25 - Bicara

8.7K 1.1K 115
                                    

Sowon mengambil satu buah pil pencegah hamil yang selalu ia taruh di laci meja, kemudian membawanya ke kamar mandi dan membuang pil itu ke wastafel dengan kran menyala agar pilnya masuk ke lubang air dan menghilang.

Sejak tahu dirinya hamil, Sowon selalu melakukan hal ini. Dia tidak mungkin membuang pilnya secara langsung karena itu akan membuat Jin curiga. Jadi, dia bertingkah seolah masih rutin meminum pilnya, padahal Jin tak tahu jika setiap hari Sowon membuang pil pencegah hamil itu satu-satu.

Setelah dari kamar mandi, wanita jangkung ini kembali duduk di pinggir ranjang dan meminum segelas air hingga tandas. Dia menunggu Jin datang, suaminya sedang keluar sebentar untuk membeli pil baru karena pil pencegah hamil Sowon yang sekarang sudah hampir habis.

Kemarin saat Jin marah karena Daehwi mengompol, Sowon membawa anak itu keluar kamar dan pergi ke kamar Tantenya. Untung saja, sang tante mengerti dan malah berterimakasih karena Sowon sudah menjaga anaknya dari kemarin dan membiarkan Daehwi tidur bersama Sowon dan Jin. Dia menyuruh Sowon kembali ke kamar dan tidak perlu mengkhawatirkan Daehwi lagi karena bayi itu akan kembali tenang jika diberi ASI.

Sesampainya di kamar, dia lihat Jin duduk di sofa dan menatap Sowon dengan tajam. Wanita itu pura-pura tidak melihat suaminya. Dia langsung bergerak menuju lemari, mengambil seprai baru, dan mengganti seprai bekas Daehwi buang air kecil tadi.

"Lain kali aku tidak mau melihat ada bayi di dalam kamar, mengganggu saja," ucap Jin dengan nada datar saat Sowon tengah merapikan bantal kembali ke posisi awal setelah sprei yang baru dipasang.

'Sampai kapan aku harus berbohong?' Sowon menunduk, kemudian mengelus perutnya yang masih tampak rata. Dia tidak punya waktu untuk periksa, karena Jin tidak memperbolehkan Sowon keluar tanpa suaminya itu.

Sowon menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka dan terlihatlah sosok Jin yang kini kembali menutup pintu, berjalan mendekat ke arah istrinya. "Ini, simpanlah."

"Terimakasih." Sowon menerima plastik putih berisi pil itu sembari menarik kedua sudut bibir ke atas, kemudian memasukkannya ke dalam laci. Sementara, Jin melepas jaket hitam yang dia kenakan dan menyampirkannya di kepala ranjang. "Oh iya, waktu itu aku ingat kau pernah membahas mengenai adikmu ... mm, juga ayahmu."

Mendengar itu, Jin sempat diam sebentar sebelum akhirnya mengangguk. Dia membaringkan tubuh di atas ranjang dengan menggunakan paha Sowon sebagai bantalan kepala. "Kenapa?"

"Mereka dimakamkan di mana? Selama menikah denganmu, aku bahkan tidak tahu siapa nama adikmu." Sowon bicara dengan nada pelan agar Jin tidak emosi. Dia mengelus rambut Jin, memainkannya untuk menghilangkan rasa gugup.

"Rae. Nama adikku Rae," ucap Jin akhirnya. "Dia dimakamkan dekat makam ayahku. Jika aku sudah siap, aku akan memberitahumu."

"Lalu, ibumu di mana?" tanya Sowon lagi.

"Ibuku sudah mati sejak adikku lahir," bohong Jin. Dia tidak suka jika sudah membahas tentang mamanya. "Tapi dia dimakamkan di kampung halamannya."

"Begitu? Ma-maafkan aku, pasti kau sedih ya karena aku menanyakan masalah ini. Kau jadi teringat masa lalumu." Sowon menatap ke arah suaminya. "Tapi aku benar-benar ingin tahu. Karena selama aku menikah denganmu, aku hanya baru bertemu dua saudara laki-lakimu yang datang saat kau melamarku dan saat kita menikah. Apa kau hanya punya mereka?"

"Sejujurnya mereka juga bukan saudaraku."

"APA?" Sowon kaget, jelas saja. "La-lu ... mereka siapa?"

"Anak buahku. Aku menyuruh mereka untuk menjadi saksi saat melamar juga pernikahanku." Jin mengedikkan bahu. "Sudah pernah kubilang padamu jika aku sebatang kara, Sowon. Aku tidak punya siapa-siapa selain kau."

Obsesif [Jin-Sowon] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang