Dara membuka pintu rumah, cewek itu melangkah perlahan dengan perasaan senang. Tak masalah jika oma harus marah karena dirinya pulang malam seperti ini.
Mengedarkan arah pandang ke isi ruangan. Dara diam terpaku ketika ia dapati ayahnya Kaesar berdiri di ujung pintu kamar.
Pria itu menatap tegas, mengisyaratkan sebuah masalah.
Garis tipis yang awalnya tercipta di bibir Dara perlahan memudar ketika ia lihat tas sekolahnya terbaring kaku di tas meja.
Dari sana Dara sadar dia dalam masalah.
Esar melangkah mendekat, menarik tas Dara dari meja. Ia lempar tas itu ke bawah, membuat Dara tersentak pelan. Cewek itu menunduk.
"Ayah tahu kamu tinggal bersama oma selama ini dan ayah tahu oma gak pernah ngajarin kamu buat bolos" Esar menggeram pelan, masih ia tatap tas Dara sebelum ia menatap tegas anaknya.
Tangan Esar mengepal kuat, ia tarik napas sangat dalam dan membuang tatapan. Semarah apapun dirinya, Esar memang tidak pernah bisa menjadi seorang yang ringan tangan. Apalagi terhadaporang-orang yang ia sayang.
"Jawab ayah, kenapa kamu seberani ini?"
"Kenapa ayah perduli... " ia tatap balik Esar dengan amarah sama. Meremeas ujung roknya kuat, gadis itu merintih pelan.
"Ini hidup Dara, gak ada yang boleh ngelarang kecuali oma" tambah Dara tak gentar ia tatap mata tajam Esar.
"Kamu keterlaluan, sejak kapan kamu menjadi gadis pembangkang seperti ini?!"
"SEJAK IBU PERGI NINGGALIN KITA!!"
Plak.
Dara membeku ketika ia rasakan kebas dan panas menjalar di pipinya. Esar menampar, ayah menamparnya. Untuk hal yang pertama rasanya sangat menyakitkan. Rasanya seperti luka Dara di cabik dalam sekali raupan. Semuanya terasa sakit dan hatinya perih.
Memejamkan matanya air mata Dara jatuh seketika. Gadis itu ingin menjerit dan merintih kuat.
"Ayah tidak suka kamu membawa alasan kepergian ibumu" Esar menggeram, setelah berhasil melayangkan tamparan keras. Kepalanya terasa terantuk ke dinding. Emosinya tiba-tiba memuncah ketika Dara mengucapkan kalimat tadi.
Sejak dulu Dara tahu hal paling sensitiv bagi ayahnya adalah ibu. Hal paling mengerikan dalam hidup Esar kepergian istirnya.
"Kenapa ayah marah? Bukankah karena ayah ibu pergi. Tidakkah ayah pikir itu menyakitkan? Hati aku sakit" jelas Dara meremas dadanya sendiri. Remasan yang sangat terasa di hatinya, kepergian Eliana waktu Dara berumur 11 tahun dan sejak itu Dara di titipkan bersama oma.
Tidak ada alasan lain yang Dara dapatkan. Tak berapa lama dari itu, Esar dan Elia memilih untuk berpisah. Esar mendapatkan Dara dan Elia pergi entah kemana.
Selama itu Dara memendam rasa kesalnya sendiri, memupuk benci kepada Esar. Menjauhkan diri untuk menolak kenyataan.
"Lupakan itu, sekarang ayah bertanya kenapa kamu bolos?"
"Lupakan, ayah pikir mudah bertahan dengan rasa sakit. Tamparan ayah saja tidak setara dengan apa yang aku rasakan selama ini. Aku benci sama ayah" Dara ingin melangkah melewati Esar, sebelum Esar menarik Dara kuat kembali pada posisinya.
"Ayah tanya sekali lagi kenapa kamu bolos?" ulang Esar perlahan.
Dara membuang arah pandangnya "karena aku ingin... karena aku pengen bolos" jawab Dara lalu menatap mata Esar yang berkaca.
Esar melepas tanganya. Lalu menunduk, ia ambil tas sekolah Dara yang ia lempar ke bawah "oma jatuh pingsan dan saat ini koma. Kamu boleh bolos sesuka kamu, kamu boleh pulang semau kamu. Tapi kamu gak boleh ninggalin oma sendirian dalam keadaan gitu, ayah gak suka"
Bagaikan di tembak peluru, Dara menahan sesak dadanya. Ia tatap punggung tubuh Esar yang perlahan melangkah keluar. Dara lihat punggung yang membawa beban berat, perlahan berjalan menjauh terseok pelan.
Di sana, hati Dara remuk kesekian kali. Dengan perlahan ia terduduk, sebelum menjerit kuat dan menangis hebat.
Kali ini lukanya datang bertubi.
.
.
.
Aksal membuka helmnya lalu meletakan helm tadi di dudukan motor. Cowok itu berjalan sambil bersenandung, ia dalam keadaan senang. Rasanya bebanya baru saja terangkat perlahan, pundaknya tidak terasa berat untuk sesaat.Baru saja masuk dan meletakan tas di sofa, tiba-tiba seseorang memeluk tubuhnya erat. Aksal diam tidak membalas, dia cucup terkejut mendapat sambutan seperti ini.
"Hey, kenapa Vir?" tanyanya, memegang bahu Vira memaksa cewek itu melepas pelukanya. Namun Vira enggan mengikuti, cewek itu semakin kuat memeluk sangat kuat.
Hingga pada titik tertentu, Aksal sadar suatu hal. Sesuatu pasti telah terjadi.
"Lo kenapa?" tanya Aksal kembali, masih tidak mengerti kenapa gadis ini bisa di rumahnya dan langsung bersikap seperti ini.
Vira memang sering datang ke rumah. Rumah ini hanya Aksal yang menempati, papa dan mamanya memiliki rumah masing-masing. Mereka terlalu sibuk untuk sekedar singkah di satu rumah.
Jadilah Aksal yang hidup sendirian di sini.
"Gue mohon sama lo, apa yang terjadi?" Aksal kini meminta, membuat Vira melemahkan pelukanya. Cewek itu menatap Aksal dalam sangat dalam.
"Aku sayang sama kamu Sal... aku mohon aku sayang sama kamu..." lirih Vira pelan kembali memeluk Aksal erat.
Dan Aksal di keadaan itu hanya mampu terdiam, dia hanya mampu membiarkan tanpa mampu menolaknya.
.
.
.
Suara mesin detak jantung mengisi ruangan sunyi yang berdominan warna putih itu. Malam yang sangat sunyi.
Oma terbaring kaku di atas ranjang rumah sakit. Selang dan beberapa alat rumah sakit melekat di tubuhnya. Sejak melihat oma terbaring disini, hati Dara sudah mencelos hebat. Dia tersakiti.
Dara merasa bersalah.
Duduk di samping nenek cerewet itu, beruntungnya masa kritis oma sudah lewat. Dara masih bisa bernapas legah untuk sesaat.
Karena Dara pasti sangat ketakutan, dia hanya punya oma jika oma pergi Dara tidak tahu harus kemana lagi ketika ia ingin lari.
"Oma kenapa bisa pingsan, padahal Dara mau cerita. Aksal ngasih kamera buat Dara, rencananya mau ajak oma foto. Aksal juga bilang dia sayang aku, sangat sayang lebih dari oma" Dara tersenyum samar mengenggam tangan oma.
Ingatanya jatuh pada momen di bukti sore tadi.
"Aku janji gak bakalan cemburu kalau oma dekat Aksal. Aksal boleh sama oma seharian, asalkan oma bangun sekarang" kembali Dara bermonolog. Menatap sendu oma yang terpejam.
Menyenderkan kepalanya di sisi ranjang, Dara memainkan tangan oma. Gadis itu tersenyum tipis "oma tahu, aku sangat menyayangi Aksal. Sangat" bisiknya dan setetes air mata jatuh dari mata.
-Aksadara-
a/n : mau bilang aja, part-part berikutnya bakalan super ngegas. Siapkan hati kalian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksadara √
Teen FictionAksal tidak tahu bentuk apa yang dapat ia jelaskan untuk Dara. Yang Aksal tahu pernah mengenal Dara adalah anugrah terindah. Mereka telah melalui banyak fase dimana harus berhujanan di kelopak mata dan bermain di taman es krim yang siap meleleh kapa...