Part 19

2.2K 276 11
                                    


Hawa malam yang dingin membuat tubuh lemah gadis itu menggigil. Namun kemeja putih yang ia kenakan sama sekali tidak membantu menyelamatkannya dari suhu ekstrim musim dingin itu. Peluh tak bisa lagi turun karena tidak ada satupun pucuk kehangatan yang dapat membuatnya nyaman. Kulit putihnya makin pucat dan bibirnya kering. Kondisi sama yang hinggap di tenggorokan nya akibat dari tangisannya kemarin malam.

Kenapa ia menangis? Ia masih tak percaya dirinya sendiri merasakan kekerasan yang tidak wajar ini. Ia ada di tempat bernama rumah, namun diperlakukan seperti korban penculikan. Dua malam sudah pergelangan tangan dan kakinya terbelenggu. Bekas yang awalnya merah kini menjadi biru karena usaha pemberontakan dari gadis kurus ini.

Di balik pintu itu, wanita lain merasa berkuasa dengan seragam pelayannya. Tapi, Hyera tidak punya hati untuk menyisihkan perhatian padanya kecuali untuk masalah buang air.

Pikiran Hwa-young mulai kacau karena ketakutan nya pada kegelapan. Trauma makin terbangun pada jiwa gadis itu. Namun, entah bisikan dari mana hingga Hwa-young memiliki ide untuk membebaskan diri dari sekian kali percobaan gagal sebelumnya.

Hyera. Hanya wanita itu yang mampu menjadi senjata untuk keluar dari siksaan ini. Dengan pikiran itu, Hwa-young segera memanggil nama Hyera hingga wanita itu masuk dengan wajah kesal.

"Kenapa kau menganggu aktivitas ku?!"

Hwa-young tak terpacu dengan emosi yang meledak dari lawan bicaranya. Dia hanya fokus dengan tujuan dan rencana kecilnya.

"Aku ingin ke kamar mandi."

Hyera memutar bola matanya malas namun tangan wanita itu menarik diri Hwayoung untuk berdiri. Ia mengeluarkan rantaian kunci yang saling bertautan dan membebaskan kekangan melilit tersebut. Begitu tangan dan kakinya bebas, Hwa-young tak ingin kehilangan kesempatan untuk pergi. Dengan tubuh yang lemah itu, ia segera menendang punggung Hyera membuat wanita berpakaian minim itu terjatuh keras ke lantai. Dengan langkah yang terhuyung-huyung Hwa-young berlari menggapai pintu depan rumah.Ia tahu kamar bukanlah tempat yang aman untuk sekarang ini. Hyera bisa saja marah dan menyiksanya atas perintah Yoongi.

Salju yang berjatuhan menyatu dengan tanah yang mulai mendingin. Tapi pikiran Hwa-young tidak memiliki ruang untuk peduli dengan lingkungan sekitarnya. Ia sibuk pada tujuannya melepaskan diri dari belenggu setan rumah itu. Ia tak peduli kalaupun ia harus menyerukan kebenaran akan Yoongi pada seluruh dunia. Pria tanpa perikemanusiaan. Ia hanya tak ingin meringkuk mati di ruangan gelap.

Tapi, tentu tidaklah mudah untuk  dirinya agar bisa jauh dari tempat itu. Rumah orang tua Hwa-young jauh dari sini dan untuk menggunakan transportasi, gadis itu tidak memiliki kesempatan untuk membawa dompet yang ia tinggalkan di kamar.

Rumah besar milik keluarga Min memang tersembunyi di balik hutan dan dengan jalan yang menanjak. Tidak ada tetangga dan jauh dari keramaian yang membuat lahan ini mahal. Orang-orang bilang ini rumah untuk istirahat dari kebisingan kota dan untuk menikmati alam. Tapi, bagi Hwa-young ini persis seperti penjara tersembunyi.

Ia terus berlari dengan bertelanjang kaki tanpa tujuan. Ia mengikuti jalan lurus yang menurun. Irisnya bisa melihat lampu- lampu di area yang masih asing bagi Hwa-young. Saat ia sampai di sana, sadarlah ia tengah mencapai jalanan menuju kota. Ia pun dengan perlahan menyusuri toko-toko yang kebanyakan sudah tutup. Ia tak tahu pukul berapa, tapi ia yakin ini sudah cukup larut melihat sepinya jalan.

"Ah, ka-kafe.." Senyuman berusaha muncul ketika Hwa-young tahu beberapa orang keluar dari kafe di sudut jalan. Hwa-young mempercepat pergerakan tungkainya yang telah tersiksa cuaca dan luka.

Keberuntungan mungkin belum mampir di kehidupannya, begitu ia hampir di dekat kafe tersebut, seseorang menarik tangannya lalu membanting dirinya ke tanah. Erangan kesakitan tumpah dari bibir Hwa-young. Sementara di hadapannya berdiri tegak dua orang laki-laki berpakaian serba hitam.

"Lebih mudah daripada yang kukira untuk menangkapnya." ujar salah satu di antara mereka. Pria yang lain menarik tangan Hwa-young untuk membuat gadis yang terluka itu berdiri. Di samping jalan sudah terparkir mobil yang siap membawanya. Hal yang terselip di benak Hwa-young hanya satu. Berteriak.

"Tolong!!!!!! Tolong!!!!!"

Seketika seseorang membungkam mulutnya, Tapi Hwa-young cukup berani dan menggigit brutal tangan itu dan melanjutkan teriakan nya.

"Sialan. Gadis ini cukup melelahkan."

Tepat sebelum mereka memasukkan Hwa-young ke dalam mobil, seseorang keluar dari kafe dan memukul kedua pria itu. Pria penyelamat itu menendangnya di perut dengan tendangan yang keras. Kedua pria itu tersungkur begitu saja sedangkan Hwa-young jatuh dalam posisi berlutut, melukai lututnya.

"Kalian pergi atau aku akan memanggil polisi?" pria penyelamat itu menyerukan peringatan. Tanpa ada kata-kata perlawanan kedua pria jahat itu kembali pada mobil mereka dan melaju pergi.

Pria tinggi bersurai cokelat gelap itu beralih menatap Hwa-young yang terlihat berantakan. Dengan helaan napas singkat, pria itu membantu Hwa-young untuk berdiri. Ia bisa merasakan getaran ketika gadis asing itu berusaha berjalan.

"Ah, aku akan mengangkatmu saja."

Dalam hati Hwa-young tidak nyaman dengan sentuhan pria yang tak ia kenal ini. Tapi, tubuhku kecilnya sulit untuk digerakkan.

Sebenarnya ia trauma dengan keberadaan pria asing yang selalu datang di kehidupannya. Pertama,
Menikah dengan pria asing dan kasar lalu, hampir diculik dua pria asing dan sekarang seorang pria yang juga asing sedang menggendongnya ala bridal style  masuk ke dalam kafe. Kenapa nasibnya begitu buruk?

Harum dan hangatnya kafe menimbulkan rasa tenang hinggap di indera wanita ini. Sudah lama ia tidak merasa setenang ini. Ketika ia melemparkan tatapan pada wajah pria penyelamatnya, pria itu juga tengah menatapnya.

Tiba-tiba jantung Hwa-young berdetak kencang dan kegugupan menghampiri nya. Bahkan pipinya panas dan berusaha keras agar tak memerah. Pria itu jelas merasakan hal yang sama saat ia memalingkan wajahnya.

"Oh? Siapa itu? Pacarmu?"

Seorang wanita bertanya dengan senyuman aneh. Si pria hanya mendengus kesal menanggapi sahabatnya itu.

"Diam dan pulanglah. Aku akan tidur di sini, jadi aku yang akan menutup kafe."

Wanita di sebrang hanya tertawa lalu terdengar suara heels nya yang berjalan meninggalkan kafe. Tempat ini sekarang kosong dan pria itu membawa Hwa-young ke lantai dua dari tempat ini.

Mereka masuk ke dalam ruangan yang lebih hangat dan di sana ada kasur yang cukup besar. Pria itu pun mendudukkan Hwa-young di atas sana.

"Tunggu di sini."

Hwa-young menelusuri isi kamar tidur itu dengan seksama. Tidak terlalu banyak barang di sini. Sedangkan laki-laki itu sedang berkutat dengan isi lemari baju yang berukuran sedang. Sebuah cermin besar berdiri di dekat jendela kamar dan rak buku yang rapi di dekat lemari.

"Ini. Aku akan meminjamkan beberapa baju yang aku punya. Kau bisa mandi dan membersihkan dirimu. Nanti aku akan bantu memberikan obat pada lukamu. Mau kuantar ke kamar mandi?"

Hwa-young mengangguk kecil. Tanpa gadis itu sadari, ia makin nyaman di tempat baru ini. Jauh dari dinginnya lantai dan bebas dari borgol besi.

Ia seperti burung yang keluar dari sangkarnya. Tapi, bisakah sayapnya digunakan untuk terbang?


-To be continued-
Hai! Akhirnya ketemu lagi!
Thanks for reads and vote and comment!
See you in the next chapter!
💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
-Yoongi_property-

Different (MYG) - ON HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang