Namaku Wawan, usia 31 tahun. Aku bekerja sebagai customer service di sebuah perusahaan pencarian jodoh di Kota Surabaya. Setiap hari aku telah mempertemukan puluhan orang dengan jodohnya masing-masing. Sedangkan aku? Jangankan jodoh, pacaran serius dengan cewek saja belum pernah.
Setiap hari diriku bekerja mulai pagi hingga malam hari. Nyaris tidak ada waktu luang. Sejengkal waktu selalu kugunakan untuk membaca buku dan membaca buku. Ibarat tidur pun "ngelonin" buku. Bangun-bangun aku mengintip KTP. Kuhitung ternyata usiaku sudah 31 tahun.
31 tahun. Yah, sebuah usia kutukan bagiku. Semua teman seusiaku anaknya sudah besar-besar. Mereka rata-rata sudah berumah sendiri dan bermobil. Sedangkan aku? Setiap hari tidur di kos mengerami buku. Andaikan buku adalah telur, mungkin sudah menetas berkali-kali.
Suatu malam aku menangis. Meratap. Mengadukan pelik nasib ini pada Ilahi. Betapa nelangsanya hati ini ketika Budhe berkunjung ke rumah lalu menyindir ibuku yang tidak-tidak. "Eih, Dek, ini loh cucuku, lucu kan? Alhamdulillah, Tole dapat istri salehah dan kemarin dia baru beli mobil loh," terang Budhe pada ibuku.
Ibuku tersenyum ringan. Aku tahu perasaannya kala itu. Kata temanku, aku harus balas dendam dengan cara bisa menikah secepat mungkin. Aku pun mulai berpetualang ke hutan cinta.
***
Ting tung...
Nomor antrean 1...
"Selamat pagi Mbak, dengan saya Wawan. Ada yang bisa saya bantu?" sapaku kepada customer nomor wahid hari ini. Tepat pukul 08.00 WIB. Saya lirik alat call sudah antre 10 orang. Wauwww ...! Pagi-pagi sudah banyak orang cari jodoh. Hemmm ....
Customer nomor 1 duduk. Seperti biasa, sebagai customer service hal yang pertama kali aku lakukan adalah menjajaki ekspresi serta bahasa tubuh customer. Mbak-mbak ini rupanya datang membawa segombyok masalah. Tergurat dari lipatan wajahnya. Tiap lipatan kulitnya seperti menyimpan beban amat berat.
"Iya, Mbak. Bisa dibantu?" tanyaku kedua kali. Mbak-mbak ini tetap bertahan dalam ekspresi penuh luka.
Hikz... hikz... hikz...
"Loh, loh, kok mewek-mewek Mbak ini?" kagetku dalam hati. Oalaaa ... hemmm hatiku terbawa trenyuh.
"Mbak? Mbaknya kenapa?" tanyaku iba.
Customer bertubuh setengah gembrot ini tak kunjung bicara. Tidak tahu kalau di belakangnya ada banyak customer lainnya antre. Pagi ini se-shift hanya aku berdua dengan Dewi. Dia partner kerjaku.
"Mbak! Mbak! Cepetan Mbak! Ini antre banyak!" seru seorang ibu-ibu begitu saja nyelutuk memperingatkan customer yang sedang tersedu di depanku ini.
"To, tolonggg saya, Mas, su, suami saya selingkuh!" ucap Mbak-mbak berkaos merah ini sambil mengelus-ngelus meja.
Owh, case selingkuh? Hem selingkuh lagi selingkuh lagi. Entah, minggu-minggu ini kok banyak sekali kasus customer mengadu diselingkuhi pasangannya?
Aku lantas mengangguk penuh senyuman. "Baik, apakah sebelumnya Mbak sudah menjadi member? Jika belum, bisa pinjam KTP-nya? Saya daftarkan member gratis. Khusus bulan ini ada promo free member buat pasangan yang sudah menikah.
"Maaf, kalau boleh tahu status Mbaknya diselingkuhin suami? Apa pacarnya?"
"Su, suamiii ... hiiiiiii hikkk hikkk." Tangisnya malah semakin parah.
Dalam hatiku, "Cup cup cup, badan gemuk kok nangisan? Nggak malu apa sama lemaknya? Hemb!!!"
"Sabar ya, Mbak, tenang saja, Mbak. Gampang. Semua bisa diatasi, kok. Selama bersama Klinik Cinta, Mbaknya jangan khawatir ... jangankan suami selingkuh, suami yang sudah menceraikan pasangannya saja insya Allah bisa kembali ke pangkuan kita. Asal Mbak yakin dan telaten mengikuti ketentuan member Klinik Cinta."