01

6.3K 240 18
                                    


DRAP. DRAP. DRAP...

Langkah gadis itu setengah berlari kini, karena langkah yang mengikutinya pun semakin mendekat. Kakinya yang kini tanpa alas apapun, dan menahan pedih di kakinya sejak tadi...gak menyurutkan langkahnya untuk mencari perlindungan. Dia gak peduli dengan bajunya yang telah tersobek dan rambutnya yang udah gak ketutup lagi. Dia terus berlari, berlari meski terpincang...
.

.

.

.

Tiba dikerumunan orang-orang. Disini sudah mulai terang oleh lampu-lampu...
Orang-orang yang tadi mengikutinya entah kemana. Ini membuatnya sedikit lega.

"Alhamdulillah...." syukurnya.

Sungguh, dia baru menyadari penampilannya kini yang porak poranda, lebih menyedihkan dari seorang pengemis!!

"Agassi, neol gwenchana?" seorang laki-laki memperhatikannya. Tapi...

"Itu dia!!"

Awwhhh! Gadis itu cepat berlari kembali dengan sisa tenaga yang masih dimilikinya.

Dia mencium bau amis. 'Ya Alloh, tolonglah hamba-Mu ini!', isaknya dalam hati.

Dia harus menyeberang. 'Sekarang atau gak sama sekali!', batinnya. Walau taruhannya nyawa sekalipun, daripada dia harus kembali...dia memilih untuk....

"Ppaliwa!" seseorang, entahlah, dia menarik gadis itu masuk ke dalam mobil van hitamnya.

Nafasnya masih terengah, begitu sulit.

"Alhamdulillah....Alhamdulillah...Ya Allohu!!"
Diapun tergugu menangkup wajahnya.

"Minumlah," seorang laki-laki bercat rambut blonde itu mengangsurkan sebotol air mineral.

"Bismillah...."

Gluk. Gluk. Gluk. Gluk. Gadis itu meminumnya hingga tandas.

"Tenanglah, kami orang baik-baik kok." ucapnya selanjutnya.

"What happend to you?"

Gadis itu menggeleng,"Anio..molla. Semua terjadi begitu cepat,"

"Hyung, apa perlu kita ke polisi?" tanya yang satunya, yang berjaket jeans.

"Gak perlu. Dia tampak masih trauma, eung...kita titip dirumah Damii, eotte?"

"Oke. Let's,"

.

.

.

Humaira's pov

"...ireumeun, Humaira. Panggil aku Aira," ucapku.

"Kamu seorang muslimah?" tanya Damii, yang kutau dia pemilik apart ini.

Dia mengobati luka-lukaku dengan telaten. Begitu sampai di apart ini, aku langsung disuruh mandi, membersihkan diri, dan tentu saja agar segala bau amis yang mencemari tubuh dan bajuku segera tersingkir.

"Ne,"
"Kau menyedihkan sekali, Aira.. Apa ada yang bisa kuhubungi?"

Aku tertegun. Yang bisa kuhubungi? Femmy? Cih! Dialah yang telah menjebakku. Kukepalkan tanganku. Astagfirulloh.. Jangan sampe dendam, Aira... Kutekan rasaku hingga sesak yang akhirnya menghasilkan tetesan airmata.

"Arra...gwenchana," dia mengelus punggungku.
Lalu cepat kuhapus airmataku.

"Eoni, kau punya scarf atau apalah untuk menutup auratku yang ini?" tanyaku sambil menunjuk rambutku yang masih baasah.

Sound Of The Atmosphere (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang