Aksadara 07

2.9K 193 2
                                    

Atas semua rasa yang ada, kenapa selalu rasa sakit yang di terima

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Atas semua rasa yang ada, kenapa selalu rasa sakit yang di terima.

...


Mata elang itu mengekor, menatap bayanganya dari pantulan cermin yang menyongsong ke arah dirinya dari sudut ruangan. Senyum seringai semakin terbit ketika maniknya menangkap sebuah figura yang terpasang di dinding.

Sesering apapun ia mencari kesamaan, tak pernah di temukan. Aksal tidak pernah menemukan dirinya di dalam orang berjas di gambar.

"Kenyataan begitu bodoh" desis Aksal menggelengkan kepalanya. Cowok itu memainkan beberapa map yang tergeletak acak di meja, ia tersenyum miring sadar betapa sibuknya si pemilik kursi yang ia duduki sekarang.

Masih fokus melihat-lihat isi di atas meja. Seseorang membuka pintu, membuat Aksal menoleh dan senyum manis penuh tipu muncul.

Aksal bangkit dan berjalan dengan santai ke arah sofa. Sedangkan pria berjas yang datang tadi matanya mengekori semua pergerakan anak satu-satunya itu. Ferian membenarkan jasnya, berjalan dengan penuh wibawa mendekat ke arah Aksal.

Ia jelajahi luka yang beredar di wajah Aksal. Dalam hati Ferian mengelus dadanya tidak mengerti apa yang di inginkan Aksal sebenarnya. Ia tidak akan pernah mengerti.

"Kamu seharusnya sekolah" Ferian membuka suara. Dengan pandangan teduhnya ia tatap mata tajam penuh cengkraman itu. Di sana bisa terkecap rasa sepi yang nyata.

Aksal diam, ia tundukan kepalanya. Dalam keadaan apapun, Aksal masih tahu batas wajarnya. Ia memang bebas, tapi Aksal tidak bisa membantah kuasa papanya bahkan jika ia ingin sekalipun.

Karena bagi Aksal setidak akurpun sebuah keluarga, haram hukumnya seorang anak membantah kuasa orangtua.

"Bisa kita bicarakan ini di rumah?" Bukanya jawaban atas pertanyaan Ferian. Aksal membuat ruang pertanyaan baru, pertanyaan yang sebenarnya sudah ia ketauhi apa jawabanya.

Sebuah tidak dalam kamus bahasa.

Aksal meringis pelan, setelah luka yang ia ukir di wajah. Setelah pencorengan nama di kantor keamanan dan setelah banyak perbuataan buruk di sekolah. Apakah Ferian tidak bisa melihat jika Aksal ingin sebuah keadilan.

Anak itu tidak mau sesuatu yang besar. Ia hanya ingin merasakan pukulan akibat amarah dari orangtua yang nyata.

Aksal hanya ingin itu, karena pasalnya Ferian tak pernah marah. Ferian tidak pernah berteriak bahkan dalam masalah besar sekalipun.

Pria itu terlalu baik atau sudah lepas tangan?

Aksal tidak tahu.

Aksadara √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang