4. Abidel

879 195 392
                                    

"Bagi siomaynya dong." Dengan tiba-tiba Mose mengambil alih sendok yang hampir masuk ke mulut Haidar dan memasukkannya ke mulutnya sendiri. Haidar melotot kesal, lalu menonjok lengan atas Mose keras. 

"Beli sendiri sana," perintah Haidar sambil menarik piring siomaynya menjauh dari Mose. Mencoba menyelamatkan makanannya dari mulut rakus Mose.

"Pelit," ejek Mose bersungut.

"Biarin!" balas Haidar.

"Tidak setia kawan."

"Teman tidak tahu diuntung."

"Telur dadar."

"Sandi pramuka."

"Lo berdua jangan berisik dong," kata Abi tiba-tiba. Tangannya memberi isyarat agar kedua orang yang duduk di depannya itu bergeser dan memberinya ruang agar bisa melihat ke arah pojok. "Duduknya jauhan. Dikira ini angkot duduk mepet-mepet gitu," lanjutnya ketus.

Abi akhirnya berdiri, berpura-pura mengambil saos di ujung meja, lalu kembali ke tempat duduknya dengan mata tetap memandang lurus ke arah sana.

Mose dan Haidar berpandangan bingung, kemudian menoleh ke arah belakang. Serentak keduanya menggelengkan kepala setelah tahu bahwa sejak tadi Abi sibuk mengawasi Adel.

"Itu siapa sih? Ck, nggak kelihatan lagi," tanya Abi. Matanya tidak berhenti menatap ke arah Adel dan seorang cowok yang sedang mengobrol di depan gerobak mie ayam. Posisi cowok itu menghadap Adel dan otomatis hanya punggungnya saja yang dapat dilihat oleh Abi.

"Adel kan," jawab Mose polos.

"Ya ngerti pinter. Maksud gue yang lagi ngomong sama Adel sekarang," ujar Abi dongkol. Yang seperti ini nih, yang membuat Abi setengah hati bertanya ke Mose. Karena sering kali jawaban temannya itu tidak nyambung dengan pertanyaan yang dia ajukan.

Mose tersenyum geli. "Kayaknya Fahri deh."

Tanpa sadar Abi mendengus pelan. Dia ingat, Adel pernah cerita bahwa ada anak sekolahnya yang bernama Fahri yang mulai sering mengirimkan chat ke Adel.

Baru sekarang Abi tahu, Fahri yang ini yang mendekati Adel. Fahri itu sudah terkenal suka gonta-ganti pacar. Bahkan mungkin setengah populasi siswi di kantin sekarang ini sudah pernah Fahri dekati.

Abi tidak rela kalau Adel sampai punya pacar semacam Fahri.

Abi tersenyum hambar saat menyadari bahwa selama ini dia tidak suka Adel punya pacar. Mau sebaik apapun pacar Adel itu. Dia tidak rela.

"Minum dulu Bi." Haidar meletakkan segelas es teh tepat di depan Abi dengan santai. "Biar nggak panas," sindirnya kemudian tersenyum tipis.

Abi mengangkat alisnya bingung. Pasalnya kantin sekolah mereka ini terbuka dan dekat dengan taman sekolah, sehingga tidak mungkin terasa panas. Apalagi saat ini hawanya sejuk karena sedang mendung.

Sedangkan Mose lebih memilih menyimak percakapan mereka sambil senyum-senyum sendiri.

"Dingin kok," bantah Abi.

Haidar menggeleng. "Bukan cuacanya. Tapi di dalem sana." Haidar menunjuk dada kirinya

"Biasa aja," kilah Abi. Tangannya terangkat dan diletakkannya tepat di dada kiri. Dapat Abi rasakan jantungnya berdetak tidak beraturan dan terasa sedikit sesak.

"Oh ya?" Haidar mengangkat sebelah alisnya lalu tersenyum tipis. "Cemburu itu nggak bakal terasa nyesek kalau diakuin Bi."

Abi terdiam. Kemudian menoleh ke arah Adel yang sekarang terlihat mengangguk sambil tersenyum malu. Dan dadanya terasa sesak, lagi.

"Bayangin gini..." Abi buka suara. Kedua temannya yang mulai asik makan kembali memfokuskan perhatian ke arahnya. "Bayangin lo punya Adik perempuan, terus adik lo dideketin sama cowok nggak bener. Pasti nggak suka kan?"

"Yang gue lihat. Nggak sukanya lo bukan nggak sukanya Kakak buat Adik perempuannya," kata Haidar pelan.

Abi membuka mulutnya ingin mengatakan sesuatu, tapi kemudian menutupnya kembali. Dia mulai memikirkan omongan Haidar barusan. Memangnya selama ini perasannya terlihat seperti itu ya? 

Mose yang melihat raut muka Abi berubah tidak enak, langsung menengahi. "Udah-udah. Lo kayak nggak tahu aja, si Dadar ini kan suka sok-sokan ngerti. Padahal dirinya sendiri masih gagal move on."

"Syalan kan lo," umpat Haidar. "Paling nggak gue tahu kalau gue mau Gita. Gue merjuangin Gita. Bukan malah nggak ngakuin perasaan, dan nyari pelarian."

Haidar mengucapkan kalimat itu dengan ringan. Tanpa beban. Tapi rasanya Abi tersentil oleh kalimat itu begitu dalam.

***

Adel terlonjak kaget saat baru keluar dari toilet perempuan dan melihat Abi bersandar di tembok dengan tangan tersilang di depan dada.

"Kaget tau. Kayak jelangkung aja, nongol tiba-tiba," pekik Adel.

Bukannya menjawab, Abi hanya diam dan menatap Adel.

"Kok tau gue disini?" tanya Adel bingung.

"Tadi nanya ke Keysha. Lo ada apa sama Fahri?"

"Hah? Oh, nggak ada apa-apa kok. Gue duluan ya," jawab Adel, lalu berjalan mendahului Abi.

Adel merasa tidak enak pergi begitu saja. Tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah memutuskan untuk move on. Dan ini salah satu cara move on menurut Adel.

Pertama, jangan keseringan ngobrol sama Abi. Adel menekankan peraturan pertama itu dalam benaknya.

"Nggak ada apa-apa kok tadi berduaan doang di kantin?" tanya Abi yang tiba-tiba sudah berada di sebelah Adel.

Adel tersenyum. "Tadi cuma ngantri mie ayam bareng."

"Fahri itu nggak baik Del. Dia playboy. Suka gonta-ganti pacar. Suka mainin cewek."

"Iya iya. Semua aja lo bilang nggak baik. Dari Fahri, Nathan, Bayu, Andra. Kalo semuanya nggak baik terus siapa yang baik dong?"

"Gue," jawab Abi pelan.

"Iya situ doang yang baik. Yang lain semuanya jahat," cibir Adel lalu cemberut.

Tawa Abi terurai. Sejurus kemudian tangannya mengusap rambut Adel pelan. "Gue serius. Jangan sama Fahri, dia nggak bener. Gue tau karena gue cowok Del. Cuma cowok yang bisa nilai cowok lain. Kalau ada yang deketin lo lagi, bilang dulu sama gue. Kalau gue udah acc baru deh lo boleh sama dia," ujar Abi.

Adel terdiam. Tidak tahu harus membalas apa. Karena sejujurnya selama ini dia bercerita tentang cowok yang mendekatinya hanya untuk membuat Abi merasa cemburu. Mungkin saja kan Abi baru sadar kalau dia menyukai Adel saat Adel bersama dengan yang lain.

Tapi penjelasan panjang lebar Abi sekarang membuat Adel meragu. Bukan ini respon yang dia harapkan. Omongan Abi saat ini tak ubahnya nasihat Nohan dulu.

"Masuk kelas gih,"

Adel mendongak menatap Abi. Lalu menoleh ke arah pintu kelasnya. Dia sampai tidak sadar bahwa Abi mengantarnya kembali ke kelas.

Abi tersenyum, lalu berbalik dan melangkah pergi.

"Gue bener-bener nggak ada harapan ya?" tanya Adel ke punggung Abi yang menjauh

***

Kritik dan sarannya dong manteman ヾ(¯∇ ̄๑)

AbidelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang