Chap. 7 Oscar

104 6 0
                                    

Pintu oak besar berukiran rumit terbuka lebar. Putra mahkota kerajaan Girandir, kerajaan bagian utara Aleasah, masuk dari pintu besar itu. Oscar melangkah mantap dengan penuh karisma pada Aula Trista, aula raja Girandir.

Warna biru kristal yang mendominasi ruangan itu sewarna dengan bola mata Oscar. Oscar menanggalkan sarung tangan putih dan menyimpannya pada saku tunik ungu. Ia menyugar rambut emasnya yang diminyaki.

Jauh di ujung aula, Sang Raja Aughtas, penguasa dari kerajaan Girandir, duduk di atas tahta batu onyx. Tubuh raja tinggi dan besar. Parasnya tua dan menyeramkan, penuh dengan ketegasan. Raja Aughtas terus menatap Oscar dengan bola mata birunya.

Oscar melangkah tanpa terpengaruh sorotan tajam ayah. Ia melirik kedua saudaranya yang telah menunggu di bawah tahta. Mereka telah menanti Oscar sejak satu jam lalu dan terus berdiri tanpa kata-kata.

Clara, kakak perempuan Oscar, hawa dingin tidak pernah menyulitkan Clara untuk berpenampilan menarik. Hari ini, ia mengenakan gaun sutra merah kesukaannya dan berbagai perhiasan emas menggantung pada tubuhnya. Rambut emas Clara yang tergerai epik menjadi pujaan para pria Girandir. Kulit Clara yang seputih salju membuat wanita lain tertunduk malu.

Hansel, adik laki-laki Oscar, ia gagah dan tinggi seperti ayahnya. Hansel mengenakan baju zirah emas dengan simbol kerajaan Girandir, naga merah dalam perisai putih, pada dadanya. Pada punggung Hansel tersampir pedang besar dari logam whitersteel, logam terkuat di Aleasah.

Oscar berhenti tepat di antara kedua saudaranya. Setelah itu, pintu aula tertutup kencang. Ketiga bersaudara saling bertatapan, menoleh ke arah Sang Raja, dan berlutut pada satu kaki. "Yang mulia, semoga kemenangan dan kejayaan menyertaimu selama-lamanya!" salam ketiga anak dengan logat kental.

"Bangkitlah!" balas sang raja dengan suara dalam dan ketiga anak bangkit. Perlahan, sang raja beranjak dari tahta. Dengan elegan, sang raja berjalan dan menempatkan diri pada pancaran surya yang menerobos jendela-jendela tinggi. Sang raja tampak bersinar dalam terpaan cahaya.

"Kerajaan ini, telah berdiri sejak ribuan tahun lamanya. Dibangun dengan darah... dan keringat ribuan pejuang Girandir," tutur sang raja, menyapu aula dengan tatapan serius.

"Sekarang, kita berdiri sebagai kerajaan yang kuat. Berkat alam ganas yang tidak kenal ampun. Dan perang ribuan tahun." Pandangan raja beralih ke ketiga anaknya. "Menyatukan kita dalam satu tujuan sederhana." Ia mengambil jeda sejenak. "Bertahan hidup...." Keheningan meraja begitu sang raja terdiam. Tak satu pun dari anaknya berani menebak arah dari pembicaraan ini.

"Di saat inilah kerajaan kita akan diuji, anakku." Wajah raja berubah murung. "Apakah kita akan terus bertahan. Atau. Bisakah kita membebaskan diri. Dan merebut tanah hijau Esteria?" tanya raja dengan nada perlahan meninggi. "Apakah kita akan membiarkan semuanya! Hanya dinikmati kerajaan Esteria?"

Sang raja melangkah cepat dan berhenti di hadapan ketiga anaknya.

"Aku percaya waktu mereka telah usai...."

Apa yang baru saja sang raja sampaikan tidak lain adalah sebuah pernyataan perang. Kalimat yang telah dinantikan Oscar begitu lama. Darah Oscar mendidih dan jantungnya berdetak kencang. Akhirnya! Oscar membatin.

Dengan cepat, Oscar berlutut kembali. "Akan hamba lakukan apa pun untuk membantu Yang Mulia mencapai tujuannya," ucap Oscar dengan lantang. Clara dan Hansel mengikuti Oscar. Senyum merekah dari bibir Sang Raja, senyum yang tak pernah ia tampakan.

The Aleasah Heroes - Book 1 -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang