28 - Perundingan

9.3K 1.2K 230
                                    

"Jin hampir saja membunuhku." Kini, Sowon ada di apartemen Namjoon. Dia terus saja menangis ketakutan karena mengingat kejadian tadi. "Dia tidak mau punya bayi, dan dia menyuruhku untuk menggugurkan anaknya sendiri."

Namjoon yang mendengar itu, lantas mengusap punggung Sowon tanpa bicara apa-apa. Sedaritadi, dia mendengar Sowon bercerita mengenai rumah tangganya yang jauh dari ekspetasi Namjoon selama ini.

"Aku takut saat dia bangun nanti, dia kembali mencariku untuk membunuh bayi ini. Itu sebabnya aku tidak ingin pulang ke rumah, hiks. Aku tidak bisa pergi ke rumah salah satu di antara teman-temanku karena aku takut mereka tidak ada di rumah atau sedang pergi. Satu-satunya yang bisa kuhubungi tinggal dirimu."

"Apa orangtuamu tahu jika Jin sering memukulmu?" tanya Namjoon pelan yang langsung dibalas gelengan Sowon.

"Tak ada yang tahu semua hal buruk yang aku alami selama hidup dengan Jin selain Soo Hyun. Dia satu-satunya tempatku untuk bercerita saat aku punya masalah dengannya."

"Kenapa kau tidak berpisah dengannya saja? Kau tahu kan hidup dengan orang seperti dia itu tidak bisa diprediksi. Kau bisa saja dibunuh kapanpun dia mau."

"Aku sudah seringkali meminta cerai. Namun dia tidak pernah mau. Aku juga sudah tidak tahan hidup dengan dia, aku ingin hidup normal seperti orang lain. Aku ... aku menikah dengannya karena aku ingin dilindungi dan dicintai, hiks, bukan dipukuli atau diancam dengan alasan jika dia tidak mau kehilanganku." Sowon mengelap airmatanya.

"Jika aku tahu seperti ini, aku tidak akan merelakanmu menikah dengan lelaki seperti dia. Brengsek," desis Namjoon, emosi setelah mendengar perkataan Sowon. "Apa dia sakit jiwa?"

Sowon menoleh ke arah Namjoon, teringat kalimat yang dia teriakkan pada Jin sebelum akhirnya lelaki itu terlihat menahan sakit di kepalanya dan jatuh pingsan. Seharusnya Sowon tidak bicara jika Jin sakit jiwa, gila, dan tidak waras, karena itu pasti menyakiti hatinya. Namun, Sowon terlalu ketakutan sehingga tidak bisa berpikir jernih dan tidak punya waktu untuk sekedar menyaring ucapannya.

"Dia mengalami trauma di masa kecil. Namun aku hanya tahu mengenai cerita tentang adiknya. Selain itu, dia masih merahasiakan semua dariku. Tapi yang aku tangkap dari semua itu, dia tidak mau kehilangan. Aku ingin terlepas darinya, tapi aku juga kasihan melihat dia berjuang sendirian untuk sembuh. Aku kasihan karena dia tidak punya siapapun yang bisa memahami semua perilaku dan keluhannya selain aku. Aku kasihan melihatnya hidup sendirian, aku harus apa, Namjoon?" Nada bicaranya bergetar. Wanita itu menutup wajah dengan kedua tangan, mengingat Jin sendirian di rumah dan tergeletak di lantai marmer yang dingin membuat Sowon merasa bersalah dan ingin kembali ke sana untuk memastikan jika Jin baik-baik saja. Tapi jika dia ingat kalau Jin hendak membunuhnya, Sowon jadi takut sendiri.

Namjoon terdiam sebentar, kemudian menunduk dan berkata, "Kau mencintai lelaki itu?"

Cinta?

"Aku bahkan tidak tahu aku mencintainya atau tidak," bisik Sowon. "Sulit untukku memahami cinta dan benci karena keduanya beda tipis."

Namjoon menghela napas lelah. "Kau tahu? Orang sepertimu pantas mendapat yang lebih baik dari lelaki seperti Jin, Sowon. Saranku, tinggalkan dia. Kau bisa memulai hidup baru dengan seseorang yang menerimamu dan anakmu apa adanya. Kau tidak bisa terus-terusan bertahan di sisi laki-laki itu."

"Tapi ...."

"Jika orangtuamu tahu semua ini, aku yakin dia akan mengatakan hal yang sama denganku." Namjoon memotong ucapan Sowon. "Orangtuamu sudah melepas dan mempercayakan Jin untuk melindungi dan memberikanmu cinta karena mereka yakin Jin bisa membuatmu bahagia. Tapi, jika semua tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan, mereka pasti tidak akan tinggal diam. Kau tidak pantas untuk diperlakukan seperti ini olehnya karena kau itu berharga, Sowon."

Obsesif [Jin-Sowon] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang