sembilan belas

148 13 1
                                    

Author pov

Kini, pertahanan nya sudah hancur. Dia sudah jatuh cinta pada sahabatnya sendiri, setidaknya dia mengganggap Diraf sebagai sahabatnya entah bagaimana dengan Diraf.

Egonya menolak untuk mengakui itu, jangankan untuk mengaku ke orang lain. Jujur pada diri sendiripun rasanya sulit. Hati dan otaknya tidak sinkron.

"Sepertinya gue mulai baper, maaf ya raf. Harusnya gue jaga hati dan sadar, selama ini lo itu cuma bercanda ke gue. Tapi bercanda lo keterlaluan raf " kata Aisyah sebelum memejamkan kedua matanya. Bulir bening jatuh ke pipinya lalu membasahi bantal yang digunakan di kepala nya.

*****

Saat ini Aisyah sedang duduk di kursinya sambil mengerjakan pr matematika yang lupa ia kerjakan semalam. Padahal sepulang sekolah kemarin, ia sudah berniat mengerjakannya . Tapi karena pikirannya terbagi dengan Diraf. bahkan kata terbagi kurang tepat untuk mendefinisikannya , lebih tepat jika dipenuhi. Ya bagaimana mana tidak? Semenjak dua hari lalu yang katanya Diraf meminta maaf kepada Aisyah dan bilang jika dia masih membutuhkan dirinya itu, bahkan Diraf tidak menghubungi Aisyah sama sekali.

Ah tentu saja, memangnya siapa Aisyah sampai Diraf harus menghubunginya duluan?

Aisyah mengerjakan pr itu dengan cepat, setelah selesai ia memutuskan pergi ke kantin untuk membeli minum. Ia berjalan sendirian, itu karena sekarang masih terlalu pagi untuk kedua temannya itu datang ke sekolah. Dia memang sengaja datang ke sekolah lebih pagi dari biasanya karena pr yang ia lupa kerjakan.

Hanya sedikit yang berlalu lalang di koridor. Bahkan murid di sekolah hanya sedikit yang datang sepagi ini, sedikit dalam artian tidak sampai sepuluh persen dari total murid di sekolah ini.

Saat di kantin ia melihat seorang pemuda yang sudah beberapa hari ini tidak bertemunya. Pemuda itu bersama dengan temannya, berjalan meninggalkan kantin saat Aisyah baru saja masuk ke kantin. Ia bingung harus bersikap bagaimana, akhirnya Aisyah hanya menunduk setelah meliriknya sekilas.

Mereka berpapasan ,namun mereka seperti dua orang yang tidak saling mengenal. Ada rasa sesak di hati Aisyah saat mengetahui mereka seperti tidak saling mengenal , tapi selanjutnya ego nya pun mulai berbicara "sudahlah biarkan saja, lagipula kami ini cuma teman bukan? Hhmm.. tapi dia adalah sahabat untuk ku"

Aisyah berjalan menuju salah satu stand penjual minuman di sekolah nya ,ia memesan satu gelas minuman dan segera meninggalkan area kantin.

Dia berjalan santai menuju kelasnya, disaat sudah di depan pintu dan masuk terdengar Maya bersuara "uuuuwwww jangan sedih, kan masih ada kita "

"Apaansih may?"jawab Aisyah mengelak, ia tahu pasti Maya sudah mengetahui perasaan Aisyah yang sedang sedih itu.

"Udah ah jangan galau terus hahaha"ujar Vannesa

"Gue ga galau, nih buktinya senyum"katanya sambil menaikan sudut bibirnya dengan kedua tangannya.

"Lo boleh senyum ke semua orang, tapi temen sejati itu tau kalo senyuman itu fake"ucap Maya

Tanpa menjawab atau membantah lagi, Aisyah segera berhambur kepelukan kedua sahabatnya itu. "Cuma kalian doang emang yang peduli sama gue, jangan pernah ninggalin gue ya. Janji kita bakal terus sama-sama?" Katanya sambil menunjukan jari kelingking nya setelah melepas pelukan mereka.
"Ga ah, gue nanti kan mau nikah terus punya anak, nanti anak gue punya cucu, terus gue jadi uyut. Terus kalo kita sama-sama terus kan ga bisa lah, masa iya kalian berdua nikah? Terus anaknya buat gue?"

A RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang