Aksadara 19

2.1K 167 2
                                    

Sepanjang malam Aksal biarkan tubuhnya tidur dalam posisi duduk. Ia sudah melewati masa berat, sudah merasakan sakit. Vira yang melihat punggung tubuh Aksal yang bersandar di kursi, hanya mampu diam saja.

Dia tidak bisa melakukan apapun, selain mengikuti kemauan Aksal.

Semalam Aksal datang ke rumah sakit dengan keadaan kacau sesungguhnya. Hidung cowok itu merah, mata tajamnya menyendu. Dia datang dengan diam, lalu menarik kursi dan duduk di samping ranjang.

Hanya sekedar melihat Vira paham, bilamana Aksal menemui gadisnya dengan mendengarkan logika.

Meletakan beberapa bawaan di atas meja, Vira berjalan mendekat ke jendela. Ia tarik gorden biru tua itu, menyisakan sinar matahari yang masuk mengenai Aksal. Cowok itu mengerjap dan menyipitkan matanya.

Ia menangkap siluet Vira.

"Bersihkan dulu diri kamu... hari ini aku mohon istirahatlah dengan benar" Vira mendekat ke sisi ranjang sebelah, ia tatap Aksal yang masih mencari kesadaranya.

Aksal merenggang kecil dan tersenyum tipis "gue baik-baik aja" jawabnya menatap kulit pucat yang terbaring "masih tidur, gue sebaiknya segera keluar" Aksal bangkit dari duduknya. Cowok itu perlahan berjalan keluar ruangan.

Seperti hari biasanya, Aksal akan menunggu di luar ruangan.

Vira tatap punggung Aksal yang perlahan menutup pintu, ia tarikan napas panjang lalu menatap penghuni kasur "Aksal benar-benar hancur" lirih Vira pelan sebelum berjalan mendekat ke arah bawaanya tadi.

Membiarkan kelopak mata lain terbuka dan membiarkan pandanganya menyendu salah.

.

.

.

"Temen lo kemana lagi Fik?"

Veron mengitari pandanganya menjelajah seisi kantin. Ia sedang mencari sosok Aksal, si cowok yang suka menghilang tanpa alasan.

Fikri mengedihkan bahunya, memilih duduk tenang dengan menyeruput minumanya "lo kayak kehilangan pacar aja" ejek Fikri kepada Veron.

Veron berdecak, lalu duduk dan menarik minuman Fikri. Cowok itu meneguknya hingga setengah "bukan masalah pacar, gak ngotak emang si bajingan. Udah mau Ujian Nasional, masih aja bolos"

Bulan ini sudah memasuki bulan-bulan terakhir bagi muid kelas 12. Bulan tersibuk yang harus di hadapi, bimbel, les tambahan, dan ujian-ujian tes ombak sebelum menempuh soal sesungguhnya.

Yang lain pada sibuk, stres mikirin ujian, Aksal malah menghilang tanpa kabar. Hidup beda sendiri itu, emang hidup Aksal.

"Lo tenang juga.." 

"Tenang pala lo, dia temen gue nakal-nakal gitu. Gue tau dia kaya, anaknya siapa di sekolah ini. Tapi, gue... arghhhh" geram Veron mengepal tanganya lalu memukul meja, membuat beberapa orang melirik Veron singkat.

Fikri hanya menggeleng melihat itu, sudah biasa mendapati tingkah Veron seperti ini. Makanya dia bisa cuek dan sesantai gini, Veron emang hiperbola kalau udah membahas diri Aksal.

"Ehhh.. Dara" panggil Veron menghentikan Dara dan Kinar yang berjalan melewati mereka. Veron bangkit dan tersenyum "ada kabar dari Aksal gak?" tanya Veron polos.

Dara menoleh, membuang pandanganya dulu sebelum menggeleng kecil.

"Emang setan gak tuh sih Aksal. Gak sekolah, orang udah mau lulus.. masih aja bolos, kaga ngerti gue" cerocos Veron heboh, tanpa sadar bila ekpresi Dara sudah berubah. Cewek itu mengigit bibir bawahnya dan meremas ujung roknya "tolong kabari Aksal. Minta dia untuk fokus pada ujian"

Veron melirik Dara, menaikan sebelah alisnya "nah, itu.. sepemikiran. Makanya elo yang tolong bilang. Dia gak akan dengeri gue, kecuali pawangnya yang bilang" ucap Veron.

Dara menarik napasnya dan tersenyum kecil "gue bukan siapa-siapa. Jadi, gue minta tolong  sama lo Veron.. dan Fikri" Dara pandang Veron dan Fikri bergantian "tolong perhatiin Aksal, beritahu dia kalau dia salah" ujar Dara sebelum melangkah pergi, membiarkan ketiga orang disana mengerutkan alis tanpa tak mengerti.

Kinar tatap Veron bertanya, namun Veron mengedihkan bahunya. Jika Veron tidak tahu, tentu saja Fikri lebih.

"Mereka berantem?" tanya Veron yang sama sekali tidak dijawab.

..

..

..

Satu kaleng minuman penambah ion di berikan, Aksal mendongak ketika ia dapati Vira tersenyum simpul. Cewek itu mengambil duduk di sampingnya.

Ia buka minuman itu lalu meneguknya hingga setengah.

Keduanya diam memberi ruang sunyi, Aksal yang melamun menatap bawah dan Vira yang diam fokus melihat langit-langit.

Perlahan Vira hela napasnya pelan, diliriknya Aksal yang masih melamun. Selama dirinya mengenal sosok Aksal, baru kali ini Vira lihat Aksal dapat sehancur sekarang. Sorot bahagia seolah tidak terpancar lagi di sana, redup bahagia Aksal telah padam.

Pada masa-masa yang sulit sekalipun, baru ini Aksal menampilkan sosok letihnya.

"Kamu kacau Sal..." ujar Vira pelan dan Aksal tersenyum kecil.

Cowok itu mengiyakan perkataan Vira, dia memang kacau sangat kacau. Bahkan sedikit lagi hancur.

Segala yang menjadi penopang kekuatanya telah pergi. Sumber bahagia dia telah menjauh, jadi darimana lagi Aksal mampu menerimanya.

"Gue jahat yah Vir, pantes aja Tuhan melakukan ini semua buat gue"

"Jangan berperasangka buruk sama Tuhan Sal. Tuhan tahu kamu mampu, maka dari itu dia memberi semua ini untuk di uji" Vira lihat Aksal yang sekarang menyenderkan pungungnya ke badan kursi, cowok itu menatap ke atas. Lalu memejamkan matanya.

"Semua orang benci gue, semua marah sama gue. Gue gak ngerti di bagian mananya gue salah" Aksal menggeram menutup wajahnya dengan lengan. Terlalu pedih jika ia ceritakan secara rinci bagaimana dirinya hidup dalam kesalahan .

Vira diam menunduk, ia remas tanganya sendiri. Dia tahu semua tentang keluarga Raymond, karena orangtuanya dan orangtua Aksal bersahabat. Vira tumbuh bersama Aksal, menjadi saksi bagaimana susah payahnya Aksal bisa bangkit setegar sekarang.

Dari rasa sakit Aksal lah Vira dapat mencintai sosoknya. Dia terlalu kagum atas semua kejadian yang Aksal alami sendiri, sendiri tanpa bantuan sama sekali.

"Aku sayang kamu, aku menyukai kamu. Kamu dalam segala lukamu" Aksal melirik Vira yang masih menunduk. Cowok itu diam, ia benarkan posisinya menghadap Vira.

"Gak semua orang ingin kamu hancur, aku contohnya dan Dara buktinya. Teman-teman kamu.. mereka perduli kamu" Vira tatap mata Aksal dalam, berusaha membuat Aksal mengerti jika apa yang ada di dalam pikiranya saat ini salah.

"Semuanya mampu bertahan jika kamu ingin mereka bertahan. Mereka akan di samping kamu jika kamu bicara" Vira letakan tanganya di bahu Aksal, ia mengangguk yakin.

Yang di perlukan Aksal sekarang ialah berkata dengan mulutnya sendiri. Berani menerima uluran tangan seseorang yang ingin membantunya.

Karena pada dasarnya siapapun mereka, jika mereka menyayangi kita. Mereka pasti akan bertahan, bahkan dalam keadaan sesakit apapun luka itu.

-Akasadara-

a/n : test, test, test.. test ombak. Ayo kita mulai flashback.

Aksadara √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang