"Cukup melihatnya dari kejauhan seperti ini sudah membuatku bahagia. Bukankah bintang akan terlihat indah dari kejauhan?"
-Im Nayeon-
🌸🌸🌸
Mataku terpejam beberapa saat yang lalu tapi suara ahjumma itu tega membangunkanku dari mimpi yang selalu aku rindukan.
Mimpi yang selalu menghibur hari-hariku yang tak berwarna. Hari-hariku yang selalu abu-abu.
Hari demi hari aku lewati dengan nafas yang selalu menyertai hidupku yang sunyi tanpa suara merdu sedikitpun.
Rasanya aku mulai bosan dengan hidupku sendiri. Sekarang seperti tak ada lagi batas antara kemarin dengan hari ini, hari ini dengan esok hari, esok hari dengan masa depan.
Semua terasa sama saja. Hambar.
"Nayeon-ah.. Nayeon-ah!!"
Ahjumma itu terus saja memanggilku. Suara khasnya mengiang dan menggema diseluruh pikiran.
"Ne yeosanim"
Semenjak eomma dan appa ku bercerai saat usiaku 8 tahun, aku tinggal bersama eomma. Kehidupan kami berangsur memburuk, eomma tak lagi bekerja dikantor.
Karena tidak bekerja alhasil tak ada penghasilan masuk ke rekening eomma. Rumah sewaan itu disita saat eomma tak sanggup membayar biaya sewa.
Kami terpaksa tinggal menumpang dirumah salah satu rekan kerja eomma. Sejak awal firasatku memang tidak enak, apalagi saat kami pertama kali menginjak ubin porselinnya sang pemilik rumah langsung memperlakukan eomma layaknya seorang ahjumma asisten rumah tangga.
"Ne yeosanim, apa yang harus kulakukan?"
"Aigoo, aku sangat lapar dan kulihat eomma mu belum memasak apapun malam ini"
"Chuseonghaeyo yeosanim, eomma sedang sakit"
"Waah kureokuna? Lalu kenapa tidak kau saja yang memasak untuk kami?"
Ahjumma yang menyebalkan. Untuk apa semua uang yang ia tumpuk dibawah bantal itu jika tidak untuk dibelanjakan. Bukankah jauh lebih baik jika ia memesan sesuatu direstoran."Ne yeosanim"
Tapi hanya kalimat itu yang mampu terucap dari mulutku. Aku tidak mungkin membangkang pada orang yang sudah berbaik hati memberikan tempat tinggal untuk ku dan eomma selama hampir sepuluh tahun ini.
Ya. Sekarang usiaku sudah menginjak 18 tahun. Tak terasa hampir satu dekade aku tak pernah lagi melihat sosok appa yang dulu tega menceraikan eomma.
Aku masih terlalu kecil untuk mengerti permasalahan apa yang membuat mereka saling membenci, apapun itu aku sangat merindukan appa.
•••
Hari ini seperti biasa aku harus pergi kesekolah. Ini adalah tahun ketigaku disekolah menengah atas. Itu berarti sebentar lagi aku akan lulus dari sekolah memuakkan ini.
Tak ada yang menarik disekolah. Tak ada satupun kecuali namja itu.
Namja yang selalu aku perhatikan dari atas sini. Sekolah tempatku menimba ilmu adalah sekolah elite. Tentu saja bukan eomma yang membiayaiku, tapi appa yang diam-diam menghidupiku.
Meski eomma dan appa sudah bercerai, tapi appa tetaplah appa-ku dan aku tetaplah anak kesayangannya.
"Nayeon-ah, waegure?" Mina, dia adalah satu-satunya teman yang aku miliki.
"Gwencanhayo. Apa kau sudah mengerjakan tugasmu?"
"Aku baru saja akan memulainya, apa kau mau membantuku?"
"Tentu saja Mina-ah"
Mina adalah satu-satunya orang yang mau berteman denganku disekolah elite ini. Kebanyakan siswa foreign memilih Seoul-International Senior High School untuk menimba ilmu.
Contohnya adalah Mina, dia adalah siswa yang berasal dari Jepang. Bahasa Korea nya sangat baik untuk siswa foreign seperti dia.
"Eoh, namja itu lagi?"
Aku sedikit tersentak saat Mina memergoki ku sedang memandangi namja yang ada dilapangan.
Seorang namja yang terlihat paling bersinar diantara namja lain. Namja itu tinggi, tampan, berkulit putih, berpenampilan menarik, dan sangat populer.
Park Jinyoung, itu adalah namanya. Namja bermarga Park yang sedang aku pandangi sejak tadi sudah seperti krayon yang mewarnai hariku yang abu-abu.
Setidaknya itulah yang ada dalam pikiranku. Dia adalah mimpi yang mungkin tidak seharusnya aku impikan.
Aku tahu, aku terlalu bodoh jika menyukainya. Jinyoung adalah siswa yang sangat populer. Selain ketampanan dan multi bakatnya, dia juga dikenal sebagai putera tunggal Tn.Park pemilik PJ Group yang masuk dalam jajaran pengusaha terkaya.
Terang saja aku tak pantas memimpikan bisa bersanding dengannya. Dia terlalu sulit untuk kugapai, bahkan memikirkannya saja terasa sulit.
Mungkin lebih baik aku pendam saja harapanku. Cukup dengan memandanginya dari kejauhan seperti ini sudah membuatku bahagia. Bukankah bintang hanya bisa terlihat indah dari kejauhan, jika kita mendekat dan bersanding dengan bintang itu maka kita bisa saja terbakar karena sinarnya.
"Kya Im Nayeon!"
Teguran Mina membangunkanku dari lamunan panjang tentang Park Jinyoung.
"Waeyo Mina-ah?"
"Apa kau akan terus melihat namja itu? Ayolah Nayeonce, aku ada disampingmu"
"Mianhe Mina-ah, apa kau marah karena itu?"
"Meolayo. Mungkin tidak jika kau menyelesaikan semua tugas matematika ini"
"Geurrae akan kulakukan"
"Cincayo?"
"Ne"
•••••
🌸TBC🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVER EVER ✔ [COMPLETED]
Fanfiction[PJY-INY] AKU adalah seorang sinderela didunia mimpi, tapi didunia nyata aku hanya seorang upik abu. Aku tidak akan pernah bisa menggapainya. -Im Nayeon- KAU adalah kau, dia adalah dia, tidak ada yang bisa menyamakanmu dengan dia. Aku tidak akan per...