10. Best (bad) Gift

707 92 8
                                    

=10=

Langkahnya tergesa-gesa menyusuri lorong rumah sakit yang sama sekali tak pernah ia datangi dalam kurun waktu 5 tahun. Namun, mendengar seorang wanita dengan umurnya yang separuh darinya itu menangis begitu sendu membuat pertahanan seorang Eunha runtuh. Rasanya dunia begitu tak adil meruntuhkan pertahanan gadis itu setelah semua yang wanita itu lakukan padanya.

Ya, membuangnya, lalu tak membiarkan dirinya merasakan kasih sayang seorang ibu, yang membuat Eunha membuat sebuah tanya hingga detik ini 'Apa wanita itu layak ia panggil ibu?' langkahnya memelan begitu melihat serombongan Dokter dan perawatnya membawa peralatan medis dan masuk ke dalam ruang rawat yang ingin Eunha masuki.

Semakin Eunha mendekat menuju ruangan yang ia tuju kakinya seakan terpatri pada porselen mengilat Rumah Sakit yang mengeluarkan wewangian khas Rumah Sakit. Telinganya seakan memeka begitu ia berdiri di ambang pintu, yang membuat netranya cukup jelas melihat keadaan dalam ruangan yang benar-benar darurat, dan hanya terdengar wanita itu menangis histeris melihat sebuah jasad yang tak pernah membuka matanya dan hanya alat denyut jantung yang menjadi bukti bahwa jasad itu masih bernyawa.

Likuid gadis itu mengalir, tak sampai hati Eunha memaki jasad yang membuat hidupnya terbuang seperti ini. Bibirnya begitu gemetar untuk memanggil salah seorang itu agar menyadari kehadirannya. Ya. Kehadirannya. "Eomma.." lirihnya hampir tak bersuara. Gadis itu hanya meremas bajunya, dan wanita itu menoleh kearahnya tanpa ekspresi.

:::LET ME IN:::

Beberapa jam sebelumnya..

Jason menunggu harap-harap cemas di depan lorong Ruangan Dosen pembimbing Dawon, ini sudah sembilan kalinya ia mendatangi ruangan ini dan sekali gagal wisuda, ketika Jason semestinya sudah mendapatkan gelar lebih dulu, namun ia memilih menundanya dan menunggu gadis itu berhasil melakukan sidang, dan entah kali berapa gadis itu berhasil meruntuhkan penantiannya untuk wisuda bersama.

Gadis satu ini masih sibuk untuk mengulang skripsinya. Tak lama, Dawon keluar dengan air muka yang lagi-lagi sama seperti sebelum-sebelumnya, lesu dan sedih hingga Jason paham betul apa artinya, Jasonpun menghampiri gadis itu dan memeluk Dawon ia menepuk punggung gadis itu pelan.

"Tidak apa. Aku akan tetap menunggumu.. untuk wisuda." Dawon tak menjawab dan melepaskan peluk Jason, "Wang..aku akan sidang beberapa bulan ke depan."ujar Dawon, membuat Jason mengangguk lalu membelalakkan matanya didetik berikutnya. "Mwo?!Sungguh?!"seru lelaki itu kegirangan, Dawon menyengir lalu mengangguk. Jason memeluk Dawon sekali lagi dan mencubit pipinya.

"Syukurlah. Untung aku tak keburu tua untuk menunggumu wisuda bersamaku."ledek Jason membuat Dawon mendelikkan matanya sambil bersedekap. "Kau bilang apa?kau mau ulang lagi supaya aku dengar?" tanya Dawon, sementara Jason hanya menggeleng "Tidak ada. Ayo, kita pulang." dan segera merangkul gadis itu dan merekapun berjalan menuju parkiran.

**

"Aku ingin ke suatu tempat, Wang.."ujar Dawon seraya memasang seat-beltnya sementara Jason mulai menyalakan mesin dan mulai menjalankan mobilnya menuju keluar dari pelataran parkiran kampus. "Kemana?" tanya Jason sesekali melirik Dawon "Restoran.Kau tau yang aku maksud." Dawon memainkan ponselnya. Ia pun tetap menuruti Dahyun meski ia tahu ini adalah dua hari setelah perayaan Chuseok.

Mereka tiba di sebrang restoran yang dimaksud. "Sudah kubilang Bibi Miyeon pasti menutup restorannya setiap seminggu setelah Chuseok.." Jason mengetuk roda kemudinya seakan seperti mendengarkan musik. "Jadi, kita hanya pulang?"tanya Dawon, karena ia tak memikirkan destinasi lain saat ini rasanya ia terlalu senang hingga ia lupa tempat-tempat menyenangkan yang lain. Jason tersenyum dan memutarbalik arah mobilnya untuk segera menuju rumah mereka.

【END】Book 2 : Let Me InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang