tiga puluh satu

24 2 0
                                    

Aisyah pov

Dengan takut-takut aku melihat ke arah nya, yang katanya sedang memperhatikanku. Pandangan mata kami bertemu, aku lihat dia sedang memakan ayam yang di pesan di tempat ini.

"padahal tadi gue udah ngasih bubur, ujung-ujungnya kesini juga. Huh dasar" batinku kesal.

Tanpa sadar kami sudah bertatapan terlalu lama, dia mengalihkan pandangannya terlebih dahulu. Lalu, detik berikut nya aku pun demikian. Aku tau apa yang dia pikiran, dia pasti merasa jika aku seperti sedang menjauh. Benar-benar menjauh, memotong semua hubungan di antara kita.

Tak tahan berada disini terlalu lama, akhirnya kuputuskan untuk kembali ke villa . "eh gue ke villa duluan ya, ada urusan" pamitku

Aku berjalan melewati meja tempat dia duduk, dia sendirian. Jujur saja, aku ingin duduk disana menemani dia. Tapi itu tidak bisa, aku tidak bisa bersama dia lagi. Apalagi saat dia punya pacar, aku tau pacarnya.

Aku tau seberapa besar rasa sayang dia untuk pacar nya, terlebih lagi aku tidak bisa selamanya seperti ini. Aku sadar jika aku dan dia bersama sebagai sahabat seperti dulu, aku merasa sakit. Aku tidak bisa jika persahabatan kami seperti itu, apalagi aku tahu aku bukan satu-satunya.

Sesampainya di villa, aku membantu menyiapkan alat-alat untuk archery. Kami akan mencoba untuk melakukan olahraga memanah.

"yang lain mana? "tanya kak Rika, maksudnya panitia nya.

" ada yang masih di ruang panitia kak"

Ehh.. dia kan juga masih makan. "kak, ada yang lagi di warung dekat villa. Lagi makan" laporku.

"yaudah sana panggil mereka, sebelum kegiatan ini mulai"tegas kak Rifa

Aku terdiam, selalu saja harus bertemu dia.

Aku menarik tangan Nia, meminta dia agar ikut memanggil Diraf . Aku tidak mau hanya sendiri memanggil dia, yang nantinya berarti aku dan Diraf akan berjalan bersama ke villa .

Sesampainya di sana, aku menyenggol lengan Nia "sana panggil" pinta ku.

"lah kok gue? " tanyanya

" hehe panggil ah, ga enak kalo gue. Ga deket ama dia " maksudnya sekarang ga deket, dulu mah deket.

" dasar" katanya jengkel, "Diraf dipanggil kak Rifa , diminta ke villa sekarang. Acaranya mau mulai" ujarnya ke Diraf

Diraf melihat ke arah ku , aku memandang ke arah lain "iya nanti "jawabnya.

"Bilang ke dia jangan lama-lama"kataku pelan

" jangan lama-lama ya"ucap Nia menyampaikan pesan ku, yang dibalas oleh Diraf "iya"

Setelah itu kami berjalan kembali menuju villa.

*****

Author pov

Di malam yang dingin, saat malam berikutnya telah berlalu. Angin yang sama terus berhembus , bergoyang mengikuti bisikan angin yang bagaikan melodi. Dinginnya begitu menusuk kulit hingga menyentuh yang terdalam . Entah apa yang Aisyah rasakan saat ini, dia sendiripun tidak mengerti.

Dia sedang menatap layar handphone nya, membaca lagi percakapan singkat antara dia dengan Diraf. Dia ingin melupakan Diraf, tapi selalu berujung dengan melihat percakapan nya yang lalu.

Yang di menit berikutnya matanya meneteskan air mata, dia tidak mengusap nya. Membiarkan air mata di pipi itu kering dengan sendirinya.

Ini adalah malam kesekian dia menangis, di sekolah dia akan mengabaikan atau bersikap tidak kenal bahkan bersikap seolah tidak terluka. Namun saat malam tiba, dia menangis. Berpura-pura memang menyakitkan.

Saat mata mereka tidak sengaja bertemu ,ada rasa sesak yang tiba-tiba saja hinggap di dalam dada Aisyah . Mereka saling mengabaikan, bersikap seperti dua orang asing yang tak saling kenal 'Apa kau tahu hatiku menangis melihat itu?' ingin sekali rasanya Aisyah berbicara seperti itu.

Kemudian dia sadar, dia berpikir hanya dia yang merasakan, dari dulu pun hanya aku yang merasa.

Dia bertekad untuk membuat skenario dimana dia melupakan dirinya sambil berkata "Terlalu sakit mengetahui kenyataan kau bahagia dengannya, tapi aku harus bisa tersenyum saat kau bahagia bukan?".

Dia berjalan dari tepi kasur ya menuju meja belajar nya. Seharusnya mereka tidak pernah bertemu, sehingga rasa sakit seperti ini tidak akan menghancurkan hati nya .

Di ambil ya buku berwarna biru muda yang ada di lacinya , tempat tersimpan semua curahan hatinya. Kumpulan puisi atau sajak yang dia buat, yang tidak pernah dia tunjukkan ke orang. Dan puisi yang tidak pernah sampai kepada tuannya.

Kali ini, dia akan menulis puisi yang mungkin saja menjadi akhir dari semua ini.

saya tidak pandai perihal menulis , lalu mengapa saya terus saja menulis?
saya tau tuan sudah pergi dan takkan pernah kembali lagi, lalu mengapa saya masih disini?

aksara kehidupan begitu kejam
mempertemukan hanya untuk memisahkan
selucu inikah permainan takdir?
hati yang keras dibuatnya menjadi lembut
setelahnya dicabik-cabik menjadi butiran kertas kecil

siapakah yang akan bertanggung jawab atas semua ini ??
semesta? ataukah tuan?
pertemuan yang sedari awal tidak boleh terjadi.

ahhh...
maafkan saya tuan
pastilah saya yang bertanggung jawab
saya telah membiarkan harap menjulang dengan tinggi
hingga lupa menapak dengan tanah

maafkan saya tuan
saya lupa jika tuan adalah bayang
yang sampai kapanpun tidak bisa untuk saya genggam

Tapi tuan, mengapa harus dia yang menjadi puan?

Setelah menulis itu, dia menutup bukunya. Aisyah meletakkan kepalanya di atas meja, hingga suara handphone nya berbunyi. Dilihat nya layar handphone untuk mengetahui siapa yang menghubunginya malam-malam begini. Ternyata kak Risa.

"Haa...haaaa ..halloooo.."suaranya terbata-bata di iringi suara bising sirine ambulance

"halooo kak Risa ? Kalau kenapa? "tanya nya sedikit khawatir

" kakak cuma mau bilang sesuatu, takutnya kak Risa belom sempet sampein ini ke Kamu " ucapnya diujung sana sambil menangis.

" kak, kak Risa kenapa? Jangan bikin aku khawatir "kata Aisyah sambil ikut menangis.

"Papa kecelakaan pas diperjalanan mau ketemu papa kandung kamu........"ucapnya pelan

Aisyah mematung , diam ,terlalu kaget dengan apa yang barusan dia dengar.

****
Ga nyangka segini yg baca huaaa😭😭😭 ,maaf aku terlalu lama hiatus sampe lupa cara nulis.
Vote dan komen nya di tungguu 💞💞💞

A RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang