Part 33

2.3K 211 47
                                    

Author POV

Di sore yang dingin karena hujan itu, Hwa-young benar-benar bahagia. Jungkook mengajaknya ke bagian atas bangunan kafenya dan sesuatu yang tidak terduga menyambut dirinya. Sebuah kanvas besar berlukiskan wajahnya saat tersenyum. Hwa-young terdiam dalam kagum dan ketika ia menengok ke arah Jungkook, pria yang lebih muda darinya itu menunduk malu.

"Kau yang melukis ini? Bagaimana kau bisa--? Apa kau punya fotoku? Apa aku pernah tersenyum seperti ini?"

"Aku hanya membayangkan, noona. Dan senyummu...aku suka senyummu."jawab Jungkook lirih.

Dia tak begitu berani menatap wajah wanita yang beberapa hari yang lalu ia lukis. Hatinya begitu bungah, apalagi mengetahui wanita itu tersenyum lebar karena lukisan tersebut. Ia bahkan tenggelam dan meminum kebahagiaannya seperti anggur manis sampai sebuah pertanyaan terujar dari bibir Jungkook.

"Apa kau menyukaiku, noona?"

"Eh? Apa, Kook?"

Jungkook yang menyadari kecerobohan mulutnya memasang mata yang lebar menatap Hwa-young. Ia merutuki kesalahannya dan menjawab dengan gugup.

"M-maksudku, a-apa kau s-suka dengan lukisanku?"

"Oh tentu saja! Tidak ada yang pernah membuatkan aku seperti ini. Terima kasih, Kookie!~"

Hwa-young berjalan mendekati Jungkook dan memberinya pelukan hangat. Keceplosan saja sudah membuat jantung Jungkook bermarathon, sekarang malah sebuah pelukan—Jungkook bisa pingsan di tempat karena terlalu bahagia.

Keduanya terlalu sibuk dengan perasaannya masing-masing sehingga tak menyadari seseorang yang ikut tersenyum di balik pintu karena melihat momen manis itu, Hoseok. Hoseok memandang dua cangkir latte hangat lalu berkata, "Kurasa mereka tak perlu latte ini lagi untuk menghangatkan tubuh."











Jimin melemparkan jaketnya ke atas sembarang sofa di ruang tamunya. Senyuman lebar menggantung pas di bibir tebalnya. Tangannya merogoh saku celana dan menemukan ponsel yang ia butuhkan untuk menelpon Hwa-young . Tubuhnya terbaring santai di atas sofa masih dengan kaos kaki di kedua kakinya.

"Young-ah, apa kamu sudah menerima pakaian-pakaian baru?"Tanya Jimin dengan nada riang. Jantung Jimin berdegup kencang menanti respon lawan bicaranya.

"Pakaian apa? Aku tidak tahu maksudmu."

Jawaban yang tak sesuai harapan tersebut mengejutkan Jimin. Ia langsung mengubah posisi nyamannya dan duduk dengan serius.

"Kau belum bertemu Yoongi-hyung?" Jimin menggigit kuku jarinya yang sedikit gemetaran.

"Bukan saja bertemu. Kami sudah bertengkar." balas Hwa-young dengan nada yang terdengar kesal.

"Bertengkar?!"

Oh sial. Bukan ini yang Jimin inginkan. Seharusnya tidak begini akhirnya. Tidak, karena Jimin sudah berhasil membujuk Yoongi ke butik. Pusing sudah kepala Jimin.

"Iya. Sudahlah, Jimin. Aku tidak ingin membahas pria kurang ajar itu. Aku sedang bersama Kookie, aku tutup dulu teleponnya."

Jimin menatap kosong perabotan rumahnya, harapannya pupus begitu saja.

"Sial. Semuanya berantakan."

Eun-Yoo yang mendengar suaminya mengeluh segera menghampiri dan menepuk bahu laki-laki tersebut. Ia tahu apa yang dihadapi Jimin dan walaupun Eun-Yoo meminta suaminya untuk membiarkan masa lalunya mengurus hidupnya sendiri, Jimin tidak akan menurut. Misi Jimin adalah menghidupkan kembali jiwa Yoongi;ia harus melakukannya sebagai penebus salah karena telah menyakiti hati mantan kekasihnya itu.

Different (MYG) - ON HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang