"Auh! Lepaskan!" jerit Yuyun kesakitan. Duel tarik menarik rambut masih berlangsung. Mbak Lilis bak orang kerasukan. Dendam kesumatnya ia tumpahkan sekenanya ke muka wanita perebut suaminya itu.
"Auh! Tolongin aku, Wan!" Yuyun meminta tolong. Tubuhnya ditindih Mbak Lilis. Yuyun tak bisa bergerak. Besarnya tubuh Mbak Lilis menggencet habis tubuh kecilnya.
Cakar mencakar wajah pun menjadi perhelatan yang tak bisa dielakkan. Keganasan Mbak Lilis dengan amarah besarnya menciutkan nyali si Yuyun.
"To, tolongin aku, Wan!" iba Yuyun sekali lagi.
Aku terperangah. Berdiri kaku menyaksikan kekuatan Mbak Lilis menggilas mati-matian perempuan tak punya hati itu.
"Hentikan, Mbak!" Pintaku.
"Biarkan, Mas! Biar pelacur ini mampus di tanganku!"
"Eh, jangan, Mbak! Nanti bisa panjang urusannya! Lepaskan saja! Kita bicara baik-baik saja di meja," tarikku ke tangannya kuat-kuat.
Perkelahian di ruang konsultasi ini lumayan ricuh. Aku merasa tidak enak. Takut kalau kekisruhan ini didengar oleh rekan kerjaku lainnya.
Dengan sekuat tenaga, keduanya akhirnya berhasil kududukkan kembali. Mbak Lilis menghempas-hempas napasnya seperti banteng selesai menyeruduk mangsanya.
"Sabar, Mbak. Sabar," halusku padanya.
"Tolong jangan ganggu saya lagi, Lis! Toh, Mas Didik juga sudah menceraikan saya!" ungkapnya mengejutkan.
Mbak Lilis kembali menatap tajam ke arah wanita berambut lurus itu. "Diceraikan?!"
"Iya, saya sudah berpisah dengan lelakimu itu!"
"Syukurin kamu, Yun! Sekarang kamu tahu kan bagaimana rasanya dicerai?"
Yuyun menunduk menguncrit bibirnya.
"Terus Mas Didik sekarang di mana?" tanya Mbak Lilis tampak khawatir bercampur semangat sangat tinggi.
"Yang jelas dia sudah tidak mungkin mau balik kucing padamu, Lis!" ucap Yuyun mengejek.
"Apa katamu???" Mbak Lilis kembali naik pitam. Kedua tangannya bergerak cepat mencekik musuhnya.
Yuyun berusaha menghalau pegangan lawannya. Namun energinya terlalu remeh jika harus melawan energi super dari Mbak Lilis.
Kulerai lagi. Tangan keras Mbak Lilis yang terlanjur menjerat leher Yuyun, kutarik kuat dan akhirnya terlepas.
"Huh, huh, huh," Yuyun membuang sesak napasnya.
"Ngomong seperti itu lagi? Saya bunuh kamu!!!" Murka Mbak Lilis menggelegar petir.
"Hus! Jangan bicara begitu, Mbak!" sentakku.
"Yang jelas, Mas Didik sekarang sudah hidup bahagia dengan Ana!" ungkap Yuyun bengis.
"Ana? Ana siapa?" sahutku.
"Ana teman kerjamu dulu. Anak bagian ruang obat!" jelas Yuyun dengan muka judesnya.
"Yang satu ruangan dengan Novie, kan?" tanyaku memastikan.
"Betul."
"Bagaimana bisa mantan suami Mbak Lilis yang juga mantanmu itu sekarang bisa bersama Ana?" tanyaku lagi.
"Tak perlu saya ceritakan! Tidak penting bagimu!"
Dengusan murka dari Mbak Lilis belum juga reda. Dia kembali menggelorakan sebuah fakta. "Mas, Yuyun ini adalah wanita busuk. Ketika dulu suamiku di-PHK, Yuyun inilah yang kemudian memasukkan suamiku bekerja di Klinik Cinta. Itu terjadi setelah Mas Wawan dipenjara. Menolong tapi juga memukul. Mas Didik bisa bekerja di sana asal menceraikanku lalu menikahinya. Bulus sekali hati perempuan ini, Mas!"