Chap. 12 Sa Mair

90 7 0
                                    

Jauh di dalam gua pada pegunungan Zeot, pegunungan salju bagian utara Aleasah. Di mana angin berdesir panjang dari rongga-rongga gua, melantunkan nada-nada alam. Di mana kristal-kristal cahaya tumbuh bagai rumput liar, menerangi gua itu. Hiduplah bangsa raksasa, bangsa yang telah bernapas ribuan tahun lamanya. Bangsa yang telah menjelajahi bumi ini sampai ke bagian terdalamnya.

Seorang raksasa berjalan dengan tergesa-gesa dan berlutut di depan batu tinggi. "Grmm.... Sa Mair, sang pemimpin. Rogar dan kelompoknya pergi," lapor seorang raksasa itu kepada Sa Mair yang bermeditasi di atas batu tinggi.

Pada badan pegunungan Zeot, delapan raksasa berlari dengan kaki-kaki besar mereka. Delapan raksasa dengan tinggi dua sampai tiga meter itu terbirit-birit dalam kengerian.

Di belakang delapan raksasa itu, puluhan prajurit berkuda Girandir mengejar mereka. Para prajurit itu menembakkan tombak-tombak dan anak-anak panah ke arah para raksasa. Raksasa pertama tersungkur begitu mata tombak menembus perut raksasa itu, diikuti puluhan anak panah yang mendera punggungnya. Raksasa pertama mengerang dalam kesakitan dan tak lama ia tidak lagi bernapas. Sementara ketujuh raksasa meraung kesakitan saat anak-anak panah menghujani tubuh mereka.

Dengan mudah, para prajurit berkuda Girandir berhasil menyusul ketujuh raksasa. Mereka berputar mengelilingi para raksasa. Sebatang tombak berhasil ditancapkan pada lutut seorang raksasa kedua. Raksasa kedua jatuh mengerang. Dalam sesaat, lima tombak turut menikam tubuh raksasa itu.

Keenam raksasa yang tersisa terpaksa bertarung. Raksasa ketiga menerjang kawanan prajurit, ia berhasil menjatuhkan dua prajurit dari kuda. Namun harus ia bayar dengan serbuan tombak dan anak panah yang merengut nyawanya.

Pertarungan berjalan cepat dan tidak seimbang. Dua raksasa tumbang. Sementara hanya lima prajurit yang berhasil mereka lumpuhkan. Bulu-bulu putih ketiga raksasa telah menjelma merah oleh darah. Anak-anak panah memenuhi tubuh ketiga raksasa yang bertahan. Mereka melaung kesakitan dan terdesak sampai ke dinding tebing.

Para prajurit Girandir dengan santai mengelilingi ketiga raksasa yang sudah putus asa itu. Mereka tertawa dan bergurau selagi menikmati ekspresi ketakutan dari ketiga raksasa. "Hari ini kita pesta!" seru seorang prajurit dan kudanya mencongklang ke arah raksasa di dekatnya.

Tiba-tiba, sebuah batu besar jatuh dari atas dan menindih salah satu prajurit Girandir di barisan belakang. Suara dentuman batu mengejutkan ketiga raksasa dan para prajurit Girandir. Mereka diam tanpa tahu apa yang baru saja terjadi. Tak lama, puluhan batu-batu besar terjun dari atas tebing. Lima prajurit berkuda Girandir tewas tertindih, sementara kuda mereka kabur.

Ketiga raksasa dan para prajurit yang tersisa, mendongak ke atas tebing. Di sana berbaris puluhan raksasa dipimpin oleh Sa Mair. Kedua mata hitam Sa Mair menyorot tajam para prajurit Girandir itu. Barisan raksasa itu mengaung kencang bersamaan. Suara raungan itu menggelegar menjelajah angkasa. Dan menciutkan nyali para prajurit Girandir. Bahkan kuda-kuda prajurit meringkik dan melangkah mundur ketakutan.

Sa Mair melompat turun dari atas tebing puluhan meter. Dentuman kencang yang menggetarkan bumi terdengar saat Sa Mair mendarat. Sa Mair terlihat begitu garang dan mematikan. Para prajurit gagah berani berubah ketakutan melihat Sa Mair. Mereka berputar dan kudanya mencongklang, kabur dari sana. Sa Mair tak mengejar dan membiarkan mereka menyelinap dalam lebat hutan.

Sesaat Rogar merasa lega. Raksasa berbulu kemerahan itu memandangi kelima raksasa yang telah tewas dan beralih ke dua raksasa yang selamat. Rogar tertunduk malu saat Sa Mair berjalan menghampirinya. "Grmm.... Sa Mair," ucap Rogar penuh penyesalan. Kebodohannya telah menyebabkan kematian banyak dari mereka. "Rooo... Gaaar... layaaaak ma-tiii...," lanjutnya terbata-bata.

Sa Mair menatap Rogar dalam-dalam. "Grmm.... Rogar tidak harus mati. Kita telah kehilangan lima raksasa." ucap Sa Mair sembari melayangkan pandangan ke raksasa-raksasa yang tewas. "Sa Mair tidak ingin kita kehilangan satu lagi," tegas Sa Mair dengan suara yang penuh kesedihan.

"Grmm.... Kembalilah," lanjut Sa Mair. "Bangsa kita dalam masa yang kelam. Tapi percayalah pada Sa Mair."

The Aleasah Heroes - Book 1 -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang