Chapter 3 • Accepted the deal

2.6K 600 108
                                    

Gak vomment? Gak ketemu jodoh aamiin

.
.
.
.
.

“Woi bantet lo ngapain disini?” Suara teriakan Jinyoung memenuhi seluruh ruangan tersebut dan hal itu mampu membuat Jihoon terlonjak kaget. Lalu dirinya beranjak dari tempat sembari melihat Jinyoung yang semakin mendekatinya.

“Lo ngapain pagi-pagi dirumah orang?” tanya Jinyoung lagi, kedua maniknya memperhatikan Jihoon dari bawah ke atas. “Hmm.. bunda nyuruh gue buat jagain lo” jawab Jihoon cuek dan masih mempertahankan ekpresi wajahnya yang datar.

“Pulang sana” sekarang Jinyoung melangkah melewati Jihoon lebih tepatnya ia akan menuju dapur yang terletak tak jauh dari tempat itu sedangkan jihoon menghembuskan nafasnya kasar.  “Tanpa lo minta gue juga udah pulang dari tadi!” ujar Jihoon, ia menuntut kedua kakinya pergi dari ruang keluarga.

Grebb

Tiba-tiba saja sebuah tangan memegang pergelangan milik Jihoon membuat sang empu membalikkan badannya dan mendapati wajahnya Jinyoung yang tak kalah datar dari miliknya.

“Apa lagi? Belum puas udah ngusir gue? Oh atau lo mau ngatain gue lagi?” timpah Jihoon dengan nada yang sedikit meninggi, ia tak habis pikir dengan kelakuan Jinyoung yang semenah-menah. Sejak semalam ia meninggalkan acara dinner keluarga dan sekarang membuat Jihoon harus berdiam diri seperti kambing congek dirumahnya hanya sekedar menjaga dirinya yang katanya lagi sakit.

“Gue mau ngomong serius sama lo..” kini Jinyoung melepas genggaman itu dan tetap menatap Jihoon dingin, sedangkan yang ditatap menyerngit dahinya tipis, ia melangkah mundur untuk memberi ruangan di antara mereka. “Kita 2 orang yang gak saling kenal dan lo tiba-tiba mau ngomong serius sama—”

“Soal perjodohan” potong Jinyoung dan Jihoon pun terdiam, ia menundukkan kepalanya, persoalan ini.. sungguh sangat merepotkan. Kemudian Jinyoung menarik pergelangan milik si manis, mengajaknya menuju ke ruang keluarga tadi sedangkan Jihoon hanya menurut dan kembali duduk disofa berwarna cokelat itu.

Sebelum memulainya, Jinyoung melirik Jihoon sekilas dan kembali menatap dinding putih.

“Kita berdua sama-sama gak mau dengan perjodohan ini. Tapi lo pasti tau kalau kedua orang tua kita gak akan nyerah kan?” Tak ada respon dari Jihoon, ia lebih memilih memilin ujung bajunya. “Gue udah mikirin ini sejak semalem dan gue tau konsekuensinya nanti…” Jinyoung menggantungkan kalimatnya lalu menoleh kearah Jihoon lagi.

“Jadi gue pribadi nerima perjodohan ini”

akhir kalimat dari Jinyoung sehingga mampu membuat Jihoon tersentak kaget, tak percaya bahwa Jinyoung akan mengatakan itu lebih tepatnya menerima perjodohan ini. Dirinya menatap Jinyoung, menyerngitkan dahinya lagi.. “Jadi lo nyerah? Lo udah gak ada alasan lain buat batalin ini?” tanya Jihoon. “Gue udah punya pacar Jinyoung!” Jinyoung meneguk ludahnya kasar dan kembali membuang nafasnya kesal.

“Terus mau gimana lagi? Kita gak punya cara lain! Lo gak perlu mutusin pacar lo dan asal lo tau, yang punya pacar bukan cuma lo doang. Gue lakuin ini hanya semata-mata buat nyenengin kedua orang tua kita” ucap Jinyoung panjang lebar sembari mengunci kedua maniknya dengan milik Jihoon.

Sedangkan Jihoon kini membuang mukanya, ia mendengus kesal dan kedua lengannya menyilang di depan dadanya. “Terus gimana sehabis lo bilang kalo lo setuju dan tiba-tiba aja mereka mau nikahin kita?”

“Ya tinggal nikah aja” jawab Jinyoung santai sedangkan Jihoon membelakkan kedua maniknya heran.

“Lo pikir nikah itu cuma main-main? Itu acara sakral!” Jinyoung terkekeh kecil dan kembali memposisikan dirinya menatap dinding. “Main-main apa enggak, gue gak perduli. Tujuan gue setuju dengan perjodohan ini, hanya semata-mata nyenengin orang tua. Ya kalo lo tetep gak mau, jangan kaget kalo nantinya bokap lo nyeret kita berdua ke gereja nanti”

The worst weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang