35 - Kesempatan

10.8K 1.2K 123
                                    

"Jin, kau boleh bersedih, tapi jangan seperti ini. Itu akan memberatkan ibumu untuk pergi ke alam yang sebenarnya." Sowon mengelus punggung Jin. Sejak setengah jam lalu, sama sekali tak ada tanda-tanda Jin mau meninggalkan tempat pemakaman ini.

Sang mama dimakamkan di dekat kuburan adik dan papanya Jin. Tempat yang baru sekarang Sowon tahu letaknya di mana.

Jin hanya mampu terdiam dan mengelus gundukan tanah merah yang ditaburi bunga-bunga. Tak ada lagi tetes air mata yang turun sejak dia sampai rumah sakit. Bukan karena Jin tidak merasa sedih, tapi karena dia terlalu sedih sampai-sampai tidak bisa menangis lagi.

"Ya, kau benar." Jin menanggapi ucapan Sowon. Lelaki itu menghela napas berat, perlahan berdiri dan mengulurkan tangan pada wanita yang masih berjongkok di sebelahnya. "Ayo kita pergi dari sini."

Melihat itu, Sowon tersenyum tipis sembari membalas uluran tangan Jin. Sowon perlahan berdiri dengan satu tangan yang lain memegang perut buncitnya.

Mereka berdua berjalan meninggalkan area pemakaman tersebut dan masuk ke dalam mobil Jin yang parkir tak jauh dari sana.

"Maafkan aku karena membuatmu harus menemaniku ke sini," ucap Jin selesai dia dan Sowon memakai sabuk pengaman. "Acara di gedung itu sampai jam berapa?"

"Mereka menyewa tempat itu sampai pukul tiga sore." Sowon menyalakan ponsel dan melihat jam menunjukkan pukul lima. "Acaranya sudah berakhir dua jam lalu."

Tak terasa, sudah sekitar 5 jam Sowon menemani Jin mulai dari ke rumah sakit, menunggu Jin mengurus jenazah mamanya, menunggu sedikit keluarga Jin yang sekiranya sudi untuk ikut mengantar jenazah sang mama ke tempat terakhirnya.

Tidak banyak yang datang ke makam, mereka menunggu satu jam namun keluarga Jin yang hadir hanya lima orang saja. Mereka hanya mengucapkan duka cita atas kematian wanita itu pada Jin, menyapa Sowon sekilas, kemudian langsung pulang setelah tubuh mama Jin selesai dimakamkan.

Tak ada pelukan, tak ada tangisan, mereka semua lebih terlihat seperti orang-orang yang dibayar setelah melakukan kegiatan pura-pura. Rasanya menyedihkan diabaikan oleh keluarga, dan Sowon tidak yakin bisa sekuat itu bila dia berada di posisi Jin.

"Kalau begitu, aku antar kau ke rumah, ya?"

Sowon menggeleng. "Aku tidak ingin ke rumah."

Jin yang mendengar ucapan Sowon, kaget. "Lalu kau mau ke mana?"

Wanita itu mengeluarkan sesuatu dari dalam dompetnya, menunjukkan sesuatu pada Jin. "Bagaimana kalau malam ini kita menginap di rumah kita yang dulu? Apa kau mau?"

Jin menautkan alis, bingung harus menjawab apa selain ya. Tentu saja, dia juga ingin bersama Sowon.

"Apa kau tidak mau?" Sowon mengubah raut wajahnya menjadi agak sedih. Belum sempat dia melanjutkan ucapan, Jin sudah lebih dulu mengendarai mobilnya menjauh dari tempat itu menuju rumah mereka.

***

Sowon membuka kunci rumah, kemudian menyuruh Jin untuk masuk ke dalam.

Sejak dia menginjakkan kaki di teras rumah, Jin merasa rumah ini seperti bukan rumah kosong yang sudah tidak dihuni selama dua bulan. Rumah ini tampak seperti biasa, terawat dan bersih.

"Duduklah di sana. Aku akan membuatkanmu teh hangat," ucap Sowon setelah dia membantu Jin membuka jas hitamnya.

Jin benar-benar bingung. Sikap Sowon seolah sama seperti saat dulu mereka masih tinggal bersama. Setelah Jin pulang kerja, Sowon akan membantunya melepas jas, kemudian melayaninya dengan baik.

"Apa teh itu adalah teh dua bulan lalu yang masih tersimpan di lemari dapur?" tanya Jin dengan polos, dan tentu saja mengundang tawa dari wanita jangkung yang berdiri tak jauh darinya.

Obsesif [Jin-Sowon] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang