Chapter 17 • Forever

2.4K 524 329
                                    

"Maaf, aku gak bisa mutusin dia"

Jihoon bergeming di tempat, seharusnya dia sadar akan jawaban itu. Kali ini ia harus bisa menanamkan fakta lama pada otak dan hatinya bahwa mereka awalnya hanya di jodohkan, dengan cara terpaksa.

Mereka menjadi suami istri bukanlah atas cinta, melainkan pengabdian sebagai anak. Kemudian Jihoon menggerakkan tangannya untuk menyingkirkan tangan Jinyoung di leher, lalu mengarahkan kepalanya terletak di bantal dan memposisikan dirinya memunggungi pemuda itu.

Jinyoung menghela nafasnya kecil, lalu menuntun tubuhnya agar lebih menipiskan jarak mereka.

"Untuk saat ini aku gak bisa mutusin dia" katanya, ia berusaha membalikkan tubuh Jihoon agar berhadapan dengannya. Namun pemuda tersebut masih bersikeras untuk tidak goyah.

"Jihoon lihat aku sebentar.. kita harus bicara tentang ini" dengan terpaksa Jinyoung membalikkan tubuh itu sehingga wajah keduanya berada di jarak yang tak kurang dari lima senti.

Jinyoung memandangi wajah Jihoon dengan seksama, ada raut kecewa dan sedih disana, sayangnya sang empu tak pandai menyembunyikan, sehingga Jinyoung dapat membaca air wajah si manis. Langsung saja ia membawa Jihoon dalam rangkulannya.

Di pelukan itu, Jihoon bisa mendengar detak jantung milik Jinyoung yang berdetak normal, aroma tubuh pemuda itu juga sangat memabukkan dirinya sampai tak sadar bahwa ia perlahan memenjamkan kedua kelopak mata, menikmati hangatnya tubuh sang suami.

"Ji, kasih aku waktu, aku bakal mutusin dia tapi gak sekarang" ujar Jinyoung pelan di telinga Jihoon sembari mengusap pucuk kepalanya. Kemudian si manis melihat kearah Jinyoung, cukup lama, sampai kepalanya mengangguk kecil bak menyetujui permintaan Jinyoung.

"Gausa buru-buru, dia pacar kamu, kalo emang gak bisa, kita pisah aja"

Lalu kedua mata Jinyoung melebar..

"Ngomong apa sih kamu!" nada kalimat tersebut meninggi, ia tak menyangka Jihoon akan mengatakan hal seperti itu. Lalu ia melepaskan rangkulannya dan menatap Jihoon sangat intens, terlihat ada sorotan kesal disana.

"Aku bisa aja mutusin dia sekarang, tapi dampaknya itu bukan ke aku, tapi ke kamu. Jadi aku mohon biarin aku selesain masalah ini sendirian, aku janji gak akan ada lagi dia di antara kita" Jihoon tetap bergeming, tak merespon ucapan Jinyoung.

"Kamu lupa kalo kita cuma di jodohin? Jadi bisa aja salah satu dari kita ada yang minta cerai atau di cerain. Aku udah siap kok"

Jinyoung memutar maniknya memalas, lalu menghirup udara sebanyak mungkin.

"Kita gak akan pisah. Udah ya gausah bahas ini, aku janji sama kamu, cepat atau lambat aku bakal mutusin pacar aku" Jihoon tersenyum kikuk, lalu memindahkan pandangannya di segala arah.

Kini, Jinyoung menompang kepalanya dengan tangannya sembari tangan yang lain melingkar di pinggang Jihoon.

"Denger ya, aku udah bersumpah buat jagain kamu di depan orang banyak, jadi kamu jangan ngucap kalimat itu lagi karna aku gak akan cerain kamu, sampai kapan pun kamu milik aku, hak patennya seorang Oh Jinyoung" tuturnya pelan, ia memandang kedua manik Jihoon, lalu sang empu tersenyum tipis.

Tak terhitung lagi ia di bius dengan ucapan manis dari pemuda di hadapannya ini, Jihoon sudah banyak memacari beberapa pria, namun entah kenapa Jinyoung itu beda, pemuda tersebut mampu membuatnya luluh lagi dan lagi.

Sekarang terlihat senyum manis di wajah Jinyoung, ia mengusap pipi Jihoon dan mencubitnya kecil. Lalu mendekatkan wajah mereka dan mengecup hidung mancung Jihoon.

"Bahas yang lain yuk" Jihoon mengangguk kemudian Jinyoung kembali mendaratkan kepalanya di bantal dan mempererat rangkulannya di pinggang Jihoon.

"Kamu masih megang perjanjian kita ya?" tanya si manis, sedangkan Jinyoung buru-buru mengerutkan dahinya..

The worst weddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang