Halo!
Perempuan itu duduk menunduk. Tidak berani menatap orang yang sedang duduk di hadapannya. Canggung. Sungkan. Semua menjadi satu. Akhirnya dia memberanikan diri mengangkat wajahnya sedikit, lantas kembali ke posisi awal. Begitu terus sampai makanan yang mereka pesan diantarkan.
Salahnya juga sih yang sejak tadi diam tidak mengajak bicara. Padahal dia sendiri yang mengajak untuk ketemuan hari ini.
Seandainya saja Ryan mau diajak juga, pikirnya seketika.
Pacarnya itu kembali merajuk. Ryan masih tetap tidak mau bertemu dengan Abi. Apalagi untuk minta maaf. Karena itulah, hari ini hanya Laura sendirian di sini. Sedangkan Ryan hanya ikut mengantar dan memilih nonton sendiran daripada bertemu lagi dengan mantan sahabatnya itu.
"Nggak dimakan Ra?" tanya Abi memecah lamunan Laura.
Laura sontak tersenyum kecil. Tangannya meraih garpu dan mulai memakan spageti pesanannya. Benaknya sibuk merangkai kalimat permintaan maaf yang tidak terdengar seperti alasan seolah dia tidak bersalah.
Ya. Itulah tujuannya meminta bertemu Abi pada Sabtu ini. Untuk meminta maaf sekaligus menyelesaikan kesalahpahaman dan masalah yang ada pada mereka.
***
Abinaya hanya berpura-pura fokus pada makanan yang ada di atas meja. Padahal fokusnya jelas-jelas berada pada perempuan yang ada di depannya ini. Perempuan yang tiba-tiba kembali muncul lalu mengajaknya untuk bertemu. Perempuan yang selama ini mati-matian dia hidupkan sosoknya pada semua cewek pilihannya.
Perempuan pertama yang menjerat hatinya. Sekaligus membawa hatinya ikut pergi saat dia menghilang.
Setelah Abi selesai makan--dia makan dengan sangat cepat--bukannya menunggu Laura untuk menyelesaikan makannya juga, Abi malah langsung memulai pembicaraan.
"Kenapa ngajak ketemuan Ra?" tanya Abi pelan. Pertanyan basi sebetulnya.
Laura menyingkirkan piringnya yang masih penuh ke pinggir dan mulai menjawab dengan terbata-bata. "Mmmm ... Abi ... Aku mau minta maaf sama kamu."
Satu alis Abi terangkat naik. "Buat apa Ra? Karena pergi tanpa pamit? Karena ninggalin aku gitu aja? Atau karena sekarang kamu pacaran sama Ryan?" balas Abi tajam. "Aku sudah bilang aku maafin kamu sewaktu terakhir kali kita ketemu 'kan?"
"Maaf Bi. Aku punya alasan kenapa aku ninggalin kamu dulu."
"Apa? Apa alasannya Ra?"
"Mama aku sakit," bentak Laura. "Ada tumor di kepalanya. Waktu itu keluarga kami--aku, Mama, sama adik Mama harus pindah ke Singapura untuk pengobatan Mama. Semuanya dilakukan dengan terburu-buru Bi. Kami takut bakal terlambat buat mengobati Mama."
"Kita nggak hidup di jaman batu, Ra. Ada telepon, facebook, email. Ada banyak cara yang bisa kamu lakuin buat ngehubungin Aku. Tapi apa? Kamu nggak ada tuh niatan buat ngasih aku kabar. Lalu tiba-tiba muncul dan sudah pacaran sama Ryan," potong Abi.
Laura terdiam tidak sanggup membalas.
"Aku tahu aku salah Bi. Tapi sampai di sana, kami semua sibuk dengan pengobatan Mama. Jangankan ngabarin kamu. Aku aja suka lupa waktunya makan." Laura tidak berbohong. Pasca operasi pengangkatan tumor yang dilakukan Mamanya, Laura masih sibuk bolak-balik ke rumah sakit untuk mengontrol keadaan Mamanya.
Dan baru saja Laura sedikit lega karena operasi Mamanya berhasil dan Mamanya menunjukan kesembuhan, para dokter malah memberi kabar bahwa tumor yang sudah diangkat itu telah berubah menjadi kanker. Hal itu jugalah yang menyebabkan pusing yang selalu Mama Laura alami pascaoperasi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Abidel
Fiksi Remaja[ON GOING] [UPDATE SETIAP RABU] Ini tentang Adel, yang berkali-kali berkata akan move on dari Abi. Tetangga, sekaligus sahabat, dan cinta rahasianya selama ini. Tapi, setiap kali laki-laki itu tersenyum untuk Adel, lagi dan lagi hatinya jatuh. Ini t...