24

338 17 0
                                    

Setelah berbincang panas dengan Mas Qodir di meja warkop sebelah, pandanganku kembali dikejutkan oleh sebuah mobil memasuki halaman KDS. Warnanya merah mengkilau. Lembar koran pemuat headline kasusku pun masih kupegang erat-erat.

Aku baru tahu, di dunia maya, di dunia suara dan di dunia cetak pun beramai-ramai memberitakan kasusku. Aku tersenyum-senyum memandangi foto sendiri terpampang di halaman depan koran ASASI edisi minggu ini, beritaku juga dimuat oleh beberapa koran ternama di Surabaya.

"Selamat, Mas Wawan sekarang terkenal, loh. Ha ha," kata Mas Qodir sambil menyesap sisa kopi susunya.

"Ah, terkenal apanya, Mas? Terkenal karena pernah dipenjara? He he."

"Iya, ha ha ha."

Sorot mataku kembali menangkap sinyal kuat dari mobil merah itu. Sepertinya Tuhan tengah mengkodeku dengan getaran hebat di dada. Deg deg serr. Ngejerrr.

"Ah, siapa di dalam mobil itu ya? Perasanku kok kalang kabut begini?"

"Kenapa, Mas? Ekspresinya kok resah begitu?" tanya Mas Qodir memperhatikan gerak gerik nyelenehku.

"Ada something cukup genting nih, Mas!" ucapku berdiri sambil terus mengawasi mobil merah itu memarkir posisinya.

Dan benar saja. Kagetku terbayar. Fillingku jarang meleset. Selalu terpanah tepat ke tengah-tengah bidikan.

"Nona Ayu?!!!" sapaku terngaga.

Mas Qodir ikut melempar matanya ke arah perempuan bertubuh indah semampai itu.

"Kiai Inggris?" ucapku lagi, setengah melongo.

"Nona Ayu?!" sapaku dengan suara kencang. Dia menoleh bersama sibakan angin sepoi menabrak rambutnya lembut.

Nona Ayu datang bersama Kiai Wahab. Keduanya menoleh ke arahku bersamaan.

"Mas Wawan?" Rona cerianya memecahkan pandanganku.

"Wawan? Kamu benar Wawan? I like your news in the koran-koran itu lho," ucap kiai Wahab ikut menyeletuk dengan logat khasnya.

"I, iya benar," gugupku.

"Beruntung, saya dan Kiai tidak tersesat. Tempat kerja Mas Wawan benar ini, kan?"

"Be, benar, Nona," jawabku tertatih-tatih. Seperti biasa keringat dingin mulai mengalir deras di keningku.

"Ah, Mas Wawan selalu salah tingkah padaku?"

"Euh, nggak papa kok, Non. Mungkin saja karena bertemu dengan wanita sangat cantik, jadinya aku gemecer dec," tawaku ringan.

"Kami sengaja datang kemari ingin menemui Mas Wawan. Kata Kiai, untuk menyambung tali persaudaraan. Sekalian saya juga penasaran, berita di luar tentang Mas Wawan santer sekali, lho. Jadi tranding topik!" ungkap Nona Ayu berbinar-binar.

"Oh, ya?!"

"Lihat ini, Mas! Berita tentang Mas Wawan heboh di facebook!" kata Nona cantik ini menunjukkan akun facebooknya padaku. Ternyata benar. Wajahku terpampang jelas di halaman sosial media itu.

Aku sudah lama tidak menggunakan facebook sejak mulai masuk penjara. Mungkin akunku itu sudah berangus. Email dan paswordnya pun aku lupa. Hemm ....

"Ayo, mari kita masuk, Kiai. Kita ngobrol-ngobrol di dalam saja," ajakku.

Kami bertiga masuk, meninggalkan Mas Qodir yang masih duduk di warkop sebelah.

"Maafkan saya Mas, saya dulu pernah memberi nomor telepon, tapi ternyata HP-ku hilang, jadinya kita lost kontak."

"Oh, iya, tidak apa-apa kok, Non. Kalau sudah jodoh pasti kita masih bisa bertemu kok."

"He he, bisa aja Mas Wawan ini."

Ratu Balqis Tidak BerjilbabTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang