23. Abidel

372 46 6
                                    

Happy reading!! 💙💙

Ruangan putih dan bau antiseptik yang kental menyapa indra Adel ketika gadis itu perlahan membuka mata. Tangannya refleks memegang kepala ketika pusing kembali mendera saat  berusaha bangun tiba-tiba.

"Pelan-pelan aja bangunnya."

Deg.

Abi yang masih dengan seragam olahraganya berdiri tepat di ujung tempat tidurnya. Adel kembali memejamkan mata, berharap apa yang dia lihat hanya khayalan semata.

"Gue udah beliin teh hangat. Diminum dulu ya." Abi mengulurkan segelas teh yang diterima oleh Adel. Tanpa banyak membantah, Adel meminumnya perlahan dan merasakan hangat mengaliri tenggorokannya.

"Masih pusing?" Abi kembali bertanya. Adel hanya menggelengkan kepalanya tanpa menjawab. Dia terlampau lemas.

"Kok bisa pingsan sih Del? Lo nggak sarapan lagi? Pasti semalem lo begadang lagi 'kan nonton drama korea? Kata Keysha tadi kalian dihukum karena nggak sengaja bikin ribut di kelasnya Bu Dwi." Abi mendekat ke arah Adel dan meletakkan telapak tangannya pada dahi Adel untuk mengecek suhu gadis itu. "Nggak panas sih," lanjutnya sambil menarik tangannya.

"Lo masuk angin kali ya Del? Tadi pagi 'kan lo berangkatnya naik motor. Padahal lo nggak pernah kena angin gitu." Abi kembali menerka-nerka sendirian. Tidak peduli yang sejak tadi dia ajak bicara tidak mengatakan sepatah katapun.

Abi bertindak seolah hubungan mereka sedekat dulu. Masih Abi yang sangat memperhatikannya.

Dalam diam, Adel menyesap kembali teh hangatnya.

"Gue nggak suka kalau lo sakit gini. Gue khawatir Del."

Dada Adel menghangat. Entah karena teh yang barusan dia minum, atau pernyataan yang barusan Abi ucapkan. Dan Adel membenci perasaannya ini.

"Sudah enakan?" Petugas PMR yang tadi pergi sebentar ke ruang guru telah kembali dan langsung menanyakan keadaan Adel. Perempuan itu segera mengangguk. "Kalau sudah enakan, kamu bisa kembali ke kelas. Atau sekalian saja di sini sampai istirahat nggak apa-apa."

Adel sekali lagi mengangguk. "Makasih Kak."

Petugas PMR itu segera meninggalkan Abi dan Adel untuk menuju mejanya yang ada di dekat pintu.

"Mau gue beliin makanan?" Abi bertanya. Suasana di sekitar mereka kembali tidak nyaman. Tapi perasaan khawatir Abi memaksanya untuk tetap di sini.

Adel menggeleng. "Keysha mana?"

"Masuk kelas lagi. Bu Dwi takut kalau Keysha ikutan pingsan kayak lo." Tempat tidur Adel melesak ketika Abi mengambil tempat di sana. Cowok itu terang-terangan menatap Adel yang tengah meminum kembali teh hangatnya.

"Nggak usah masuk kelas ya Del. Kita langsung ke kantin aja. Lo harus makan." Adel tidak suka ketika Abi memberi perintah seperti sekarang ini.

"Bi ...." Adel menarik napasnya pelan, sembari tidak mengalihkan pandangan dari Abi. "Bisa nggak, lo nggak usah perhatian kayak gini lagi ke gue?"

***

Keenan berlari secepat angin—seperti itulah yang dia kira—saat mendengar kabar bahwa Adel pingsan di lapangan. Cowok itu bahkan tidak repot-repot meminta maaf ketika tidak sengaja menabrak setiap orang yang nyaris menghalangi jalannya.

Pikiran Keenan hanya berisi Adel. Dan hanya Adel saja.

Tapi ketika kakinya nyaris membawanya masuk ke dalam UKS, Keenan bisa melihat dengan jelas Adel dan Abi yang sedang berdiri berhadapan di ranjang paling pojok. Dari tempatnya berdiri, Keenan jelas tidak bisa mendengar apa yang dua orang itu bicarakan. Tapi melihat ekspresi serius yang mereka tampilkan, Keenan jadi tidak enak untuk menginterupsi.

Cowok itu jelas-jelas tahu—terlepas dari kenyataan bahwa dia menyukai Adel dan begitu mengkhawatirkan keadaan gadis itu sekarang—keberadaannya di sini tidak terlalu diinginkan.

Sama seperti tadi pagi, ketika Keenan berada di tengah Abi dan Adel. Yah, Keenan sudah bisa menebak-nebak apa yang terjadi antara dua orang sahabat itu. Apalagi kalau bukan menyangkut perasaan? Dibalik sikapnya yang santai, Keenan adalah pengamat yang baik.

Keenan tahu dia hanyalah tokoh tambahan. Figuran dalam cerita mereka berdua. Keenan sadar diri. Dia bukan siapa-siapa di sini. Dan tidak mungkin berubah menjadi penting kecuali Adel yang mengubahnya.

Bisa dibilang, selama ini Keenan hanya mencoba peruntungannya. Mendekati Adel. Pelan-pelan menjadi temannya. Dan berharap bisa lebih dari sekedar itu untuk Adel. Keenan berjuang. Tentu saja. Tapi percuma kalau dia hanya berjuang sendirian bukan? Karena itu Keenan hanya berdiri di belakang Adel. Kalau sewaktu-waktu gadis itu lelah mengejar cintanya dan terjatuh ke belakang karena sudah tidak kuat lagi, Keenan sudah siap sedia menangkapnya.

Keenan menggelengkan kepalanya. Lantas tertawa. Mana mungkin ada harapan untuk dia yang jelas-jelas kurang berjuang 'kan?

"Gimana si Adel?" Keenan nyaris melompat karena kaget mendengar suara ketika baru saja masuk ke kelas. Padahal seingatnya, sewaktu Keenan melewati jendela kelas, kelasnya kosong melompong tidak ada orang.

Ternyata itu suara Raka, yang masih duduk di tempatnya di bagian depan. Cowok berkacamata itu lalu kembali menunduk melanjutkan game yang tadi sempat dia tunda sebentar.

Keenan menyeringai lebar. "Gue nggak tahu." Cowok itu lantas tertawa melihat tatapan membunuh yang Raka berikan. Sebelum Raka mengucapkan sesuatu, Keenan lebih dahulu berkata, "Adel sudah nggak ada pas gue ke UKS."

Keenan lebih memilih berbohong. Karena siapapun di dunia ini tahu, terkadang menutupi sesuatu lebih mudah daripada mengatakan yang sejujurnya.

***

Ketika sudah menemukan belahan jiwanya yaitu nasi dan ayam goreng buatan Bu Siti kantin, Adel seolah hidup kembali. Sungguh, Adel tidak habis pikir bagaimana bisa dia pingsan hanya karena belum sarapan. Padahal dia juga sering diet, tapi tidak pernah berujung dengan pingsan tuh.

Pasti ini semua gara-gara upacara, putus Adel sambil menggigit ayamnya dengan kesal.

Adel memajukan kursinya ketika dua orang siswi mengambil tempat persis di belakang Adel. "Tadi ada cewek pingsan, terus sama Abi digendong ke UKS. Gebetan gue baik banget 'kan."

Tunggu. Ini Adel yang lagi diomongin 'kan ya?

"Palingan itu pura-pura aja. Lo inget nggak dulu mantannya Abi juga pernah pura-pura pingsan gara-gara nggak mau diputusin?" 

"Fix. Emang cewek tadi yang sok cari perhatian," timpal yang berbando biru.

Adel hanya bisa menunduk, berharap kedua orang yang sedang membicarakannya itu tidak mengenalinya. Gadis itu mengeluarkan ponselnya, berusaha mengubungi Keysha yang tadi pergi sebentar ke kamar mandi untuk segera menyelamatkannya di sini.

Kalau ada Keysha, pasti sahabatnya itu akan membalas cibiran seperti tadi dengan tidak kalah pedasnya.

"Ayam lo kabur tuh."

Adel mengangkat mukanya dengan panik. "Ayam gue," pekiknya. Eh tunggu, yang Adel punya 'kan ayam goreng, dan bukannya ayam hidup yang bisa kabur. Dengan kesal, dia menatap Abi yang sudah berdiri menjulang di depannya dengan senyuman jahil.

"Lucu banget," desis Adel.

Abi hanya tertawa. Cowok itu meletakkan gado-gado di samping piring Adel. Lalu berbalik pergi. Tidak lama, Abi kembali lagi dengan membawa pisang coklat, roti melon, dan segelas susu hangat, Semua makanan itu Abi letakkan di depan Adel tanpa berkata apa-apa.

"Pertanyaan lo di UKS tadi ... yang bisa nggak gue nggak usah perhatian lagi ke lo? Jawabannya adalah nggak. Gue akan selalu perhatian ke lo, Del! Dan silahkan jauhin gue sebisa lo Del. Karena kali ini, gue yang akan mendekat," ujar Abi perlahan, seolah mengeja kata perkata dengan tegas. "Dimakan ya, gue nggak mau lo sakit."

Sebelum Adel bisa berkata apapun, cowok itu mengelus rambut Adel dengan lembut, kemudian berlalu pergi begitu saja.

***

AbidelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang