Part 4

3.6K 341 18
                                    


Author POV

"Yeoboseyo, Choi Hwa-young?"

Hwa-young tidak mengenali suara itu, sehingga ia tidak langsung menjawab.

"Permisi, jika ini Choi Hwa-young, Kumohon kau menjawab." suara itu beralih menjadi tegas dan penuh penekanan, seperti seorang yang berkuasa. Hal ini membuat tubuh Hwa-young bergetar.

"Benar. Aku Choi--"

"Kapan kau bisa keluar?" tanya laki-laki di seberang dengan kasar.

"Maaf, tapi kau siapa?" tanya gadis itu yang juga tak mau mengalah.

"Yoongi. Min Yoongi."

Mendengar nama itu dengan jelas membuat tubuh Hwa-young seperti tersengat aliran listrik. 

"A-ada apa, Yoongi-ssi?"

Bukan jawaban yang datang, melainkan dengusan napas kesal dari Yoongi.

"Jam berapa kau bisa keluar?" Yoongi menekankan kata-kata nya satu persatu.

Pikiran Hwa-young tiba-tiba mendapatkan puzzle. Sampai ia akhirnya sadar akan maksud dari pertanyaan Yoongi.

"Ah keluar...Bagaimana kalau jam 8?" tawar Hwa-young.

"Aku akan sampai di apartemen mu jam 7. Kirim alamat mu."

Suara panggilan terputus masih mengaung di ponsel gadis itu sedangkan dirinya sendiri masih terdiam. Terkejut sebelum ia menatap layar ponsel nya bertuliskan nomor milik Min Yoongi dengan tatapan horor.

"Bagaimana ada laki-laki yang hidup seenaknya seperti itu? Apa gunanya, ia bertanya jika ia sendiri yang memutuskan waktu pertemuan?" Hwa-young menggerutu dalam batin.

Electric shock kembali menghantam dirinya ketika sadar bahwa jam 7 akan datang dalam 30 menit.

Sial, harus siap sebelum mulut pedas Yoongi terbuka.

JIMIN'S HOME🏠

"Aku pulang!" seruan Jimin mewarnai ruang tengah, dimana istrinya sudah menunggu dengan tenang.

"Oh Jimin! Bagaimana hari mu?" tanya Eun-Yoo menghampiri Jimin.

Jimin menyebar senyuman manis nya dan menjawab,

"Hari ku bagus. Bagaimana dengan dirimu, hm?"

Obrolan kecil yang hangat terus terlontar di antara mereka.

"Uh? ini..kau bawa makanan? kau beli di luar?"

Pertanyaan Eun-Yoo menghentikan Jimin yang sibuk mencuci tangannya. Kembali lagi senyum cerah terbentuk namun setitik kepahitan bisa dirasakan.

"Itu..seperti biasa..Ah aku malas membahasnya." Jimin menjawab sembari menjatuhkan tubuh lelah nya ke sofa.

"Yoongi lagi...? Dia masih tidak mau?" tanya Eun-Yoo lirih. Keduanya sudah tidak terkejut akan penolakan Min Yoongi karena ini bukan pertama kalinya.

"Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran nya. Kenapa ia tidak mau berubah? Aku tidak mengerti." Jimin menggenggam kepalanya frustasi. Eun-Yoo mengusap-usap rambut Jimin.

"Aku tahu. Bukannya kau juga pernah berubah? Semua orang bisa berubah. Jangan menyerah, chim. Kau juga bukan satu-satunya, minta tolong kepada teman mu yang lain."

Kali ini, keduanya saling melemparkan senyuman lega.









Hwa-young POV

Tubuhku terlontar kesana kemari dalam perjalanan menuju lobi apartemen.

"Aku sudah di depan lobi. Keluar dalam 5 menit atau batal."

Pesan singkat dari gunung es itu terus terngiang-ngiang di kepalaku. Ini aneh. Kenapa aku mematuhi nya? Dia bahkan belum menjadi suamiku. Kenapa aku takut batal? Bukannya bagus jika pernikahan kami batal?

Otakku terlalu lambat untuk berpikir, tubuhku bergerak lebih dulu berlari ke lobi. Jelas di pojok sana bisa dilihat seseorang yang berdiri menggunakan topi dan masker. Aku mendekati nya untuk memastikan identitas pria itu.

Tentu saja benar. Itu Min Yoongi.
Style sangat casual jika mengingat-ingat pekerjaan nya yang bukan sebagai musisi terkenal saja. Tapi, seorang CEO.

Tiba-tiba pandangan laki-laki itu menangkap mataku. Aku sangat terkejut mungkin hampir terjatuh ke belakang. Ia tanpa mengeluarkan kata-kata langsung berbalik keluar. Aku pun mengikuti nya yang ku perkirakan menuju mobil, dan benar saja. Sebuah mobil berwarna hitam, senada dengan warna yang mendominasi pakaian Yoongi.

" A gentleman will open the door for his girl. "

Tapi, Min Yoongi bukanlah seorang gentleman. Aku juga bukan gadisnya. Lantas kenapa aku mengharapkan nya?

Aku pun langsung masuk tanpa mempedulikan ketidak puasan yang mengganjal di hatiku. Di tengah perjalanan menuju butik, tidak keluar sedikit pun kata dari mulut kami berdua.




"Bagaimana dengan gaun ini?" Aku menoleh karena pertanyaan dari pelayan wanita. Lagi-lagi mata ku memandang pantulan diriku yang terbalut gaun putih. Ku akui ini sangat cantik, tapi sedikit rasa enggan untuk memakai ini masih bergemuruh di hati.

Melihatku yang sibuk dengan pikiran sendiri, wanita itu kembali mengeluarkan pendapatnya lagi.

"Anda mungkin bisa bertanya kepada calon suami anda?"

Aku membalasnya hanya dengan senyuman robot dan perlahan mengambil langkah keluar untuk menghadapi si gunung es. Di atas sofa empuk, laki-laki itu tampak duduk dengan ponsel di tangannya.

Ketukan heels ku membuat pandangan nya beralih padaku. Ketika itu aku sadar ia melihat ku dari ujung kaki sampai ia menatap tepat di mataku. Di saat itu pula, ia memalingkan wajahnya.

Tatapan itu...

Walaupun hanya sebentar...

Kedua manik hitam nya begitu mengintimidasi ku..

Membuatku lupa akan segalanya

Hanya membeku di sana...

Tanpa ada kata-kata..

Hanya Yoongi..

"Sudah selesai?"

Suara berintonasi dingin itu membuat ku tersadar.

"Oh? I-itu..aku mau pinta pendapat tentang gaun ini." jawab ku dengan suara bergetar.

"Aku? Tch! Jangan harapkan jawaban padaku. Aku tak sudi melihat mu." ujar nya.

Kalimat pedasnya keluar dengan mulus, melukai hatiku.

"Lagi pula aku juga tidak tahu style seorang wanita. Aku tidak pernah membelikan wanita baju."

Dia tanpa menantikan tanggapan ku langsung keluar dari butik. Sudah tak lagi berbentuk harapan ku.

Aku dengan lemas dan kecewa memutuskan untuk membungkus gaun itu.

Tidak pernah membelikan baju untuk wanita?
Bukannya ia pernah punya kekasih?

-To be continued-

Thanks for reads and please VOMMENT 💞

Tolong hargai tulisan aku ya...
💜💜💜💜

Different (MYG) - ON HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang