Sampai detik ini aku masih tidak mengerti bagaimana Tuhan dapat merancang semuanya sedetil ini. Di mulai dengan rasa senang, tawa, serta air mata yang di paket kan satu menjadi kehidupaan yang utuh.
...Langkah sepatu Aksal memelan ketika ia tangkap tujuanya. Cowok itu tersenyum tipis, mengirup aroma bunga berwarna merah di tanganya. Seiring berjalanya waktu, minggu, dan hari luka Aksal perlahan memulih.
Memang bukan waktu yang menyembuhkanya, tapi waktu yang mengeringkanya.
Di dalam kehidupan kita memerlukan bermacam elemen tentang hidup. Tidak harus mendominasi satu kekuatan saja, tapi menyeluruh. Menyeimbangkanya hingga menjadi kebersamaan yang utuh.
Aksal banyak paham tentang itu semua, setelah berbagai rentetan kisah menerpanya begitu tanpa lelah. Tidak memberinya jeda untuk sekedar bernapa lega. Tapi, beruntungnya ada secercah harapan bagi dia untuk bertahan. Menerima dan menikmati semua peroses yang ada.
Aksal bersyukur untuk segala kesempatan yang telah di berikan.
Dia tidak akan lagi menyesali semuanya.
Ketika sampai pada satu pusaran, Aksal merendahkan tubuhnya. Ia letakan bunga tadi, lalu mengusap pelan nisan. Aksal rapalkan doa dengan wajah mekar tak biasa.
"Assalamualikaum, oma. Aku berhasil menjadi cucu menantu yang oma harapkan sekarang," ujar Aksal.
Banyak hal yang memang terjadi setelah itu. Vira sudah pergi melanjutkan sekolahnya, Riana sudah di izinkan pulang beberapa minggu yang lalu , hubungan orangtuanya kembali membaik walau mereka belum memutuskan untuk kembali bersama dan Aksal berhasil menjadi lebih baik.
Susah payah Aksal kejar nilai-nilai yang kosong. Cowok itu mati-matian memperbaiki kesalahanya selama sekolah. Memang, semuanya perlahan membaik. Badai yang mereka lalui perlahan berhenti berpijak.
"Aku senang dan aku merindukan oma" lirih Aksal masih mengusap pelan nisan bertuliskan nama oma Nita.
Lalu tangan cowok itu berhenti mengusap, kini ia letakan di atas lututnya "Dara baik-baik saja, dia tersenyum. Sekarang dia lebih dekat dengan seseorang. Awalnya aku cemburu oma, tapi aku coba untuk mengerti situasi. Dara bahagia itu yang aku butuhkan" senyum Aksal terasa pedih. Di kala dirinya sudah cukup bahagia, ternyata masih ada saja perasaan terluka yang menyempil di hatinya.
Tentang rasanya kepada Dara.
"Aku malu sebenarnya mengakui ini. Kenapa oma harus punya cucu seperti Dara. Dia sulit di lupakan" Aksal menjelaskan kerisauanya. Kegalauanya yang sulit sekali di atasi.
Setelah mengucapkan kalimat tadi Aksal tertawa pelan, meruntuki kebodohanya.
"Apa kabar oma..., dan Aksal?"
Aksal tersentak dan menoleh. Di sana ia dapati Dara yang tersenyum tipis mulai melangkah mendekat. Aksal bangkit, menatap Dara canggung.
Aksal beberapa kali memang sering melihat Dara, memperhatikan gadis itu diam-diam di sekolah. Namun, Aksal tidak berani untuk sekedar menyapa. Maka itu, setelah jeda panjang mereka, Aksal merasa canggung bertemu disini.
Di makam omanya Dara.
"Lo sering dateng kesini?" tanya Dara memastikan. Cewek itu meletakan bunga lain di samping bunga Aksal. Lalu berdoa sebentar dan tersenyum.
Aksal melihat itu diam-diam ikut tersenyum, walau dengan susah payah ia menutupi dengan mengigit bibir bawahnya pelan.
Setelah berdoa, Dara pandang Aksal yang menunduk malu. Cewek itu tersenyum melihatnya, "gue seneng lo masih inget sama oma. Gue pikir banyak yang bakalan lupain nenek satu ini karena cerewet," jelas Dara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksadara √
Teen FictionAksal tidak tahu bentuk apa yang dapat ia jelaskan untuk Dara. Yang Aksal tahu pernah mengenal Dara adalah anugrah terindah. Mereka telah melalui banyak fase dimana harus berhujanan di kelopak mata dan bermain di taman es krim yang siap meleleh kapa...