25. Abidel

753 66 13
                                    

LKeenan menghentikan laju motornya tepat di depan rumah Adel. Dia melepas helmnya, lalu membetulkan tatanan rambutnya dengan jari tangan. Keenan lantas mengalihkan pandangan pada rumah bercat putih yang ada tepat di sebelah rumah Adel itu. Mobil berawarna hitam yang sangat dia kenali sudah terparkir rapi di halaman. Pertanda bahwa sang pemilik juga sudah pulang.

Cowok itu lantas melirik ke belakang lewat kaca spionnya. Perempuan yang sejak tadi di boncengnya itu tidak juga sadar bahwa mereka sudah sampai. Dia masih asyik dengan pemikirannya. Membuat Keenan tanpa sadar menyunggingkan senyum tipis.

"Permisi Mbak, ini kita sudah sampai tujuan loh," tegur Keenan. Bisa dia rasakan tubuh di belakangnya tersentak kaget dan menyebabkan motornya sedikit goyang.

"Kok nggak bilang sih Nan?" tanya Adel begitu turun dari motor.

Keenan menerima helm yang diulurkan oleh Adel, lalu ikut turun untuk menaruhnya ke dalam jok motor. "Baru sepuluh menit kok Del. Dan, gue juga suka ngelihatin lo ngelamun. Lucu gitu. Mulutnya ngerucut-ngerucut gitu," ujarnya sambil tertawa.

Berbeda dengan Adel yang wajahnya nampak gelisah. "Nan, soal yang tadi—"

"Gue tadi nggak nembak lo Del, jadi lo nggak bisa nolak gue," potong Keenan seketika.

"Tapi lo tahu 'kan gue suka sama Abi? Gue nggak mau lo sakit hati gara-gara gue."

"Iya." Keenan mendadak tersenyum. Seolah pertanyaan Adel barusan tidak menimbulkan luka di hatinya. "Karena itu gue harap, lo pikirin pernyataan gue baik-baik Del. Gue belum nembak ya. Jadi nanti, waktu gue nembak lo ... gue harap lo udah ngasih jawaban sesuai hati lo. Gue cuma mau lo bahagia Del. Apapun caranya."

"Sekalipun ... lo cuma jadiin gue sebagai pelarian. Gue rela," imbuh Keenan.

"Nan ...." Selain menyebut nama Keenan dengan penuh penyesalan, tidak ada kata lagi yang bisa Adel ucapkan. Adel tidak habis pikir, bagaimana bisa di dunia ini, ada orang sebaik Keenan diciptakan.

Wajahnya berubah keruh. Kalau begitu bukankah dia begitu jahat karena memanfaatkan cowok sebaik Keenan?

Sebuah tepukan mendarat pelan di puncak kepalanya. Seolah mengerti kegelisahan gadis di depannya, Keenan berkata dengan tegas, "Nggak usah mikir yang nggak-nggak. Lo bukan manfaatin gue. Memang gue-nya yang mau dimanfaatin. Oke?"

"Sama aja Nan."

"Beda Del. Gue dengan sukarela pingin di manfaatin sama lo. Gue pulang ya, keburu hujan lagi," pamit Keenan. Suara motornya memenuhi udara sore itu.

"Jaket lo?" tanya Adel sambil menyentuh jaket biru yang masih dia pakai.

"Bawa dulu aja."

Adel tahu dia akan menjadi orang paling jahat bila memanfaatkan Keenan seperti itu. Tapi entah mengapa, jauh di lubuk hatinya dia memiliki keyakinan, bersama Keenan mungkin Adel akhirnya akan bisa melupakan cintanya pada Abi.

***

Waktu selalu terasa berlalu begitu cepat. Dulu, Adel dan Abi selalu terlihat bersama. Sepasang sahabat. Tapi kini, untuk saling menyapa saja keduanya ditekan canggung.

Keadaan berubah. Orang berubah. Dan perasaan mungkin juga berubah.

Nyaris tiga minggu sudah Abi tidak bicara dengan Adel. Sahabatnya itu selalu memiliki cara untuk menghindarinya. Dan selama itu pula, kursi penumpang di sebelah kirinya selalu kosong. Tidak ada lagi sahabatnya yang cerewet itu. Ini bahkan lebih buruk daripada saat Laura menghilang darinya begitu saja.

Dan juga akhirnya Abi menyadari, dia rindu berbicara dengan Adel. Dia rindu tawa Adel. Dia rindu wajah cemberut gadis itu. Dia benar-benar merindukan Adel.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AbidelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang