiklah, kau istrahatlah sebentar. Oppa akan kembali nanti, lagipun sebentar lagi pacarmu itu pasti akan datang" katanya lalu bangkit menuju pintu.

"Oppaaa" teriaku.

Setelah 5 menit, perawat yg sama datang membawa kursi roda dengan tabung oksigen dibelakangnya. Dibelakang perawat itu, bukan mingyu tapi sungjae sudah datang dengan senyum mengembangnya.

"Hai, bagaimana kabarmu hari ini" sapanya padaku.

"Baik, loh, mingyu kemana?" Tanyaku tak melihat namja yg sudah resmi menjadi kekasihku seminggu ini.

"Aaa kekasihmu itu, ada urusan mendadak bersama keluarganya. Ia memintaku menemanimu" kata sungjae duduk disampingku. "Untuk apa itu?" Tanyanya melirik kearah kursi roda yg tadi dibawa perawat.

"Oh itu aku ingin jalan-jalan, tapi oppaku lama sekali sih jalanya" rungutku.

"Yasudah sama aku aja" tawarnya.

"Baiklah, bantu aku turun" kataku mengulurkan tanganku padanya, dengan bantuan perawat aku sudah duduk manis di kursi roda.

Dengan kantong impus terpasang di besi yg ada dikursi roda dan juga selang oksigen menempel dihidungku. Rasanya memang tak nyaman, tapi setidaknya aku bisa jalan-jalan.

"Suster liat oppaku tidak?" Tanyaku pada suster yg masih berdiri disampingku.

"Oppamu ada diruangan dokter song" katanya lalu pamit untuk keluar.

"Jae, antar aku keruangan dokter song lebih dulu ya. Aku akan ijin pada oppa dulu" kataku pada sungjae yg sudah siap mendorongku.

"Baiklah tuan putri" katanya lalu tertawa.

Ruangan minho samchon cukup jauh dari ruanganku, aku dan sungjae asyik bercanda selama di perjalanan. Saat sampai didepan ruangan yg pintunya agak terbuka, aku mematung mendengar pembicaraan kedua orang didalam ruangan itu.

"Junggie-ya berhenti memaksa samchon, kau tau jawabanya kan" terdengar suara minho samchon sedikit tegas.

"Aku mohon samchon, aku rela memberikan jantungku asal jihyo bisa tetap hidup" kata-kata junggie oppa, seakan menghempaskanku kedasar jurang tertinggi. Jantung, ada apa dengan jantungku.

"Jung, itu tidak mungkin. Walaupun jantungmu cocok untuknya, samchon tetap tidak bisa melakukanya. Resikonya sangat besar, bisa saja kami kehilangan kalian berdua. Lagipun donor dari manusia yg masih hidup menyalahi aturan dan tidak akan diterima" aku bisa mendengar suara isakan junggie oppa, aku tak pernah mendengarnya menangis seperti itu, kecuali dihari kematian eomma.

"Maafkan samchon jung, tapi samchon akan berusaha membuatnya bisa beratahan lebih lama" saat ini aku yakin ada yg tak beres dengan diriku, aku mengerti alasan oppa dan appa menyembunyikanya dariku. Tapi ini tentang hidup dan matiku.

"J..jae ayo kita pergi" kataku lirih pada sungjae yg sejak tadi hanya diam ikut mendengarkan pembicaraan kedua orang itu.

"Kita kemana hyo?" Tanyanya memecah keheningan diantara kami.

"Bawaku ke atap jae" kataku setelah berpikir beberapa saat. Sungjae membawaku ke lift yg langsung keatap.

Aku bersyukur tak ada seseorangpun diatap selain kami berdua, aku masih diam termenung. Bingung harus seperti apa menanggapi berita yg beberapa menit yg lalu kudengar, sungjaepun hanya diam saja di bangku panjang disampingku.

Awalnya aku hanya diam, lama-lama air mata itu mengalir dengan sendirinya. Bukan kematian itu yg aku takutkan tapi memikirkan bagaimana appa dan oppaku jika aku pergi, yg membuatku menangis. Bahkan sekarang aku punya mingyu, bagaimana mereka setelah aku pergi. Aku mengusap air mataku, aku tahu suatu saat hal ini akan terjadi. Tapi tak kusangka saat aku berada disaat ini, sangat sulit untuk merasa baik-baik saja.

Cukup lama kami diatap itu, tak ada yg bersuara. Sungjaepun hanya diam, aku tak tahu apa yg ada dikepala namja yg beberapa minggu yg lalu kutolak pernyataan cintanya, namja yg masih saja mau menjadi sahabatku.

"Jae, apa kamu akan merindukanku jika aku mati?" Tanyaku memecah keheningan.

"Yakk jangan berkata seperti itu" ia tersentak dengan pertanyaanku.

"Jawablah, aku serius. Lagipun kau tadi mendengarkanya bukan" kataku menatapnya sendu.

"Ji, bisa tidak kita tak membahas itu. Dan jihyo kau takkan mati secepat itu" katanya lalu mengenggam tanganku.

Aku hanya diam saja, aku ingin mempercayai kata-katanya itu. Tapi itu sangatlah sulit.

"Sebaiknya kita turun, oppamu akan bingung kalau kita terlalu lama" aku hanya mengangguk, setelahnya ia berdiri dan mendorong kursi rodaku.

"Dari mana saja sih hyo?" Tanya junggie oppa saat baru saja aku masuk kekamarku.

"Mianhe hyung, aku mengajaknya jalan-jalan keliling tadi" kata sungjae menjawab pertanyaan oppaku.

"Ya sudah, ayo kembali ketempat tidur. Katanya mendekatiku" aku hanya diam saja, aku bisa melihat junggie oppa menghindari tatapanku. Ia mencoba menyembunyikan mata sembabnya.

"Hyung, biar aku saja mengangkat jihyo" kata sungjae ingin mengangkatku.

"Gak usah, aku bisa sendiri koq" kataku lalu memasang senyum palsu diwajahku.

"Jangan menolak, kau pasti kelelahan. Ayo jae angkat dia" kata jung oppa. Sungjaepun mengangkat tubuhku dan membaringkan ke tempat tidur.

Setelahnya sungjae pamit pulang, sedang aku berpura-pura tidur. Aku tak ingin berbicara dengan junggie oppa saat ini, aku takut tak bisa menahan air mataku. Untunglah jung oppa memilih untuk berbaring di sofa.






Anyyeong..... tyan mau ngucapin makasih buat 2K readers buat cerita ini,, terharu gila tyan mah... ada yg baca cerita tyan ini 😢😢😢

Guys, maaf ya part ini kagak ada romantisnya. Tyan lagi melow jadi gak ada mood buat bikin yg romantis... 🤔🤔 part depan deh, InsyaAllah tapi ya,, tyan kagak mau janji juga 😅😅😅 takut masih gak mood 😂😂😂...

Gomawo buat yg udah mau baca dan vomment.... 😘😘😘 maafin kalau cerita tyan kurang bagus, dan agak maksa.... 😂😂😂😂😂

❤❤❤SARANGHAE❤❤❤

Without word (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang