Aksadara 13

2.1K 192 3
                                    

Ruang luka kembali terbuka dan
rasa hambar menjabar, menjadi penjelas
bahwa kesakitan memang nyata adanya
...


Jam pada dinding menunjuk ke angka 6, oma mengerjap pelan membuka kelopak matanya. Wanita itu bernapas lembut dan menggeserkan tanganya, ia lirik Dara yang tidur terduduk. Lantas oma tersenyum tipis. Membuat gerakan mengelus kepala.

Merasa ada pergerakan, Dara membuka kelopak matanya cepat lalu bangkit ingin memanggil perawat. Namun, oma menahan lengan itu, ia menggeleng kecil.

"Dara harus lapor kalau oma udah sadar" ujarnya pelan kembali duduk.

"Dih...--sini aja"oma berujar senggat. Membuat Dara menghembuskan napasnya pelan, lalu memeluk tangan oma.

"Maafin Dara, kalau aja Dara gak pulang kemaleman oma pasti gak disini" Dara menatap oma bersalah. Gadis itu mengerti kenapa Esar datang dengan rasa marah besar. Oma jatuh terpeleset, untung saja oma masih bisa memaut pegangan pada pintu jadi mengurangi benturan buruk yang akan terjadi.

Namun, jantungnya terlalu lemah. Membuat oma terkejut dan pingsan tiba-tiba.

"Dan juga, maafin Dara.. oma. Dara bolos"

Oma mengangguk samar, memainkan rambut Dara sayang. Ia tidak lagi mengerti apa yang akan terjadi jika oma benar-benar terluka. Dara sungguh akan merasa sangat bersalah.

"Nanti ajak Aksal kesini yah.. oma mau bicara sama dia" Dara mengangguk, mengiyakan permintaan oma. Lalu gadis itu tersenyum lebar dan berkata "oma belum dengar cerita Aksal sama Dara..." dan selanjutnya ruangan itu di penuh dengan kisah panjang perjalanan bolos mereka.

....

Langkah sepatu bertali putih itu berhenti ketika ia buka pintu rooftop sedikit kencang. Ia tatap tiga orang cowok duduk santai di dekat tumpukan drum dan beberapa meja bersama kursi lama.

Ia mendekat lalu melempar botol minuman kosong yang sejak tadi ia bawa. Sontak saja ketiga orang itu melihat, Fikri terlonjak, Veron bangkit dan Aksal hanya melirik.

Ketiga cowok itu menatap keheran gadis berponi yang tiba-tiba datang dan melempar botol bekas minuman.

"Lo bertiga itu sama kayak botol itu" ucapnya membuat Veron mulai mendekat ke arah cewek itu.

Ia menghembuskan napas pelan "Lo kerasukan setan dimana Ki?" tanyanya menaikan sebelah alis menatap Kinar yang sama sekali tak perduli.

Kinar melipat tanganya di depan dada lalu berjalan mendekat ke arah Aksal. Langsung saja Kinar melayangkan tamparan bebes ke pipi cowok itu. Suara yang cukup keras sehingga Fikri langsung mendekat dan menarik cewek itu kasar.

"Lo gila!" Seru Fikri menatap Kinar.

Kinar melepas peganganya pada Fikri lalu melirik cowok itu singkat dan kembali menatap Aksal tajam "gue tau lo nakal, tapi gak gini juga sampai ngajak Dara ikutan bolos kayak lo"

"... Dara itu anak baik Sal, jangan rusak dia" lirihan Kinar mulai terdengar. Mata Kinar memanas, mengingat ketika ia datang ke rumah oma yang ia temui adalah ayah Dara.

Hubungan Dara dan ayahnya tidak baik.

Aksal bangkit dari duduknya, cowok itu berjalan mendekat ke arah Kinar. Cowok itu tersenyum tipis "makasih karena lo udah begitu tulus temenan sama Dara"

"Emang gak ada otak yah lo..." tunjuk Kinar tepat di wajah Aksal "sekarang dimana Dara?"

Veron menarik Kinar menghadap dirinya "gue gak kasar sama cewek, tapi kalau lo kasar gue bisa lebih" ancaman itu melesat dari bibir Veron. Cowok itu memang tidak akan main-main jika sudah ada yang berani merendahkan Aksal.

Veron selalu menghimbau, jika tidak ada yang bisa menghakimi Aksal karena sudut pandangan mereka sendiri. Jika kalian tidak mengenal bagaimana cowok itu maka diam saja. Gak usah banyak komen tentang Aksal.

Veron saja yang sudah berteman dengan cowok itu masih belum bisa mengenal Aksal dengan kata sangat.

Apalagi kalian yang cuman sekedar tahu nama dia.

"Udah Ron.." Aksal menggeleng melepas pegangan Veron pada bahu Kinar.

"Maafin gue Ki, gue salah.. tapi sejak tadi gue gak sama Dara. Gue juga masih mencari keberadaan dia" jelas Aksal membuat Kinar membuang pandanganya.

Cewek itu berdecak sebal "dia itu sayang banget sama lo, kalau tujuan lo hanya mau ngerusak dan ngelukain dia ... gue mohon Sal, tinggalin. Dara terlalu berharga buat orang kayak lo" setelah itu Kinar melangkah pergi membiarkan Aksal terdiam pada pikiranya.

Fikri diam menatap kepergian Kinar dan Veron melirik Aksal yang menunduk. Cowok itu mendesah dan merentangkan tanganya ke atas "emang gue gak pantes banget yah?" Tanyanya menatap satu persatu Fikri dan Veron.

Keduanya diam tidak menanggapi dan Aksal tersenyum menerima respon itu. Temanya saja tidak bisa menjawab, apalagi orang lain. Dia jadi semakin sadar diri saja, jika selama ini memilih tuli.

Tuli dengan omongan orang lain. Tapi, pada akhirnya Aksal capek sendiri. Setelah mendapat tamparan dari Kinar, telinga Aksal seolah berdegung kencang. Tamparan yang membuat indra pendengarnya mengecap hebat. Membuat semua bunyi yang selama ini ia tulikan terdengar.

Lambang dari makian Kinar tadi.

Rasanya pedih sekali.

...

Di ruangan berbentuk kubus itu Vira menatap serius dokter berjas putih di hadapanya yang sedang menjelaskan.

"Ini perkiraan terburuk yang bisa saja terjadi. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, kamu harus mengerti" ujar Dokter itu menjelaskan setelah berulang kali di desak Vira untuk membantu.

Gadis itu sudah tidak tahu lagi harus apa setelah mendapat kabar ini. Yang ia bisa lakukan hanya meminta semuanya baik-baik saja agar berjalan normal seperti biasa.

Vira hanya tidak ingin Aksal kembali terluka mendengar kabar ini. Dia tidak mau Aksal menderita.

Karena sesak Aksal sama sesaknya dengan dia.

Hanya mampu mengangguk samar, Vira berterimakasih dan permisi keluar ruangan.
Cewek itu menatap kertas hasil cek yang di berikan dokter tadi di ruangan. Ia terduduk pelan di bangku tunggu ruangan.

Vira diam masih memegang hasil test tadi. Menarik napas dalam lalu menghembuskanya perlahan. Vira membuang arah pandangan dan menahan tangisnya.

Ia lipat kertas tadi dan memasukan ke dalam tas. Mengambil ponsel lalu mengetik beberapa pesan dan mengirimnya.

Ini keadaan yang buruk Sal.

Dan Aksal yang menerima pesan itu hanya mampu menyandarkan dirinya ke dinding. Meremas kencang ponsel, ia terpaku bersama dada yang begitu sesak.

Kini dirinya tidak tahu lagi arti bahagia seperti apa.

-Aksadara-

a/n : percayalah ini akan sangat ngengas dan perkiraan versi ini gak akan sebanyak versi dulu.

Aksadara √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang