"Lepaskan! Ih, jangan gini, ah!" jeritku menghalau serangan Raja Yono dan empat menterinya.
"Diam kamu!" suara Yono beringas. Merakus nafsu bejatnya.
"Berengsek kalian! Ahhh...!!!" Aku tak mampu menampik pelecehan lima orang ini.
"Lepaskan!" teriakanku kembali memekik keras.
Aku meronta. Menggeliang. Sekuat tenaga membela diri. Kedua tanganku dipegang erat oleh Dani dan Warto. Sementara temannya yang lain, Totok, menduduki kakiku. Aku tak kuasa berontak lagi. Celanaku dipelorot. Bajuku ditarik hingga kancingnya terlepas semua.
"Lepaskan saya! Berengsek kalian!"
Yono tertawa puas. "Ha ha ha, makanya jadi rakyat itu harus nurut sama raja! Kamu tidak pernah bayar iuran! Dosamu satu lagi, kemarin kamu nguping pembicaraanku dengan Pak Widodo."
"Benar kan?!"
Sambil terus berteriak-teriak aku mengeluarkan energi sekuat-kuatnya supaya terlepas dari jeratan manusia-manusia laknat ini.
"Jangan! Jangan! Jangan lakukan! Berengsek kalian! Berengsek!" Aku menangis. Meronta-ronta. Air pilu begitu saja membuncah-buncah.
"Ya Allah," lirihku.
Mereka kembali melakukan pelecehan biadab padaku.
"Tolong, jangan lakukan!" pintaku sekali lagi. Sedang badanku tidak menggantung seutas benang pun. Mereka melakukan pelecehan ini di gudang lantai bawah. Tempatnya sangat sepi. Teriakan keras pun mungkin tak ada artinya. Tidak ada yang mendengar rintihanku.
"Lepaskan tanganku!"
"Diam kamu, Wan!"
Tubuhku lalu diseret ke ruang paling pojok. Satu melawan lima orang garang. Aku tak sanggup lagi.
"Ikat kakinya!" perintah Yono menarik tanganku dengan sabetan cepat.
Kedua kakiku mereka pasung ke posisi atas. Diikat dengan tali kawat ke salah satu ruas jendela. Posisi badanku tepat menghadap ke arah Yono. Sangat kotor perbuatan mereka ini!
"Mau apa kalian, hah?" piluku terus mengaung-ngaung. Aku tidak berhenti menangis merasakan kekejian ini.
"Nggak bisa diam nih orang?"gertak Dani seraya menyumpal mulutku dengan kain lap. Mulutku terkunci rapat. Tak bisa menjerit lagi. Kedua tanganku dijepit erat oleh mereka. Dan Yono dengan gegabah memulai aksinya.
Aku memekak tiada henti dalam mulutku yang disumpal kain kotor. Namun apalah daya, kekuatan mereka dengan mudah menindas harga diriku.
"Biadab kalian semua! Biadab!" gumamku bersuara tidak jelas.
Bertetes-tetes air mata keluar. Membasahi wajahku yang mereka hinakan. Hatiku menjerit. Kenapa diriku bisa sehina ini? Sepilu ini?
"Hentikan!" kataku pelan sambil menahan rasa sakit luar biasa.
"Najis kalian! Perbuatan kalian terkutuk! Semoga kalian mendapat balasan setimpal kelak!" ancamku dalam hati.
Mereka terus saja melakukan aksinya. Kini aku bagai hewan buangan. Disiksa. Dilecehkan. Lalu dibuang ke tengah jalanan.
Yono belum puas melakukan aksinya. Dia beranjak ke sebuah laci. Dia mencari sesuatu. Aku pasrah saja. Jikalau hari ini adalah hari terakhirku hidup, aku beruntung masih diberi kesempatan untuk meminta ampun pada Allah.
"Ya Allah, aku mau diapain lagi sama mereka?"
"Ha ha ha, bagaimana kalau aku beri ini, hah?" Yono menatapku tajam.