Chap. 23 Sa Mair

48 6 0
                                    

Sa Mair membuka matanya perlahan. Pandangan Sa Mair berangsur-angsur pulih dan ia mendapati lelangit es di atasnya. Sang raksasa terbaring di atas ranjang batu kuarsa dengan tubuh penuh luka. Sa Mair menoleh ke samping dan menelan jeritan karena lehernya terasa seakan terbakar. Terkutuklah anjing itu! Sa Mair membantin, mengingat gigitan serigala di lehernya.

"Grmm.... Sa Mair!" seru seorang raksasa berbulu hitam yang bergegas menghampiri Sa Mair. "Sa Mair terluka, jangan banyak bergerak," saran raksasa itu.

"Grmm.... Var Ther, di mana kita?" tanya Sa Mair lemah.

"Grmm.... Di gua Ra Hag."

"Grmm.... Apa yang terjadi?" tanya Sa Mair.

"Grmm.... Kawanan Ra Hag menyelamatkan kita."

Sa Mair bernapas lega. "Grmm.... Syukurlah, Sa Mair harus berterima kasih." Ia mengerahkan tenaganya untuk bangkit. Namun luka pada leher Sa Mair segera menguras tenaga Sa Mair. Sa Mair tumbang dan kembali terbaring. Sa Mair mengumpat pelan dengan napas yang terengah-engah dan nyeri yang menyiksa.

"Grmm.... Sa Mair perlu istirahat," saran Var Ther.

Tidak lama kemudian, beberapa raksasa masuk ke kamar Sa Mair. Salah satu dari mereka maju ke samping ranjang kuarsa Sa Mair. Var Ther menarik diri begitu melihat raksasa gemuk berbulu putih keemasan itu.

"Grmm.... Sa Mair!" panggil Ra Hag dengan suara besar.

"Grmm.... Ra Hag," balas Sa Mair dan sekali lagi mencoba untuk bangkit.

Ra Hag langsung menahan Sa Mair. "Grmm.... Jangan banyak bergerak Sa Mair. Istirahatlah!"

"Grmm.... Terima kasih Ra Hag," ucap Sa Mair sebelum ia kembali terbaring. "Di mana yang lain?" tanya Sa Mair.

"Grmm.... Mereka aman Sa Mair, Sa Mair tidak perlu kuatir," jawab Ra Hag. Mendengar ucapan Ra Hag, Sa Mair dapat bernapas lega dan akhirnya tertidur.

Pagi yang terik di atas pegunungan Zeot. Ribuan raksasa berlari menuruni lereng gunung. Mereka membawa batang pohon besar. Derap langkah mereka begitu kuat menggetarkan bumi.

Di bawah kaki pegunungan Zeot, ratusan panji-panji Girandir berkibar dari seligi-seligi besi. Puluhan ribu prajurit Girandir berbaris rapat bersenjatakan tombak dan perisai. Di depan barisan itu, barikade kayu runcing telah siap menghalau serbuan raksasa.

Gastav, raja pertama Girandir, menunggangi kuda hitam berada di tengah barisan terdepan. Ribuan pasukan berkuda berplat hitam berada di belakang Gastav menanti perintah sang raja. Gastav mengamati gelombang raksasa itu dengan tatapan dingin. Gastav mengangkat pedang besar baja hitamnya ke atas. Ribuan pemanah pada barisan belakang menyiapkan anak panah mereka dan membidik ke arah raksasa datang.

Dengan satu ayunan pedang Gastav, ribuan anak panah melambung tinggi. Ribuan anak panah itu menghujani prajurit raksasa. Dalam dera anak-anak panah, para raksasa menggunakan batang pohon mereka sebagai perisai. Beberapa raksasa tumbang ketika anak-anak panah memberondong tubuh mereka. Namun hal itu tidak menciutkan nyali para raksasa yang selamat.

Mereka terus berlari menerjang hujan anak panah. Aungan-aungan menakutkan mengiringi langkah para raksasa. Dan dalam waktu singkat, mereka tiba di depan barikade kayu. Mereka menghancurkan barikade itu dengan ayunan keras batang pohon yang dibawa. Dalam sekejap, barikade kayu itu telah porak-poranda.

Raja Gastav memacu kudanya ke depan. Dengan gagah berani, ia memimpin ratusan prajurit berkuda menerjang para raksasa. Sang raja memimpin formasi dan bagai tombak menerobos barisan raksasa. Pedang besar Gastav membantai semua raksasa yang menghadang jalannya. Satu per satu raksasa tumbang oleh pedang Gastav.

Salah satu raksasa berhasil menerjang kuda Gastav. Gastav kehilangan keseimbangan dan terjatuh dari kudanya. Gastav berguling dan bangkit dengan cepat. "Grmm.... Kepung dia!" seru Ka Mair, kakak dari Sa Mair, begitu melihat Gastav terjatuh dari kuda. Dengan perintah dari pemimpin mereka, prajurit raksasa segera mengepung Gastav.

Pasukan kavaleri Gastav mencoba menolong Gastav, tapi para raksasa tidak memberi jalan. Dalam kepungan raksasa, Gastav tak gentar sedikit pun. Pedang besar Gastav berayun kencang dan menyabet tiga raksasa di dekatnya. Gastav berkelebat di antara para raksasa dan menumbangkan lima raksasa dengan tiga ayunan pedang.

Namun hal itu tidak berlangsung lama. Raksasa-raksasa terus berdatangan mengepung Gastav. Serentak para raksasa mengayunkan batang pohon mereka ke Gastav dari segala arah. Gastav menahan tiga serangan dari depan dengan bilah pedangnya, tapi tidak untuk serangan dari belakang. Gastav jatuh tersungkur saat batang pohon pinus menghantam punggungnya. Baju zirah Gastav penyok akibat serangan itu. Dan darah menyembur keluar dari mulut Gastav.

Dengan cepat, Gastav melompat bangkit, berbalik, dan membalas raksasa yang menyerang punggungnya dengan tusukan menembus perut. Raksasa itu jatuh lunglai bagai boneka kain. Namun Gastav harus membayarnya dengan tinju raksasa pada bahu kirinya.

Sementara para raksasa terus menghajar Gastav. Sa Mair yang tertinggal di barisan belakang, menatap jauh ke depan. Mata Sa Mair terpikat pada gerakan prajurit Girandir yang mundur meninggalkan sang raja. Perasaan tidak enak mulai melanda Sa Mair.

"Grmm.... Berhenti!" teriak Sa Mair seraya berlari menuju kakaknya yang jauh di depan. "Mundur!" teriak Sa Mair, tetapi tak satu pun dari raksasa yang mendengarnya. Sa Mair tidak mengerti apa yang akan terjadi. Namun gerakan pasukan Girandir sangat mencurigakan.

"Grmm.... Mundur!" teriak Sa Mair saat cincin batu mirah pada jemari Gastav bersinar terang. Kemilau cincin Gastav berhasil mengejutkan para raksasa dan mereka mengambil jarak dari raja Girandir.

Gastav tertawa terbahak-bahak dan matanya berkilat-kilat. "Musnah kalian semua!" sembur Gastav menggelegar penuh amarah. Api berembus keluar dari cincin Gastav dan menyebar ke sekitarnya dengan cepat. Api Gastav menelan apa pun yang ada di dekat Gastav dan terus berputar membentuk pusaran api. Pusaran api itu menjulang tinggi mencapai langit dan menyedot para raksasa di sekitarnya.

Sa Mair melompat dan memeluk kakaknya. Mereka mengenyakkan diri pada lapisan salju. Sementara raksasa-raksasa di sekitar mereka melayang-layang terhisap pusaran api Gastav.

Aungan ketakutan bersahutan dari beberapa raksasa, sebelum mereka lenyap ditelan api Gastav. Sa Mair bergidik dan mencengkram Ka Mair sekuat tenaga. Kedua raksasa itu terus bertahan, sementara tubuh mereka perlahan terseret ke arah pusaran api Gastav. Sa Mair gemetar dalam kengerian dan memejamkan mata. Panas api Gastav menyengat tubuh Sa Mair dan Ka Mair dan salju di sekitar mereka menguap dalam sekejap.

"Grmm.... Ka Mair...," ucap Sa Mair dengan suara bergetar dan terus memeluk kakaknya. Namun Sa Mair tak cukup kuat. Badan Ka Mair mulai terangkat dan melayang-layang. Ka Mair menjerit dalam kengerian dan wajah pemimpin raksasa itu pucat bukan main. Sa Mair dengan segenap tenaga mencoba menarik Ka Mair. Sa Mair meraung penuh amarah, dirinya tak akan rela kehilangan saudaranya.

Tidak lama, pusaran api Gastav memudar dan bumi kembali tenang. Ka Mair kembali menapak daratan dan tersungkur lemas. Kedua raksasa bermandikan keringat dingin dan wajah yang pucat. Sa Mair memberanikan diri memandang ke arah kehancuran yang dibuat Gastav. Ratusan raksasa yang berada di sekitar Gastav telah menjelma hitam. Sementara ratusan raksasa yang selamat, tergemap-gemap melihat pemandangan itu.

"Mundur!!!" seru Sa Mair kepada para raksasa yang selamat. Sa Mair menarik kakaknya dan berlari kembali ke Zeot. Sementara ratusan prajurit berkuda Girandir mulai mengejar mereka.

The Aleasah Heroes - Book 1 -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang