Chapter9

6.9K 434 4
                                    

"Aaaaaaaaaaa...." suara merecon Prilly menggema disetiap sudut kamar.

Prilly yang masih terpejam dalam keadaan terduduk dibibir ranjang Ali dengan kaki mengambai diatas lantai tersadar setelah merasa ada yang ikut menjerit bersamanya seperti ini..

"Aaaaaaaaaa... Kaki siapa ini?!"

Prilly membulatkan mata, menunduk kearah bawah dimana kakinya berada. Ternyata Prilly menginjak dada Ali, ia pikir kakinya menginjak sesuatu yang mengerikan. Ternyata hanya dada Ali.

"Ck, kenapa lo injek gue?!" protes Ali yang sudah berdiri tegak setelah menghempas kaki Prilly dari atas dadanya.

"Gue gak tau. Lagian kenapa lo tidur disini, sih." balas Prilly tak mau kalah.

"Emang lo mau tidur satu ranjang sama gue?" tiba-tiba Ali mengeluarkan senyum jahilnya.

"Ogah! Lo kan bisa tidur dikamar tamu, atau disofa. Ngakunya ganteng tapi otaknya gak jalan."

Hap!

Dua pipi Prilly berhasil berada digenggaman tangan kekar milik Ali. Tanpa ampun Ali mencubit kedua pipi Prilly yang sudah mengatainya macam-macam.

Ya, kali, Ali yang tampannya lumer sudah seperti pisang coklat ini tak bisa menjalankan otaknya sendiri. Tidak mungkin. Ali semakin gemas melihat Prilly memukuli tangan kekar miliknya dan berusaha untuk melepaskan tangan tersebut, karena gemas Ali malah menambah gerakan kekanan dan kekiri dalam cubitannya.

"Aliiii.... Kebiasaan banget, sih!" pekik Prilly. Ali pun melepaskan cubitannya padahal ia masih ingin mencubit pipi bakpau Prilly. Ya, hanya pipi Prilly yang membuatnya ketagihan untuk mencubit.

"Ahh, puas!"

Ali menghempaskan tubuhnya keatas ranjang tepat disamping Prilly. Prilly menatap Ali dengan tatapan kesal. Harusnya Ali pergi kekamar mandi untuk mandi, karena hari ini masih hari sekolah. Tapi Ali malah kembali rebahan, memejamkan mata pula.

"Ali."

"Hm."

"Ali ih."

"Hm."

Mendengar respon yang sama Prilly berinisiatif menggoncang-goncangkan tubuh Ali sekuat tenaga. Tubuh Ali yang lebih besar darinya membuat tangan mungil itu kesulitan untuk membuat Ali tergoncang. Lihat saja Ali hanya bergerak-gerak kecil karenanya.

"Ali, ihh."

"Apa sih?" akhirnya Ali menatap Prilly.

"Anter pulang." kata Prilly bernada ketus dan sedikit memaksa.

"Ya ampun. Rumah lo kan deket, gak jauh-jauh amat dari rumah gue. Jalan juga nyampe."

"Maksud gue temenin gue jalan kerumah. Takut sendirian, diluar masih gelap."

Ali melirik jam bertahtakan club sepak bola kesayangannya. Waktu masih menunjukkan pukul 05.05 pagi pantas saja diluar masih gelap.

Gara-gara Prilly, Ali terbangun lebih awal. Biasanya habis sholat subuh Ali akan kembali terlelap sampai Sonya membangunkannya. Tapi ya sudahlah, nasi sudah menjadi bubur, kan. Tidak mungkin kembali menjadi beras.

"Terus apa hubungannya sama gue?" Ali berpura-pura acuh sembari membenarkan posisi tidurnya dan menggunkan kedua tangannya sebagai bantalan.

"Lo gak takut gue kenapa-kenapa diluar sendirian?" tanya Prilly dengan wajah memelas berharap Ali berubah pikiran sampai akhirnya mau menemani ia untuk pulang.

Ali menyeritkan dahi. Jarak rumahnya dan rumah Prilly hanya berkisar 5 km, Prilly malah bersikap seolah rumahnya berjarak 500 km ditambah mendaki gunung atau menyebrangi lautan pula.

Janji Ali Untuk PrillyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang