12

357 15 0
                                    

Apa salahnya aku menyukai Nona Ayu? Apa salahnya aku mengagumi perempuan tidak berjilbab? Apa salahnya aku menyukai perempuan beda agama denganku? Apa salahnya aku mencintai istri orang?

Tidak salah. Lagi pula cinta ini timbul tidak dari hasratku sendiri. Cinta ini tiba-tiba lahir berkecambah dalam hati. Lambat laun akarnya tumbuh, daunnya bersemi dan batangnya menjulang menyundul kalbu. Cinta ini tidak aku minta, namun begitu saja tercurah padaku. Lantas siapa yang aku persalahkan kalau begini?

"Aku ingin memilikimu, Nona Ayu. Oh, Nona Ayu... I love you. I want you. Kemarilah Nona Ayu, kemarilah. Dekap aku... peluk aku, Non."

"He, Wan! Bangun! Bangun! Ngingau aja!" gertak Jupri menampar pipiku.

"Auh! Sakit, Jup!" gerangku.

Aku tersenyum-senyum sendiri. Kuintip jam dinding pukul 2 dini hari. Guling empuk terasa sangat hangat, kugapit erat-erat di antara kedua pahaku. Nyaman.

"Oh, Nona Ayu. Oh, Nona Ayu."

***

Pagi telah tiba. Suara kokok ayam meneriaki para manusia gelandangan. Manusia yang hanya tidur beralaskan tikar dan kardus. Membuang sisa uap dari mulut aku berdiri cepat keluar sel. Menuju kamar mandi. Buang hajat kecil, gosok gigi dan barganti kaos oblong.

Kunci-kunci blok terbuka semua. Seperti biasa, Pak Sukardi semangat mengajak para WBP mulai dari blok A hingga blok D berkumpul di lapangan.

"Yo, ayo senam semuanya! Gerakkan badan! Gerakkan pinggul! Digoyang yoh. Ayoh!"

"Icikiwir, dangdutan coy," kataku girang pada Jupri.

"Maknyoi, goyang yok. Tarikkk, Masss!"

Suara ketipung menari-nari. Mendengar lagu dangdut membuat pinggang bergoyang ke kanan ke kiri memutar-mutar tiada henti.

"Asyekkkk... kencangkan musiknya!" Suara Dani anak buah Yono penuh semangat.

"Tarik, tarik, josss!"

Dentuman bass dari speaker semakin menggelegar. Semua napi keluar dari bilik penyiksaannya masing-masing. Sejenak bergoyang bersama di lapangan nun luas.

"Astaghfirullah! Ini mau senam apa konser dangdut ya? MasyaAllah subhanallah laa ilaha illallah wahdahu laa syarikalah." Abah menggeleng-geleng melihat gerombolan para manusia bejat berhamburan semua saling bergoyang sikut-sikutan di lapangan. Termasuk aku dan Jupri. Uh, mantap musiknya.

"Goyang terus bosss, ha ha ha."

Selinap, Ustadz Mujib mengawasi kami. Dia terus menggeleng-geleng kepala. "Ah, kusamperin saja tuh si Abah."

"Hei Abah? MasyaAllah. Pagi-pagi sudah kesini? Ayo dong, Bah, sekali-kali menghibur diri," paksaku menarik tangannya. Sarung motif pelangi dan peci hitamnya masih bertengger di badannya.

"Ayo, Bah. Ayoooo." Jupri ikut menyeret Abah ke lembah pesta. Pesta pagi buta bersama goyangan dangdut luar biasa.

Semua penghuni lapas tumpah ruah berjoget bersama. Mulai dari Yono, kakek Sumari, Pak Soemarno, Warto, Dani dan semua terpidana tipikor mantan bupati tak luput ikut berhambur bersama-sama.

"Gitu dong, Bah, goyang dikit napa? Ha ha ha," ucapku terkekeh-kekeh sampai kebelet kencing menahan tawa terbahak-bahak melihat Abah tampak ragu bergoyang.

Pagi ini benar-benar gila. Keringat mengucur deras setelah hampir satu jam menggerakkan seluruh sendi dan otot.

Pak Sukardi kuakui ahli dalam aneka model senam. Selain pemanasan dengan musik gendang. Gerakan aerobic hingga senam ala wu shu pun Pak Sukardi kuasai.

Ratu Balqis Tidak BerjilbabTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang