18. Abidel

1.2K 111 176
                                    

Warning : part ini panjang loh 😅😅

***

"Hujan saja berhentinya dengan aba-aba, masa kamu berubah tanpa sebab apa-apa."

Sekali lagi Abi mengecek penampilannya di depan kaca. Baju seragamnya sudah tersetrika rapi. Sabuk berwarna hitam. Dasi sudah tergantung di lehernya. Sepasang sepatu hitam. Serta topi yang saat ini sedang Abi masukkan ke dalam tas.

Ini hari Senin dan taruhan mereka setiap minggu masih berlanjut. Abi tersenyum senang, pikirannya sudah membayangkan ingin meminta apa lagi sebagai hadiah kemenangan minggu ini.

Menemani nonton? Abi menggeleng. Adel akan sukarela menemaninya tanpa perlu Abi memohon.

Atau....

Sebuah ide gila seketika terlintas di pikirannya.

Bagaimana kalau meminta Adel untuk tidak berpacaran dengan Keenan. Tidak dengan siapapun. Hanya bersamanya? Abi menggeleng lagi. Idenya barusan memang sangat pantas disebut ide gila.

Dan sebagai sahabat tidak seharusnya dia meminta sesuatu yang terdengar seolah-olah Adel hanya miliknya.

Ketika dengan pedenya Abi menyangka akan menang lagi minggu ini, ternyata dia salah. Sahabatnya itu sudah berdiri di depan rumah dengan seragam lengkap.

"Tumben nih menang?" tanya Abi tanpa bisa  menahan senyuman lebar di wajahnya.

Adel menoleh, lantas memasang wajah sombong. "Sekali-sekali dong," jawabnya sambil melepas salah satu earphone yang terpasang. Abi sempat mendengar reff  lagu Stiches milik Shawn mendes terdengar dari sana. Entah sekeras apa Adel menyetel volume musiknya.

"Jadi mau minta apa?"

"Nanti aja deh, gue simpen dulu ya permintaannya. 'Kan jarang-jarang gue menang Bi," jawab Adel diiringi kekehan geli.

Abi ikut tersenyum.

Dia lantas memiringkan kepalanya untuk menatap Adel. Sahabatnya itu sedang memejamkan mata sambil menghirup napas dalam seolah ingin menyerap oksgen sebanyak-banyaknya sebelum udara bercampur polusi yang tebal. Earphone yang tadi Adel lepas sudah kembali terpasang.

Tanpa sadar, Abi membiarkan Adel begitu saja. Tidak buru-buru mengajaknya berangkat--karena selain masih banyak waktu untuk datang ke sekolah, Abi ingin menikmati suasana pagi ini.

Abi lantas menyandarkan punggungnya di pagar, ikut menutup mata dan menarik napas dalam. Sebentar saja seperti ini. Tidak melakukan apa-apa dan hanya menikmati udara.

"Berangkat sekarang yuk?" ajak Abi setelah membuka mata dan melihat waktu yang ditunjukkan jam tangannya sydah pukul enam lewat dua puluh lima, dan mereka bisa terlambat kalau tidak segera berangkat.

Adel memasang wajah kaget lantas berkata dengan nada menyesal. "Gue belum bilang ya kalau hari ini gue diantar Bang Nohan? Ya ampun, sorry ya Bi. Gue kira lo berangkat duluan soalnya nggak ada suara daritadi.

"Lo nggak berangkat bareng gue?" Ulang Abi.

"Nggak Bi. Bang Nohan lagi baik mau nganterin gue ke sekolah." Adel mengedikkan bahu acuh, lalu melanjutkan. "Kan lumayan gue bisa minta duit jajan nanti." Diakhirinya dengan sebuah kekehan kecil.

Abi mengangguk paham. Alasan Adel memang masuk akal, meskipun sebagian dari dirinya tidak rela. Karena selama ini, setiap hari mereka akan selalu pergi ke sekolah bersama. Sekalipun Abi sedang punya pacar, ataupun saat dia jomblo, berangkat sekolah bersama Adel sudah seperti keharusan.

AbidelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang