28. Pulih

10 1 0
                                    


Hampir seminggu aku menjenguk Bagas dirumah sakit dia masih belum sadar tapi aku terus datang bercerita dan seolah menghiburnya, bukan tepatnya menghibur diriku sendiri.

Aku berjalan masuk melewati meja resepsionis dan aku melewati seseorang, orang itu berjalan menabrak ibu-ibu yang berjalan dibelakangku dia meminta maaf dan aku seperti mengenalinya kakiku terhenti dan membalikan tubuhku kearah sumber suara. Aku berharap itu dia tapi dia sudah berjalan menjauhi Rumah sakit.

Kenapa jantungku berdegup kencang, kenapa kaki ku bergemetar. Kenapa wajahnya muncul dibenakku lagi. Handphone ku berdering membuat lamunanku buyar seketika.

"Halo?'

'Nit, Bagas udah sadar nih gue udah sampe dikamarnya.'

Mendengar berita itu aku segera menutup telfonnya dan menuju kamar Bagas.

Rasanya senang mendengar dia baik-baik saja. Aku berharap keadaan cepat pulih. Aku berjalan mendekat kearah mereka. Air mataku hampir jatuh. Ada rasa haru dihatiku. Sejujurnya beberapa hari lalu aku hampir putus asa takut kalau Bagas tidak bangun selamanya.

"Hai Nit" sapanya membuatku segera memeluknya dan menangis. "Lo kenapa nangis, tenang gue masih hidup gue masih nafas kok" katanya tersenyum.

Aku melepas pelukannya dan rasanya sekarang aku ingin memukulnya tapi tidak ku lakukan karena dia baru saja siuman nanti kalau kenapa-kenapa aku yang disalahkan.

"Lo kapan sadarnya?" Tanyaku.

"Tadi pagi pas ada yang dateng" ujarnya sedikit pelan.

"Siapa?"

"Hmm nyokap gue."

"Eh, nyokap lu kan selalu ada disini harusnya lu sadar dari kemaren-kemaren" celetuk Alif.

"Nih, Nita khawatir banget sama lo gas." Kata Nessa.

"Yaudah gue beli minum dulu ya" pamit Alif.

"Gue ikut beb."

"Loh kalian. Gue dateng malah pergi."

"Kita udah dari tadi disini lo lama sih datengnya."

"Macet."

"Klise" kata Nessa mencibir aku hanya tersenyum lalu mereka pergi.

"Nyokap lo mana?"

"Lagi nebus obat"

"Oh" aku tersenyum dia mentapku bingung Seolah bertanya kenapa?

"Nggak, nggak apa-apa gue seneng aja kok lo sadar."

"Lo kangen sama gue"

"Sebenernya ga sih gue cuman khawatir aja rapat BEM bentar lagi dan gue nggak mau laporin pembukuan sendirian" kataku nyengir.

"Ah, lo nggak ada romantis romantisnya dasar nggak peka"

"Apaan sih. Iya gue khawatir dan kangen sama lo."

"Akhirnya lo ngaku."

" kangen pengen jitak lo"

"Yah, terus khawatir kan?" Katanya lesu tapi berubah semangat.

"Iya, gue khawatir lo lama-lama jadi kaya putri tidur" aku tertawa dia hanya mendengus kesal.

"Iya gue putri tidur yang nunggu pangeran dateng puas lo" Katanya kesal aku hamya tertawa.

"Dan gue emang disamperin pangeran tadi" tawaku terhenti mencoba mencerna candaannya.

"Ngaco lo"

"Gue serius"

"Ah, udah lah nih gue bawain buah lo mau nggak?" Dia hanya mengangguk dan aku mengupas jeruk untuknya.

Aku membahas kegiatan di kampus dan di BEM dan juga tentang Alif.

"Nit"

"Hmm"

"Apa lo takut kehilangan untuk yang kedua kalinya?" Aku terdiam karena aku tak tahu harus menjawab apa. "Lo tahu kan siapa pelakunya?"

"Kenapa lo nanya gitu? Apa lo berniat buat bales perbuatan dia itu namanya lo sama kaya dia gas"

"Apa lo ga mau gue berantem sama dia lagi? Oke kalo gitu"

Dan aku hanya diam Alif dan Nessa sudah kembali lalu aku mengajak mereka pulang bersama tapi percuma. Nessa naik motor dengan Alif.

"Coba gue sehat gue anterin lo Nit"

"Kalo lo sehat gue ga bakal jengukin lo gas" Ia hanya tersenyum.

Kami pulang setelah mamanya Bagas kembali. Kami berpamitan dengan mamanya.

Langkahku terhenti saat melihat hujan cukup deras dan aku sudah berada dihalaman depan Rumah sakit.

"Nessa sama Alif pasti udah mau nyampe rumah. Mana gue ga bawa payung lagi" gerutuku kesal menatap hujan. Aku jadi ingat dulu Lugas mengajakku bermain hujan, tapi itu dulu ssat Lugas masih didekatku.

Aku terkejut saat seseorang yang ingin memasuki Rumah sakit memberikan payungnya kepadaku. Aku bingung dan tak bisa melihat wajahnya karena ditutupi tudung jaketnya, memakai kaca mata dan masker. Ia seperti penjahat tapi menyodorkan payungnya kepadaku,  aku sama sekali tak berniat mengambilnya.

"Nih, pake" suaranya terdengar berat. Aku tercengang tapi ia memaksaku sampai menarik tanganku dan membuatnya memegang payung itu, Setelah itu dia pergi begitu saja.

Aku mengenal jaket yang ia pakai, Ia seperti orang tadi yang menabrak ibu-ibu waktu aku datang, suaranya mirip.. aku berlari masuk kerumah sakit kulihat sekeliling tapi tak ada sosok itu lagi.
Aku berusaha mencari dan menghubung hubungkan segala peristiwa tapi seperti tak yakin dengan jawabanku sendiri.

Apa itu Lugas? Kalau iya kenapa dia tak menampakan dirinya. Aku sudah berusaha tak peduli lagi tapi sulit melihat barang pemberiannya rasanya ingin aku bakar agar aku tak ingat dia lagi tapi itu percuma sungguh sulit jangankan membakarnya membuka isinya saja aku tak punya nyali.

Dalam beberapa hari Bagas sudah pulih bahkan dia sudah berani membawa motor kekampus. Aku saja masih ngeri melihatnya tapi dia dengan santainya membawa motor Alif yang marah akan hal itu.

"Lo tau kan gas, kemaren nyokap lo nyuruh gue jagain lo dan lo malah bawa motor"

"Lo salah bukan gue yang bawa motor tapi motor yang bawa gue."

"Masa bodo. Gimana kalo lo kenapa-napa lagi ntar gue kena omel nyokap lo"

"Ntar bilang aja 'udah dijagain tan tapi dia kabur' gitu aja"

"Harusnya lu turutin omongan Alif gas"

"Lo belain dia karna lo pacar dia kan, gue kan bukan pacar dia jadi ya gue bebas aja"

"Dia bukan pacar lo tapi pawang lo gas" kataku tertawa Nessa juga Alif hanya kesal.

Sejak hari itu aku juga jarang melihat kak Reno lagi. Dia seperti lenyap di hadapan kita dan di kehidupan kita. Bagus lah jadi aku tak perlu mengusirnya dan tak akan ada lagi korban.

Vote ya...
😊😊😊😊😊😊😊😊

THE BEST FOR YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang