XXI - GLADIST

2K 136 10
                                    

TEKAN BINTANG DULU😉
TERIMAKASIH 🤓

HAPPY READING 🌼

XXI – GLADIST

Gladist mengurung diri dikamarnya, seharian ini dia pakai waktunya untuk menangis di dalam kamar. "Kenapa takdir menyatakan gue harus seperti ini?" ujar Gladist diselangi tangisannya.

''Kenapa Gisel harus kembali" lirih gadis itu.

Gladist membuka galeri ponselnya disana ada foto Gilang yang diam-diam di potret ketika Gilang sedang mengobrol dengan teman-temannya.

"Gilang...." rintih Gladist.
Pintu kamar Gladist tiba-tiba terbuka dan menampakan Gina - Mamanya yang menatap anaknya dengan khawatir.

"Gladist, kamu jangan nangis terus dong. Nanti badan kamu makin melemah sayang" ujar Gina sambil berjalan dan mendekati anaknya yang tengah menangis di lantai.

Gladist menggeleng. "Biarin Ma. Biarin Gladist mati aja sekalian toh hidup Gladist udah nggak ada gunanya lagi" Gladist mamandang Gina dengan nanar.

"Gladist hidup cuman bisa ngerepotin Mama doing, maafin Gladist Ma" sambung Gladist sambil menangis.

"Kamu jangan gitu sayang" Gina mengusap-usap surai lembut anak nya. Mata Gina membulat ketika mendapati rambut Gladist yang mulai rontok.

"Gladist, ayo kita ke rumah sakit sekarang!" Gina sangat panik melihat kondisi anaknya. Gadis itu menggeleng lemah. Darah segar pun muncul dari hidungnya dan membuat Gladist pingsan.

"Pak Momo!" Gina memanggil supirnya dengan panik.

"Ada apa nyonya? Non Gladist?" Pak Momo membulatkan matanya ketika melihat Gladist dengan mata yang sudah tertutup apalagi darah yang keluar dari hidung Gladist.

"Cepetan bawa ke rumah sakit, Pak" Pak Momo mengangguk dan segera membawa Gladit ke rumah sakit yang biasa menangani Gladist. Gina sangat panik melihat kondisi anak nya yang semakin hari semakin memburuk.
Sekarang Gladist berada di ruang ICU dan sedang ditangani oleh Dokter. sedari tadi Gina mondar-mandir tidak jelas di depan ruang ICU.

"Mama yakin kamu pasti kuat Gladist."

Tak lama kemudian Dokter pun keluar dari ruangan "Gimana dok?" tanya Gina dengan khawatir.
"Kanker yang di derita pasien sudah mencapai stadium 3. Saya berharap ada keajaiban yang dapat menolong pasien dan buatlah pasien merasa bahagia setiap harinya  setidaknya itu akan membuat pasien melupakan penyakitnya" jelas Dokter Dani lalu pergi.

Gina shock mendengar penjelasan Dokter yang menangani Gladist. Air mata Gina tidak bisa ditahan lagi, ia menangisi putrinya yang sedang terbaring lemah di ruangan serba putih itu. Gina mencoba untuk menghubungi Gisel yang kebetulan gadis itu sedang berada di Jakarta  karena Gina tahu Gisel adalah teman baik Gladist ketika mereka masih SMP.

Jeda beberapa menit Gisel datang ke rumah sakit dan menemui Gina yang sedang menangis. "Tante, Gladist dimana?" tanya Gisel dengan raut wajah yang menampilkan ke khawatiran yang mendalam.
Gina menuntun Gisel yang dan menunjukan Gladist yang sedang terbaring lemah.

"Gladist..." lirih Gisel menutup mulutnya menahan untuk tidak menangis tetapi itu tidak berhasil menahan air matanya agar tidak terjatuh.

"Kanker yang di derita Gladits sudah stadium 3 dan dokter memvonis umurnya sudah tidak akan lama lagi" jelas Gina dengan sendu.

Gisel menggeleng "Enggak tan! Enggak mungkin! Gisel yakin Gladist pasti kuat! Gladit nggak akan ninggalin kita!" ujar Gisel menguatkan dirinya sendiri sambil menagis.

GILANG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang