"Jika melupakanku itu adalah hal yang mustahil bagimu, maka, selamat kau sudah bisa membuktikannya"
🌊🌊🌊🌊🌊🌊🌊🌊🌊🌊🌊🌊🌊🌊
Mata Nayeon tak bisa berpaling dari namja yang terbaring tak sadarkan diri diatas bangkar. Seismograf terkadang mengalihkan perhatiannya untuk beberapa detik tapi tidak sampai seperempatnya ia sudah kembali memandangi namja yang ia cintai.
"Jinyoung-ah, kumohon bangunlah"
Nayeon mengusap pelipis kanan Jinyoung dengan lembut. Berharap orang itu akan segera bangun dari tidur panjangnya.
Pintu kamar rumah sakit terbuka dari luar, segeranya sosok perempuan yang juga masih menggunakan pakaian pasien masuk dengan membawa tiang infus.
Perempuan itu tidak berkata apa-apa, ia hanya terus berjalan mendekati bangkar lelaki yang dulu pernah menjadi kekasihnya, Jinyoung.
Tak ada suara yang tercipta selain dentingan seismograf. Baik Nayeon maupun perempuan yang bermarga Kim itu sama sekali enggan berkata-kata.
Keadaan mendadak canggung, dan kecanggungan itu berlangsung cukup lama. Jisoo hanya terus memandangi lelaki yang ia cintai itu dengan tatapan sendu. Jika ia tidak menahannya mungkin sekarang perempuan itu sudah menangis hebat.
"Apa yang kau lakukan?"
Jisoo mengalihkan pandangannya pada Nayeon, sementara Nayeon hanya terus memandangi Jinyoung. Mereka berdiri berseberangan disamping kanan dan kiri bangkar Jinyoung.
"Kenapa kau melakukan itu pada Jinyoung?"
Dada Jisoo semakin sesak, bagaimana pun ia membela tetap saja, karena dialah Jinyoung terluka. Jisoo menangis. Ia menggenggam erat tangan Jinyoung, seakan menyampaikan beribu maaf untuk nya.
Kedua yeoja yang sedang bersitegang itu terkejut saat melihat sedikit pergerakan kecil pada namja-nya. Kelopak mata Jinyoung sedikit bergerak, memaksa ingin membuka tapi daya yang ia punya belum cukup untuk melakukannya.
Perlahan namun pasti, Jinyoung menaikkan kelopak matanya hingga indera penglihatan menampilkan sosok dua perempuan cantik yang memakai pakaian pasien sedang melihatnya dengan tatapan senang penuh harap.
"J-Jisoo" ucapnya dengan suara lemah.
Sontak saja Jisoo menangis haru dan semakin mengeratkan pegangan tangannya. Disisi yang berbeda, Nayeon merasa diacuhkan padahal Jinyoung tahu akan keberadaannya. Apa-apaan ini, batin Nayeon.
"Jinyoung-ah, neo gwencanha?" Nayeon mencoba menyadarkan kekasihnya.
"Kau....siapa?"
"Kau melupakanku?"
"Aku tidak mengenalmu"
"Aku Nayeon, Im Nayeon, apa kau dengan semudah itu melupakanku Jinyoung-ah?"
Nayeon terisak hebat. Ia tidak tahu kenapa Jinyoung bisa melupakannya begitu saja, sementara ia mengingat Jisoo.
"Nay! Geumanhae, Jinyoung baru saja sadar, jadi jangan hadapkan dia untuk hal yang sulit!"
"Mwo?"
"Aku juga tidak tahu situasi macam apa ini, tapi kau tidak boleh membebani pikiran Jinyoung"
"Kau sendiri yang sudah membuatnya menjadi seperti ini Jisoo-ah"
Tepat setelah Nayeon mengutarakan kalimat itu, datang orang tua Jinyoung yang langsung memanggil dokter saat melihat puteranya telah sadar. Segerombolan orang yang terdiri dari dokter dan perawat itu menyusul datang kekamar inap Jinyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVER EVER ✔ [COMPLETED]
Fanfiction[PJY-INY] AKU adalah seorang sinderela didunia mimpi, tapi didunia nyata aku hanya seorang upik abu. Aku tidak akan pernah bisa menggapainya. -Im Nayeon- KAU adalah kau, dia adalah dia, tidak ada yang bisa menyamakanmu dengan dia. Aku tidak akan per...