1. Abidel

1.9K 268 670
                                    

Abinaya : Del sorry. Zafira minta dianter beli hadiah buat temennya. Kita nontonnya minggu depan aja ya?

Adela : FILMNYA KEBURU HABIS LAH
hapus

Adela : YAKIN TEMENNYA ULTAH? TEMEN YANG MANA?
hapus

Adela : Iya. Gapapa. Gue gak seberapa suka filmnya lagian

kirim

Abinaya : Ok.

***

Adel mendengus kesal setelah membaca pesan terakhir dari Abi.

Ok.

Setelah lagi dan lagi dia membatalkan janji, Abi cuma membalas ok?

Ingin rasanya Adel memakan Abi hidup-hidup.

Tapi nggak mungkin. Karena pertama,Adel bukan kanibal. Dan kedua, Adel jatuh cinta setengah mati pada tetangga samping rumahnya itu.

Beginilah susahnya bersahabat dengan cowok. Pasti terjebak friendzone. Apalagi kalau sahabatmu itu tetangga dekatmu.

Sudah friendzone, tetanggazone pula.

Tapi tunggu. Memangnya ada ya tetanggazone? Ah entahlah, Adel tidak mau pusing memikirkan ada atau tidaknya istilah tetanggazone itu.

Adel merubah posisi tidurnya dari berbaring terlentang, menjadi menghadap kanan kemudian memeluk gulingnya. Tadi dia sudah memutuskan akan mendiamkan cowok itu seharian. Biar Abi tahu bahwa dia kecewa. Biar sekali-sekali cowok itu bingung karena sikapnya.

Tapi sekarang, Adel penasaran apa yang sedang Abi lakukan saat ini.

Adel : Jadi beliin apa buat temennya kak Zafira? Kalian kemana?

Sudah satu jam berlalu sejak chat terakhirnya terkirim. Dan belum juga ada balasan. Bahkan tanda pesan itu dibaca juga belum berubah warna.

"Seneng ya kencan sama Japira," sindir Adel pada chat yang masih terbuka. Seolah-olah sedang menyindir Abi secara langsung.

Dengan tiba-tiba Adel bangun dari tempat tidurnya. Daripada galau, menurut Adel lebih baik dia memberi makan cacing-cacingnya yang sudah demo sejak tadi.

Perlahan dia menuruni tangga menuju dapur. Suasana rumah sedang sepi, karena kedua orang tua dan kakaknya sedang keluar ke rumah neneknya. Tadi sebenarnya Adel diajak juga, tapi Adel menolak karena ada janji dengan Abi.

"Tahu gitu gue ikut ke rumah eyang," keluhnya sambil mengelus perut dengan pelan, "sabar ya cing, habis gini Adel kasih makan. Tapi cuma mie instan. Lebih bikin kenyang ketimbang makan harapan palsu kok,"

Adel memasukkan telur ke dalam air yang mendidih, membiarkannya terebus sampai matang, lalu mulai memasukkan mie kering.

Sambil menunggu mienya matang, dengan hati-hati Adel membuka bungkus bumbu. Dia berusaha sekuat tenaga membuka dengan rapi tanpa gunting yang sejak tadi menghilang.

"Yah kan. Sudah kuduga nih minyak bakalan berulah. Ck," keluh Adel sambil mengelap bumbu minyak yang mengotori tangannya.

Tidak butuh berapa lama mie yang Adel masak sudah siap di hidangkan. Adel menarik salah satu kursi meja makannya, mengucapkan doa dan mulai makan.

Ting tong...Ting tong...

"Kenapa selalu ada yang ganggu setiap Adel mau makan Ya Tuhan?" tanya Adel lalu menarih kembali sendok berisi mie yang sudah hampir masuk ke mulutnya.

Dibukanya pintu depan dengan kasar. Adel lapar, kesal, marah dan orang yang barusan membunyikan bel datang di waktu yang salah.

"Cari siapa?" tanya Adel galak.

Orang yang berdiri di depannya memakai sepatu abu-abu yang familiar.

"Kok masih pake baju jelek gini? Jadi nonton nggak?"

Adel mengusap matanya dengan bingung. Abi ada di depannya. Ini nyata kan?

"Kok disini?" tanya Adel ketika akhirnya dia bisa mengeluarkan suara.

"Oh jadi udah nggak mau nonton beneran? Ya udah. Gue pulang." Abi berbalik bersiap untuk pergi. Tapi tangan Adel sudah lebih dulu menahan ujung bajunya. "Jangan dong. Tunggu gue siap-siap dulu ya,"

Adel setengah menggeret Abi masuk ke dalam rumahnya, memaksanya duduk di kursi ruang tamu. Lalu berlari menuju kamarnya sendiri.

"Jangan lari ntar jatuh Del," teriak Abi khawatir.

Bersamaan dengan ucapan Abi, dari lantai atas terdengar bunyi gedebuk yang cukup keras, disusul suara teriakan Adel. "Gue nggak papa kok Bi."

***

Ketika melihat Adel menuruni tangga, hal pertama yang Abi tanyakan adalah, "mana yang sakit?"

Adel meringis malu. Memperlihatkan telapak tangannya yang sekarang terlihat memerah.

Dengan pelan Abi mengelus tangannya. "Perlu diobati dulu nggak ini? Yang sakit tangannya doang kan? Hati masih sakit nggak?" tanya Abi usil. Dia tahu Adel pasti marah karena dia lagi-lagi mengingkari janji.

Tapi dia pulang secepatnya untuk Adel. Dan bagi Adel itu cukup.

"Nggak," jawab Adel cepat untuk ketiga pertanyaan Abi barusan.

Berusaha menyembunyikan mukanya yang mulai memerah, dia keluar terlebih dahulu mendahului Abi.

"Heh, Adel! Ini pintunya di kunci dulu," teriak Abi saat Adel sudah berada di depan pintu mobilnya.

***

Segini aja duluuu
Terimakasih sudah mau baca ≧∇≦

AbidelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang