19

334 15 0
                                    

Duduk bersila sambil menyeruput kopi pekat, itu sangat nikmat. Apalagi Ummi, istrinya Abah ini selalu membawa oleh-oleh mulut. Jadi ingat ketannya dulu. Yang dibawa sekarang bukan ketan bertopping parutan kelapa lagi, melainkan nasi ketan busuk, alias tape ketan. He he.

"Enak kan jajanan buatan, Ummi? Siapa dulu suaminya?" kata Abah membusungkan dada. Bangga.

"Makanya, Wan. Nanti kamu cari istri yang pandai memasak. Kalau istri bisanya cuma belanja-belanja baju di pasar? Saing-saingan sandal bermerek? Lomba mahal-mahalan harga bedak? Ah, buat apa? Buang saja ke laut model istri seperti itu!

Carilah istri model 3 M, bisa memasak, bisa macak dan bisa manak. (Bisa memasak, bisa dandan dan bisa melahirkan). Ini pepatah Jawa kuno loh, Wan. Kamu harus mengerti! Di tahun 2013 ini, anak muda, mana paham istilah-istilah macam itu? Tahunya update status melulu di facebook.

Bakal rusak generasi ini kalau tidak mengambil petuah-petuah zaman dulu. Betul nggak, Wan?"

"Bisa jadi!" jawabku meringis miris.

Betul juga sebenarnya lontaran kalimat bijak Abah ini. Cari istri itu harus yang bertype 3 M.

"3 M plus, lengkapnya. Plus S, salehah. Karena sebaik-baiknya perhiasan di dunia adalah wanita salehah. Begitu sabda Nabi," lanjut Abah.

"Jangan hanya cari istri yang bisa dandan saja, Wan! Iya kalau dandan dalam rumah bisa dinikmati suaminya. Lah, zaman sekarang terbalik. Pas suami ada di rumah, si istri malah pakai daster bergelut bau terasi dan bawang? Eh, kalau pas lagi di luar, hemmm ... minyak satu botol bisa dibuat mandi semua itu. Buat apa menor di jalanan? Apa supaya para pria di luar kesedot padanya? Begitu? Lantas si suami di rumah hanya disisain bau amisnya? Tragis itu, Wan, namanya. Betul nggak?"

"Bisa jadi," jawabku lagi.

"Ah, kamu, Wan. Dari tadi bisa jadi, bisa jadi terus?"

"Iya lah, Bah. Lah, kita kok malah ngomongin perempuan sih? Nggak penting amat sih, Bah? Bicarain perempuan? Abah ini curhat atau bagaimana sih? Untung Ummi sudah pulang. Kalau belum pulang, Abah pasti buntung nih ceritanya."

"Eh, jangan meremehkan perempuan, Wan. Perempuan itu penting. Kalau nggak ada perempuan? Siapa yang nyuciin bajumu? Siapa yang nyapu? Ngepel? Nyiapin makanan? Nyuci piring???"

"Buktinya, saya masih single saya masih bisa melakukan aktivitas rumah secara mandiri, Bah. Tapi, yah, memang repot juga sih, Bah?"

"Hemmm ... cocok pakai telur itu, Wan. Kalau nggak ada perempuan itu repot, Wan. Bisa-bisa lantai akan berdebu setebal lima centi, piring kotor menumpuk, baju mamel semua nggak ada yang nyuci. Repot sekali, kan?"

"Hm ... saya mau cari istri yang seperti itu aja, Bah. Yang mau bertanggung jawab pada urusan rumahnya, seperti tugas perempuan yang Abah jelaskan tadi. Saya jadi kekih, Bah. Ingat teman perempuanku dulu saat masih bekerja di klinik cinta. Masya Allah, pemalas banget itu perempuan. Suaminya sampai curhat ke saya, Bah. Lah, bagaimana nggak kesal, Bah? Pagi-pagi berangkat kerja nggak disiapin sarapan. Kerja nggak dikasih bekal. Yah, jangan disalahkan jika suaminya njajan di luar. Malah parahnya lagi, ketika suami pulang kerja, malah dibiarin begitu saja makan angin? Yah, kembung, Bah, perutnya. Akhirnya, karena nggak betah, si perempuannya langsung ditalak tiga. Nggak tanggung-tanggung wes, Bah. Perempuan pemalas kayak gitu pantasnya diazab di neraka!" kisahku menggebu-gebu.

"Ngomong-ngomong, kamu kok nggak kawin-kawin sih, Wan?" tukas Abah. Nyelekit.

Mendapat pertanyaan itu aku langsung diam bertapa.

"Mmmmm ...." Mulutku tersenyum asam.

"Kamu belum ada calon kan, Wan?"

"Be ... lum, Bah."

Ratu Balqis Tidak BerjilbabTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang