Chapter18

5.3K 360 2
                                    

Seperti pelangi yang datang sesaat. Begitu juga janji Ali yang ia ucapkan pada Prilly beberapa hari yang lalu. Justru dari sana Ali mulai berubah, Ali tak bisa menepati janjinya seperti sebelum-sebelumnya. Prilly mulai merasa kehilangan sosok sahabat sehidup sematinya itu.

Sudah tiga hari Ali tidak menjemput dan mengantar Prilly pulang sekolah. Untung saja ada Farel yang setia menawarkan tumpangan pada Prilly. Awalnua Prilly sering menolak dan bersikeras tidak mau diantar oleh Farel, tapi dengan bujuk rayu Farel akhirnya Prilly mau ikut pulang bersamanya.

Sebenarnya Prilly ingin Ali tahu, bahwa dirinya tak suka di acuh kan seperti ini. Bukan diacuhkan, tapi sebagian waktunya Ali gunakan untuk Laras. Apakah mereka sudah menjadi pasangan? Entahlah, yang pasti Prilly tidak suka waktu Ali terkikis oleh gadis itu.

Prilly berjalan gontai menyusuri koridor sekolah yang sudah mulai sepi. Karena nilai kuisnya tadi turun drastis, Prilly harus mengikuti kuis ulang di kantor. Dan mendapat sedikit ceramahan dari Bertha.

Prilly tidak fokus saat mengerjakan soal-soal kuis tadi. Bagaimana Prilly bisa fokus kalau pikirannya selalu ia tujukan untuk Ali.

"Duduk dulu kali ya, lemes gue." gumam Prilly pada dirinya sendiri.

Pandangan Prilly menerawang, sepertinya Ali sudah pulang bersama Laras. Ya, waktunya bersama Ali hanya ada saat Ali berada dirumah. Jika disekolah, Laras selalu membututi Ali kemana pun Ali pergi, jangan-jangan Ali ketoilet saja Laras ikut. Sudah terduga Prilly yang akan kalah dalam taruhan ini.

Masa bodo dengan taruhan, Prilly ingin Ali yang dulu. Ali yang lebih banyak menghabiskan waktunya dengan Prilly, Ali yang takkan membiarkan Prilly pulang seorang diri, Ali yang tak pernah membiarkan Prilly merasa kesepian seperti saat ini.

"Prill, belum pulang?"

Prilly mendongkakkan wajahnya keasal suara.

Jain berdiri tepat dihadapan Prilly, terkejutkan ia? Tidak Prilly merasa biasa saja. Dulu Jain pernah masuk dalam list gebetannya untuk memenangkan pertaruhan yang dibuat oleh Ali. Tapi setelah Jain mengingkari janjinya yang pernah mengajak Prilly jalan-jalan tapi ternyata tak jadi, akhirnya Prilly memutuskan Jain tidak jadi masuk dalam list gebetannya.

Ali juga mengingkari janjinya. Tapi mengapa Prilly tak bisa marah pada pria itu.

"Lo gak liat gue masih duduk disini." jawab Prilly bernada ketus.

"Gue liat. Mau gue anter pulang?" tawar Jain.

Prilly terlihat berpikir sejenak. Tidak ada salahnya pulang bersama Jain, setidaknya ia tak sendiri menunggu taksi di tengah jalan. Apalagi nantu kalau-kalau ada kucing terong yang menghadangnya ditengah jalan, kan bisa berabe urusannya.

"Boleh, deh."

"Yuk, mobil gue ada diparkiran."

"Iyalah gue tau."

***

"Prill."

"Hm."

"Lo masih marah sama gue?"

"Nggak."

"Kalau gak marah kenapa lo jadi ketus gitu sama gue?"

"Emang salah kalau gue ketus sama lo?"

"Ya gak salah. Gue tau lo marah sama gue sampai-sampai lo gak latihan taekwondo kemarin. Tapi gue mohon maafin gue."

Prilly menatap Jain yang sudah menepikan mobilnya kepinggiran jalan. Mengendarai sambil berbincang memang tak baik, Jain sangat mematuhi peraturan lalu linta. Ah tidak, Jain selalu mematuhi setiap peraturan.

Janji Ali Untuk PrillyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang