....
Buta ku berada pada titik paling indah, karena salah satu dari kasat mata itu, buta melihat mu salah.
--Adara Ferdella
....
Dara meletakan kembali sendoknya, cewek itu diam menatap nanar nasi goreng buatan oma yang tersedia di piring. Ini harusnya sarapan pagi, hal yang tidak pernah di lewatkan Dara sebelum sekolah.Sarapan pagi yang biasa di isi dengan cerita membosankan oma, tentang kegiataanya selama di rumah tanpa Dara. Membosankan memang, tapi selalu Dara dengar dan tanggapi setiap kata dari bibir renta itu.
Namun kali ini Dara tidak mau mendengar cerita apapun.
"Pahami omongan oma sayang.."oma menatap cucu kesayanganya. Oma tahu pembahasan ini memang tidak menyenangkan, terutama untuk pribadi Dara.
Ia sentuh tangan itu dengan sayang, Dara menatap oma yang tersenyum. Dara tahu oma bermaksud baik, tapi Dara masih belum bisa mencerna dimana kebaikan untuk dirinya.
Dia belum mengerti sampai detik ini, karena memang dari awal Dara menolak untuk mengerti.
Oma menghela napasnya dan berujat lagi pelan "...dan angkat telpon ayah kamu" Dara mengepal tanganya kuat. Ayah, ayah, Dara tidak tahu kapan terakhir ia mengobrol dengan pria yang dulu pernah menjadi segalanya dalam kehidupan.
...
Pandangan kelam itu mulai mengabur, rasa nyeri bekas luka mulai berdenyut. Ia terduduk lemas, menarik lututnya di sudut ruangan. Di sebrang tempat ia tersungkur. Ardi berdiri memgang pinggiran besi yang menjulang, di belakang cowok itu tersandar Doni yang tak berdaya.
Aksal lirik Ardi samar, cowok itu menatap dirinya penuh penyesalan. Sedangkan Aksal tersenyum samar di balik lukanya.
Malam tadi mereka bertiga yang tersis di tempat, bersama sisa -sisa motor yang tak sempat di bawa pergi. Sebenarnya Aksal bisa lolos jika cowok itu tidak keras kepala. Karena itupula Ardi menyesal bukan main.
Anak itu harusnya tidak ikut campur dalam urusan ini, harusnya Aksal tidak bertarung malam itu dan harusnya Aksal tidak ada di balik tahanan konyol ini.
Ketiganya masih di kantor polisi, harus di peroses sebelum benar-benar membekam di dalam penjara jika mereka bersalah.
Aksal menarik dirinya bangkit dari keterpurukan. Cowok itu mendekat ke besi, melihatkan wajahnya ke arah Ardi. Ia tertawa pelan sambil meringis dan Ardi di sana hanya dapat menggelengkan kepala tidak mngerti lagi kemana akal sehat Aksal.
Dengan bodohnya, dia sok kegantengan bersama tawa di dalam kantor polisi. Ardi rasa otak Aksal terpukul kemarin.
Lelah tertawa Aksal terbatuk dan kembali membawa dirinya untuk menyender. Ia letih, lelah, sesak. Aksal sudah lemah. Dia butuh istirahat. Namun, satu detikpun waktu tak mampu membawa dirnya untuk menutup mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksadara √
Teen FictionAksal tidak tahu bentuk apa yang dapat ia jelaskan untuk Dara. Yang Aksal tahu pernah mengenal Dara adalah anugrah terindah. Mereka telah melalui banyak fase dimana harus berhujanan di kelopak mata dan bermain di taman es krim yang siap meleleh kapa...