Setelah bermalam di dalam istal, Tagir akhirnya terbangun. Ia mengucek-ngucek kedua matanya dan menguap lebar. Kurcaci itu menyibak kain usang yang digunakannya sebagai selimut. Tagir bangkit berdiri dan segera menyeberangi kandang kuda itu. Sang kurcaci menoleh keluar jendela. Jalan di depan istal itu kosong tanpa ada seorang pun berlalu-lalang.
Tagir kembali memeriksa setiap kandang pada istal itu, tetapi sama seperti kemarin, tempat ini kosong sama sekali. Tagir menggerutu, "Apa kuda mereka tidur di dalam rumah, sial!" Dengan perasaan kecewa Tagir memutuskan untuk meninggalkan tempat bau itu.
Tagir menyelinap ke gang sempit, memanjati peti-peti, dan naik ke atas genting. Di atas sana, Tagir mencium aroma daging bakar dan tumisan bawang. Air liur menetes dari mulut lapar Tagir. Sudah dua hari Tagir tidak makan dan ia tidak akan kuat untuk yang ketiga.
Setelah memastikan arah dari aroma makanan, Tagir melompat turun. Tagir menyelinap dari gang ke gang, sebisa mungkin menghindari manusia. Tagir berhenti dan air liurnya kembali menetes, begitu menemukan asal dari aroma daging itu. Sebuah rumah makan terletak di seberang jalan. Seekor lembu coklat kemerahan tergantung dan menanti untuk disantap di depan rumah makan itu.
Tagir kembali bersembunyi di balik peti. Mata Tagir tak sanggup lepas dari daging lembu itu. Perutnya mulai bergejolak dan air liur memenuhi mulut Tagir. Namun Tagir harus menyeberangi jalan besar penuh dengan manusia berlalu-lalang untuk mencapai sarapannya.
Tagir membulatkan tekad dan menaikkan tudung jubahnya. Dengan cepat, Tagir melangkah ke jalan besar itu. Ia meliuk-liuk dengan gesit dalam keramaian. Kebanyakan orang tidak memperhatikan Tagir. Di mata mereka, Tagir mirip dengan anak kecil karena tubuhnya yang cebol.
Di sampingnya berjalan ke arah yang sama, seorang anak kecil dan ibu yang menarik tangan si anak. Si anak tersentak begitu melihat wajah Tagir. Anak itu tersengut-sengut dan berhasil menarik perhatian ibunya. "Ada apa?" Tanya si ibu dengan kesal.
"Dia jelek sekali," protes si anak menunjuk ke arah Tagir berdiri. Beruntung, Tagir sudah berpindah ke belakang si ibu dan luput dari mata ibu itu.
"Hush! Jangan kurang ajar," sergah si ibu takut ucapan anaknya menyinggung orang. "Cepat!" Si ibu bergegas menarik lengan anak itu dan mempercepat langkahnya. Tagir kembali ke samping si anak.
"Hei, diam atau kukutuk!" ancam Tagir kepada si anak. Si termegap-megap dan mengangguk dalam kengerian.
Mereka bertiga berjalan sampai ke depan rumah makan. Ibu dan anak itu masuk ke dalam, sedangkan Tagir menyelinap ke gang di samping rumah makan. Tagir berputar mengelilingi jalan sempit dan tiba di belakang rumah makan. Ia menyilik dari balik pintu belakang rumah makan yang terbuka. Wah kosong! Tagir membatin dengan girang.
Tagir memberanikan diri masuk ke dapur. Ia menggeledah dapur itu. Daging daging, pikir Tagir semakin lapar. Namun Tagir hanya menemukan karung-karung penuh wortel, tomat, kentang, dan jamur.
Setelah berputar-putar cukup lama, terdengar keletak-keletuk langkah seseorang mendekat. Gawat! Dengan cepat, Tagir menyambar beberapa kentang dari dalam karung di sampingnya. Ia menyelipkan kentang-kentang itu ke dalam saku celana. Sebuah kentang Tagir gigit sebelum berlari keluar.
Pintu terbuka dan juru masuk. Ia terkaget-kaget saat mendapati Tagir. "Hei! Siapa kau!? Anak kecil! Hei, kembali!" teriak juru masak, begitu Tagir melesat keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Aleasah Heroes - Book 1 -
Fantasía(Telah terbit) Lima tokoh, lima petualangan, dalam satu kisah. Ranor, pemuda yang memburu Azmot untuk membalaskan kematian keluarganya. Yohana, penyihir yang bertualang menjaga kedamaian di Aleasah. Sa Mair, pemimpin kaum raksasa yang menjelajah un...