"Kau terluka karena melindungiku, ingin rasanya aku menggantikan mu tapi aku sadar, kau pasti tidak akan membiarkannya terjadi"
❤❤❤
Aroma bahan kimia yang biasa disebut 'obat' oleh masyarakat mendadak tercium kuat hingga membuat gadis yang tergeletak lemas dibangkar terbangun.
Sebenarnya bukan itu alasan dia bangun dari ketidaksadaralnnya.
Ia hanya bosan. Bosan terus saja tertidur dan memimpikan hal-hal yang ia benci. Sunyi, kesepian, gelap.
"Nayeon-ah, kau sudah sadar?"
Sedikit mendekat, Jihyo menarik atensi Jaebum yang duduk disofa hitam samping pintu masuk bangsal.
Tak ada yang bisa gadis itu ucapkan pada ibunya, mungkin kondisi psikologis nya masih belum pulih benar. Ya, dan kondisi itu sangat dikhawatirkan oleh Jaebum selaku ayah kandung Nayeon.
"Nayeon-ah, ini eomma. Apa kau baik-baik saja?"
Segelintir ingatan tiba-tiba saja mencuat dipikiran Nayeon. Ingatan itu seperti terpotong karena tidak jelas bagaimana urutannya. Yang bisa ia definisikan adalah mobil sedan hitam, bianglala, bis, roller-coaster, dan halte nomor 03. Hanya itu.
"Nay--" Jihyo mulai menangis. Puterinya sudah sadar, tapi seakan tidak peduli, Nayeon sama sekali tidak merespon apa-apa. Dia seperti orang yang kehilangan harapan hidupnya. Dia tidak amnesia, dia ingat betul siapa wanita dan pria parubaya yang menungguinya itu, tapi ia tidak memiliki perasaan apapun sekarang.
Tak lama berselang dokter dan beberapa perawat datang atas panggilan tuan Jaebum.
"Chogi, biar kami periksa dulu bagaimana kondisi Nayeon-sshi"
Jihyo sedikit menyingkir memberikan ruang untuk dokter parubaya itu memeriksa puteri sematawayangnya. Sulit memang bagi Jihyo, Nayeon adalah sosok yang berharga baginya.
Melihat puterinya dari jarak empat langkah, Jaebum hanya bisa mengelus pundak Jihyo yang sudah tidak kuasa menahan air matanya. Tidak terlintas dalam pikiran pengusaha kaya itu, sebelumnya Nayeon pamit akan pergi ke Hongdae bersama Jinyoung.
"Bagaimana keadaan puteri kami dok?"
"Tuan Jaebum-sshi, mari kita bicarakan diluar"
Dokter itu melihat Nayeon dengan tatapan sendu lalu beralih pada tuan Jaebum. Mereka berjalan beriringan keluar dari ruangan tempat Nayeon dirawat.
Sesampainya diluar kamar inap Nayeon, sang dokter memberi sinyal tegang pada Jaebum.
"Maaf sebelumnya, tapi ini diluar dugaan kami"
"Apa maksud anda?"
"Cidera dikepalanya tidak begitu parah, tapi sepertinya ia mengalami trauma yang mendalam. Setelah lukanya pulih, saya anjurkan tuan Jaebum-sshi membawanya pada psikolog"
"Ne, gamsahabnida euisanim"
Psikolog? Apa Nayeon benar-benar butuh psikolog? Apa itu malah tidak akan menjadikan beban pikiran untuk puterinya?
Jaebum mengurut pangkal hidungnya, mondar-mandir diarea bangsal, berhenti, lalu masuk kedalam kamar inap Nayeon. Ia perlu mengumpulkan nyali sebelum memberitahukan pada Jihyo.
••••••
"Nayeon-ah, bicaralah pada eomma. Jangan diam saja seperti ini"
Tak ada jawaban.
"Nay, bicaralah"
Percuma. Sudah 3 hari setelah Nayeon sadar, selama itu pula gadis dengan gigi kelinci dan rambut hitam terurai itu enggan bicara. Yang ia lakukan hanya menatap hampa langit-langit yang berwarna putih pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVER EVER ✔ [COMPLETED]
Fanfic[PJY-INY] AKU adalah seorang sinderela didunia mimpi, tapi didunia nyata aku hanya seorang upik abu. Aku tidak akan pernah bisa menggapainya. -Im Nayeon- KAU adalah kau, dia adalah dia, tidak ada yang bisa menyamakanmu dengan dia. Aku tidak akan per...