14.

995 95 1
                                    

    

*

 

Sejak itu, eomma pun terlihat canggung padaku. Padahal aku nggak pernah menyinggung hal ini. Begitu juga Tae. Mungkin nampak kekanakan bagi yang awam tentang diriku. Lebay!

Aku belum memberi sinyal pada Tae, kalo aku nggak baik-baik aja. Kayaknya aku nggak perlu memberi sinyal juga. Percuma. Toh Tae tetap dengan pendapatnya kalo Jisoo memang harus diberitahu secara perlahan.

Jadi gimana caranya aku bantuin dia, kalo dianya aja nggak mau usaha? Dianya selalu nyamperin cewe itu dan berusaha selalu ada didekatnya? Bukannya nggak mungkin hubungan mereka bisa menghangat lagi?

"Tae, gimana perkembangannya? Kamu udah ngomong?" tanyaku.

"Belum sempet, Umma. Sabarlah," Tae melempar handuk ke rak jemuran.

"Mau sampai kapan?"

"Maksudnya?"

"Ya, mau sampai kapan kamu nunda-nunda gini? Yang ada, kalian jadi makin deket, waktu dan perhatian buat aku udah kamu kasih ke dia. So, yang istrinya kamu itu siapa? Aku atau dia?" aku mencoba nahan emosi agar nggak keterlaluan.

Tae menatapku. Dia hanya mengusap kedua bahuku. Bener-bener deh!

"Tae!"

"Aku masih perlu waktu, Umma." tandasnya.

"Waktu? Lagi? Oh...jjinjja! Ini udah hampir sebulan, Tae. Dan belum ada perkembangan apapun. Lain soal kalo kamu emang nggak niat!" kubalikkan badanku menghadap jendela.

"Umma-ya..." Tae melakukan back hug favoritku. Dagunya disampirkan dikepalaku. Duh! Pendek sekali ternyata aku!

"Ini nggak semudah yang kamu pikirin, Umma. Ya, aku kadang gamang tapi...kita memang harus melalui ini. Eomma pun belum bereaksi apapun. Kulihat kamu sama Eomma malah diem-dieman. Aku nggak tau reaksi eomma selanjutnya,"  ujarnya.

Aku mengembuskan nafas. Kesal, sesak rasanya! Umma....tahan, tahan emosimu.

"Besok aku ke Ittaewon aja dulu." putusku.

"Umma... Kalo kamu pergi, aku gimana? Trus eomma pasti berpikiran yang nggak-nggak. Lalu Jisoo bisa aja ambil kesempatan ini, iya kan? Sabarlah, jebal." posisi Tae masih memelukku.

Ya Alloh... Eottokeyo?? Aku percaya Tae? Nggak. Mungkin baru kali ini dititik ini aku mulai meragukan Taehyung, suamiku. Wajar rasanya kalo aku meragu. Tae nggak memberiku kepastian, nggak memberiku bayangan, kira-kira apa yang akan dia lakukan?

Diapun nggak pernah membicarakan hal itu secara detail. Kalo aku tanya apa yang mereka omongin kalo ketemuan, Tae selalu menghindar.

.

.

.

Seusai sholat shubuh, aku nggak tidur lagi. Entahlah semalam Tae pulang jam berapa. Kubangunkan untuk sahur pun dia tampak ogah. Kami pun jarang sholat berjamaah lagi. Sungguh, gadis itu membawa hawa negatif buat Tae.

Sound Of The Atmosphere (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang