Sejak siang tadi, Sowon tidak bisa apa-apa selain hanya berbaring di balik selimut dan memejamkan mata meski tak sepenuhnya terlelap. Tubuhnya sakit, badan wanita itu juga panas entah kenapa.
Jin datang dengan tangan yang membawa kantong plastik berwarna hitam. Berisi sekotak bubur dan obat penurun demam.
Wanita itu tidak mau bicara pada Jin dan memilih memunggungi suaminya. Sowon merasa marah dan bersalah secara bersamaan. Dia benci dirinya yang tidak pernah bisa benci pada Jin dalam waktu lama, dia juga benci karena melihat Jin terluka seperti itu karenanya.
Sowon merasakan jika ranjang sebelahnya bergerak disusul dengan tangan sang suami yang menyentuh bahu Sowon. "Aku sudah membelikan bubur untukmu. Makanlah."
Wanita itu membuka mata, namun tidak mau berbalik atau menjawab perkataan Jin. Dia takut, jika melihat wajah Jin untuk kesekian kali, dia akan luluh dan memeluk lelaki itu untuk meminta maaf padanya.
Menunggu Sowon beranjak dari tidurnya, namun tak ada tanda-tanda dia akan melakukan itu. Jin menghela napas dalam, kini dia berdiri dan bicara dengan seseorang yang masih memunggunginya. "Mungkin kau masih marah padaku, tapi jangan abaikan kesehatanmu. Makan dan minum obat, jika kau butuh aku ... aku ada di lantai bawah."
***
"Apa yang sebenarnya ada di dalam otakmu?" Tak ada lagi rasa hormat pada seseorang yang Jin panggil dengan sebutan mama. Lelaki yang kala itu masih menginjak bangku SMP, harus melihat penderitaan adik perempuan yang hanya beda satu tahun darinya untuk dijadikan sebagai bahan taruhan. "Ma, berhentilah seperti ini. Berhenti membawa kami ke dalam semua masalahmu."
"Lebih baik kau diam saja, Jin. Kau dan ayahmu itu sama. Tidak tahu diuntung dan hanya menyusahkanku saja. Kau boleh protes jika kau bisa menghasilkan uang banyak untuk keluarga."
Sumber dari rasa trauma Jin adalah ibu kandungnya sendiri. Dulu saat keluarganya baik-baik saja, sang ibu begitu menyayangi Jin, adiknya, serta suaminya dengan tulus. Namun semenjak sang ayah didiagnosa menderita penyakit kanker, kondisi keuangan mereka menurun drastis dan jadi jatuh miskin. Sang ibu berjuang sendirian menghidupi dua anak juga suaminya, dan uang yang dia dapat hanya bisa digunakan untuk makan dan membiayai obat ayahnya.
Lama-lama, ibunya memilih masuk ke dalam dunia malam agar bisa mendapat kekayaan dengan cepat. Dia diperkenalkan dengan tempat bernama kelab malam oleh teman satu sekolahnya dulu. Awalnya dia ragu untuk menjadi seorang pelacur, namun kemudian dia menjadikan pekerjaan itu sebagai pekerjaan utama.
Karena uang, ibunya Jin jadi berubah. Dia lebih memilih jalan bersama pelanggannya, makan siang di restoran mewah, dan membiarkan anak beserta suami penyakitannya terlantar di rumah padahal mereka juga membutuhkan asupan makanan.
Dia jadi seorang penggila seks, tak ragu lagi membawa tamu langganannya ke rumah. Mengusir suaminya yang hanya bisa berbaring lemah di tempat tidur dan menyuruh Jin memindahkan ayahnya agar tinggal di gudang belakang saja.
Ibunya juga jadi suka taruhan judi. Awalnya hanya taruhan uang biasa sampai akhirnya dia ketagihan dan mulai mencoba menjadikan yang lain sebagai jaminan. Bahkan dia juga pernah menjadikan rumah yang merupakan tempat tinggal mereka sebagai taruhan.
Karena kehausannya akan uang, wanita itu menjadikan putrinya sendiri sebagai bahan taruhan. Jika dia kalah berjudi, maka adiknya Jin akan melayani para pria hidung belang yang merupakan teman-temannya sendiri secara bergilir. Sementara jika dia yang menang, dia akan mendapat uang 100 juta.
Dengan penuh keoptimisan, Ibunya Jin yakin dia yang menang. Adiknya Jin tentu saja menolak mentah-mentah. Dia tidak mau masa depannya hancur karena taruhan sang ibu bila wanita itu kalah, namun ibunya malah memukuli tubuh anak perempuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesif [Jin-Sowon] ✔
Fanfic[MAAP KALO BANYAK KURANGNYA, INI BUKU EP EP SAYA BUAT PAS MASIH BOCIL GAK DIREVISI, MAKASIH ATAS PENGERTIANNYA🙏] Apa yang akan kamu lakukan jika mempunyai suami yang terlalu posesif dan terobsesi denganmu? -Sowon, 24th -Jin, 30th UDAH TAMAT!